Kerajinan Ketak Butuh Pembinaan Secara Berkelanjutan

Global FM
21 Nov 2021 20:32
3 minutes reading
Dr. TGH Hazmi Hamzar

Mataram (Global FM lombok)-Provinsi NTB sangat kaya dengan aneka kerajinan tangan dengan corak khas dan kualitas yang bagus. Potensi tersebut harus tetap dijaga eksistensinya. Apalagi potensi ekonominya terbilang cukup tinggi. Kerajinan tangan telah mampu menghidupi banyak keluarga. Karena itulah keberadaan mereka harus terus dilakukan pembinaan secara berkelanjutan.

Salah satu kerajinan tangan yang sudah mendapat sambutan luas di pasar global adalah kerajinan ketak. Pekan kemarin telah dikirim lebih dari 37 ribu pcs ke Arab Saudi. Tak tertutup kemungkinan, permintaan ketak ini akan semakin besar ke depannya. Karena itulah bahan bakunya harus dipelihara agar berkelanjutan.   

“Kalau sudah diekspor begini, tidak mungkin terhenti, nanti pasti akan ekspor lagi. Karena itu bahan baku produk ketak harus dipelihara secara berkelanjutan. Jika di NTB kekurangan bahan baku, buat kerjasama dengan daerah lain agar mampu menyediakan bahan baku,” ujar anggota DPRD NTB Dr.TGH. Hazmi Hamzar kepada Global FM Lombok, Minggu (21/11).

Ia menekankan agar ketersediaan bahan baku anyaman ketak tidak boleh habis untuk mendukung aktivitas para perajin. Bahan dasar pembuatan anyaman ketak ini berasal dari tanaman rumput ketak serupa dengan rotan, namun lebih kecil dan lebih elastis. Keberadaannya harus dipelihara dengan baik.

Kerajinan anyaman ketak

TGH. Hazmi memiliki atensi yang tinggi terhadap eksistensi pelaku kerajinan tangan di NTB, sehingga Pemda terus didorong agar mengintervensi mereka dengan sejumlah program yang bisa meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan mereka. Tidak hanya ke kerajinan ketak, namun ke kerajinan lain seperti gerabah, tenun, kerajinan dari batok kayu dan batok kelapa dan lainnya harus mendapat perhatian yang serius. “Ini peluang yang besar bagi UMKM kita di sini, namun harus ada yang pandu,” jelasnya.

Soal kain tenun, ia berharap agar desa asal tenun di NTB lebih dimunculkan agar menjadi brand yang memiliki ciri khusus. Misalnya kain tenun Pringgasela, kain tenun Sukarara, tenun Kembang Kerang, tenun Sumbawa, tenun Bima dan lainnya. Masing-masing desa penghasil kain tenun memiliki motif dan ciri khas masing-masing yang pautut diketahui oleh konsumen. Artinya kata Hazmi jangan menonjolkan brand Sasambo, karena bisa berpotensi mengaburkan nama desa penghasil tenun yang lebih dulu terdengar namanya.

“Jangan di Sasambo-kan, ini nanti membingungkan. Ini kain tradisional yang Sasak punya sendiri, Sumbawa punya sendiri, Bima dan Dompu punya sendiri. Menurut saya jangan digabung agar ciri khasnya tetap. Saya khawatir kata Sasambo itu menghilangkan ciri khas kain tradisional yang sudah lebih dulu dikenal. Justru ciri khasnya itu yang membuat dia luar biasa,” katanya.

Ia berharap agar kerajinan tangan selain anyaman ketak seperti kain tradisional juga bisa menjadi komoditas ekspor, karena memiliki keunikan dan ada kualitas di dalamnya. Seiring dengan semakin majunya bisnis fesyen, kain tenun dan songket khas NTB juga diharapkan bisa terus terangkat. (ris)

No Comments

Leave a Reply