Tiga Kasus Kemenang NTB Masuk ke Kejaksaan

Global FM
10 Oct 2017 16:26
4 minutes reading

Mataram (Global FM Lombok)-Proyek Asrama Haji pada Kementerian Agama NTB merupakan kasus ketiga yang pernah dibidik Kejaksaan. Hanya saja  sampai dengan beberapa lama ditangani, belum menunjukkan perkembangan signifikan. Bahkan ada yang hilang.

Proyek Asrama haji  Kemenag NTB pernah diusut sekitar Agustus 2016 lalu, ditandai dengan dipanggil dan dimintai keterangan H. Abu Arif, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek senilai Rp 57.444.338.000 itu.  Setahun hilang, kasus ini dibuka kembali pekan kemarin dengan dipanggil kembali Abu Arif oleh Bidang Intelijen.

Bidikan kejaksaan saat itu tidak hanya gedung utama, namun mengarah ke landscape yang tidak jelas fisiknya.  Ketua tim penyelidikan Kasi I Intelijen, Joseph, SH.

Soal proyek ini, Abu Arif menjelaskan pada dasarnya tidak ada masalah. Proyek sudah dikerjakan sesuai target dan pagu anggaran. Lalu kenapa mangkrak? Dibantahnya, proyek tidak mangkrak, melainkan kompoten pendukung seperti meubeler dan kebutuhan maintenance lainnya harus pengadaan baru. “Pengadaannya belum tuntas,” jawab Abu Arif singkat kepada Suara NTB, Sabtu (7/10). Namun untuk penjelasan lengkap, dia bersedia menyampaikan saat mengecek langsung ke lapangan sembari menunggu keluangan waktunya.

Selain fisik, ada juga dalam bentuk dugaan penyimpangan anggaran. Laporan yang pernah masuk ke Kejaksaan, terkait Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) lembaga pendidikan agama di Lombok Barat. Isi pengaduan, terkait tidak transparannya penentuan penerima dan penyaluran anggaran.

Laporan indikasi masalah pada penyaluran BOS itu diketahui sejak Juni 2016 lalu. Saat itu, Almarhum Kajati Martono, SH,MH langsung menerbitkan surat perintah dimulainya penyelidikan (sprinlid) dan membentuk tim terdiri dari jaksa senior Pidsus, seperti Ismail,SH, Zuliadi, SH, termasuk Hademan, SH.

Terkait indikasi yang dilaporkan, salah satunya indikasi tidak transparannya penyaluran, mulai dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB selaku pemegang DIPA, dilanjutkan ke Kementerian Agama Lombok Barat selaku pendata lembaga pendidikan, mulai dari tingkat MI, MTs, MA.

Kabid Madrasah Kanwil Kemenag NTB Jalalussayuty pernah menjelaskan soal laporan ini. Selain diperiksa kejaksaan, dia juga menyerahkan dokumen. Data yang diserahkan ke Kejaksaan terkait jumlah dana penerima Bansos dengan rekap yang diserahkan dari Kemenag Lobar. Apakah ada indikasi mark up data penerima sehingga anggarannya turun melebihi data riil? Jalalussayuty enggan berkomentar, karena sepenuhnya menjadi ranah kejaksaan. Tapi yang pasti pihaknya mencairkan anggaran sesuai dengan rekap data yang disampaikan Kemenag Lobar. Tugas selesai. Dimana, jumlah pencairan bervariasi, khusus di Lobar. Untuk MA mencapai Rp 11.608.800.000. MTs yang disalurkan Rp 17.344.000.000, serta MI mencapai Rp 7.720.800.000.

Kasus ketiga, terkait pengadaan katering haji embarkasi NTB, dengan kontrak tercantum Rp. 541.680.000, pemenang pelelangan umum itu  UD. Anita. Pengadaan kedua, perusahaan sama memenangkan  lelang untuk katering PPIH, dengan nilai kontrak Rp 282.960.000.

Sasaran tembak kasus ini sebenarnya bukan pada pengadaan. Keyakinan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan katering haji, H. L. M. Zainuddin, pelapor membidik keabsahan sertifikasi PPK yang dikantonginya.  Atas laporan itu, diproses kejaksaan, dia menjelaskan bahwa dirinya tidak mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Kepada Kejati, Zainuddin mengatakan sudah menjelaskan hal tersebut. Dia menyebut, berdasarkan Perpres No. 54 tahun 2010, syarat untuk menjadi PPK itu harus kompeten, artinya harus memiliki  sertifikat. Zainuddin menjelaskan bahwa dirinya sudah memiliki sertifikat sebagai pejabat pengadaan barang dan jasa dengan nomor 041315758920408. Sertifikat pengadaan barang dan jasa itu masa berlakunya sampai Mei 2017 lalu. Dirinya menjadi PPK pengganti, menggantikan H. Maad Umar yang sedang melaksanakan tugas sebagai PPIH di Arab Saudi per 30 Juli 2017. SK sebagai PPK pengganti itu mulai berlaku sejak 1 Agustus 2017.

Tiga kasus ini diketahui sempat ditangani Intelijen Kejati NTB dengan langkah awal pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).  Hanya pengadaan katering yang sedang terlihat proses penyelidikannya. Sementara proyek Asrama Haji, yang setahun hilang, kemudian dibuka kembali. Kasus yang hilang samasekali, terkait kasus bansos Ponpes.

Juru bicara Kejati NTB, Dedi Irawan, SH.,MH akhir pekan kemarin menegaskan ketika ditanya perkembangan penanganan kasus Kemenag di Intelijen. Menurutnya, semua perkara yang sedang diproses penyelidikan, apalagi Puldata Pulbaket Intelijen sifatnya sangat rahasia. “Jadi tidak boleh kami sampaikan, kecuali saatnya nanti naik penyidikan,” ujarnya normatif. (ars)

No Comments

Leave a Reply

Live Streaming