Sampah Jakarta Hasilkan 3 MW dan 40 Ton Kompos Sehari

Global FM
28 Apr 2019 20:11
3 minutes reading

Humas Pemprov NTB bersama jurnalis dari Mataram, NTB berdiri di atas gunungan sampah TPST Bantargebang

Bekasi (Global FM Lombok)- Sampah yang dihasilkan warga Jakarta sebanyak 7500 – 8000 ton sehari. Sampah tersebut bermuara di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Sejauh ini, ribuan ton sampah tersebut telah dikelola menjadi energi listrik, kompos dan instalasi pengolahan air sampah. Semua sumberdaya yang dihasilkan dari sampah itu kemudian dijual kepada PLN dan masyarakat.

Hal itu disampaikan Kepala Satuan Pelaksana TPS Terpadu Bantargebang, Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta, Rizky Febrianto saat menerima Humas dan Protokol Setda NTB bersama rombongan media, Rabu (24/04) malam.

Ia mengatakan, TPST Bantargebang sudah ada sejak 1989, hasil investasi perusahaan swasta dengan nilai investasi sekira Rp 700 miliar untuk pengelolaan sampah secara keseluruhan. Sempat gonta-ganti kepemilikan oleh swasta dan Pemprov DKI, hingga akhirnya, pada 2016 dimiliki Pemprov DKI Jakarta.

Secara administratif, TPST Bantargebang berada di Kelurahan Ciketing Udik, Sumur Batu, dan Cikiwul, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Meskipun terletak di Kota Bekasi, namun status tanah dimiliki Pemprov DKI Jakarta.

Rizky menyampaikan TPST Bantargebang memiliki luas total mencapai 110,3 hektar. Dari luas total tersebut, 81,91 persen difungsikan aktif sebagai tempat pembuangan sampah yang terbagi menjadi lima zona lahan urug sanitar. Sementara sisanya yang sebesar 19,09 persen digunakan untuk sarana lainnya, seperti akses masuk, jalan ke kantor, dan instalasi pengolahan lindi.

Dalam pengelolaan sampah, kata Rizky, TPST Bantargebang membatasi ketinggian landfill atau timbunan sampah, tidak lebih dari 40 meter guna mengantisipasi terjadinya longsor.  Pemprov DKI Jakarta memperkirakan kandungan sampah di Bantargebang sebanyak 39 juta ton dengan gunungan tertinggi mencapai 40 meter. Kapasitas TPST Bantargebang sendiri diperkirakan memuat sebesar 49 juta ton. Dengan sisa 10 juta ton, TPST Bantargebang diprediksi akan mengalami titik puncak pada 2021.

Setiap gunungan sampah dilapisi dengan lapisan geomembran untuk menghasilkan gas metan juga untuk mengurangi penyebaran penyakit. Selanjutnya gas metan mengalir ke Power House untuk diubah menjadi energi listrik. Sebenarnya kapasitas yang mampu dihasilkan sekitar 16 MW, namun di TPST Bantargebang baru menghasilkan 3 MW.

Ia mengatakan, selanjutnya air yang dihasilkan sampah kemudian diolah menjadi air yang memiliki standar baku mutu dan dapat digunakan oleh masyarakat. Artinya air sampah tersebut tidak lagi mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan.

Untuk mengubah sampah menjadi energi listrik membutuhkan investasi yang tak sedikit. Membangun power house dan sejumlah instalasi di sana menghabiskan anggaran sekitar Rp 700 miliar. Dulunya pengelolaan TPST Bantargebang dilakukan oleh pihak swasta, namun kini sepenuhnya dikelola oleh Pemprov DKI. Rizky Febrianto mengatakan, agar kota menjadi bersih dan semua sampah dapat dikelola dengan baik, maka alokasi anggaran dari APBD mestinya menjadi prioritas.(ris)

Pemprov NTB saat ini mencanangkan NTB yang bebas sampah atau zero waste. Agenda bebas sampah merupakan salah satu program unggulan dari Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah. Selain menggencarkan program bank sampah di tiap desa, NTB juga ingin mengambil pelajaran dari Pemprov DKI Jakarta yang sudah jauh lebih berpengalaman dalam pengelolaan sampah. (ris)

 

 

No Comments

Leave a Reply