Yogyakarta (Global FM Lombok) – Di tahun 2023 ini, tantangan ekonomi diperkirakan akan terus berlanjut. Dengan demikian, diperlukan adanya inovasi, sinergi dan kolaborasi untuk mengurangi dampak dari sejumlah tantangan yang sedang dihadapi. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Heru Saptaji memaparkan proyeksi ekonomi pada tahun 2023 ini kepada wartawan dalam kegiatan capacity building di Yogyakarta.
Tahun 2022 sudah dilalui sebagai tahun penuh tantangan. Untuk menjaga kondusivitas ekonomi terjaga dengan baik, energinya yang sudah dikeluakan menurutnya tidak sederhana. “Tahun 2022 kita all out, hampir tidak ada waktu libur. Kesana kemari, minggu ketok pintu membangun sinergi untuk menjaga kondusivitas ekonomi, khususnya di NTB,” kata Heru.
Hasilnya ekonomi NTB mengalami pertumbuhan, ditengah daerah-daerah lain pertumbuhan ekonominya tidak baik. Kendati tekanan inflasi naik melampaui target, sampai 6,23 persen dari target 3 persen plus minus. “Kalau inflasi dari awal tahun 2022 memang sudah kita sampaikan, kenaikan inflasi menjadi tantangan,” katanya.
Tekanan ekonomi global diproyeksikan akan terus berlanjut. 2023 adalah a more challenging year (tahun lebih menantang). Pada tahun 2022 ekonomi global tumbuh sebesar 3 persen, pada tahun 2023 ini diproyeksikan ekonomi global akan tumbuh menurun 2,6 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini, kata Heru Saptaji, dipengaruhi oleh kekhawatiran pemilik modal untuk berinvestasi, karena ketidakpastian situasi global. Selain itu, perang antara Rusia dan Ukraina juga belum menujukkan progres positif untuk diakhiri.
Perang mengakibatkan distribusi pasokan barang dan energi terganggu antar negara terganggu. “Pada zona perang risiko orang untuk mengantar barang antar negara dikhawatirkan. Sehingga pasokan energi dan kebutuhan ke negara-negara maju lebih kecil. Akibatnya produksi terbatas, harga-harga mengalami kenaikan. Tidak ada yang tahu kapan perang ini akan usai,” ujar Heru.
Belum lagi ketegangan yang terjadi antara Tiongkok, dengan Taiwan. Jika ketegangannya terus berlanjut, tentu dampaknya akan semakin mengganggu mata rantai distribusi barang. Inflasi di negara-negara maju, lanjut Heru, juga mengalami kenaikan. Misalnya Amerika Serikat, Inggris, Argentina, bahkan Turki yang inflasinya mendekati seratus. Kenaikan inflasi ini sebelumnya tak pernah terjadi dalam sejarah.
Bagaimana dengan angka inflasi nasional? Indonesia mampu menjaga inflasi pada kisaran 5 persen dan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen. Masih jauh lebih baik dibanding negara-negara maju lainnya. Negara-negara melakukan berbagai strategi untuk menahan laju investasi tidak keluar dari negaranya. Arus modal keluar ditahan, salah satunya dengan menaikkan suku bunga perbankan agar pemodal tidak memindahkan modalnya ke negara yang menjanjikan suku bunga lebih tinggi.
Melihat kondisi ekonomi dan politik global, Heru Saptaji mengatakan, tahun 2023 ini pertumbuhan ekonomi nasional diproyeksikan masih pada kisaran pertumbuhan ekonomi tahun lalu,yaitu 4,5 persen sampai 5,3 persen. “Kinerja ekonomi kita masih sangat bagus, daya ungkit ekspor kita masih sangat bagus, indeks keyakinan konsumen survei BI triwulan IV masih bagus. indeks penjualan eceran masih positif dan terus berlanjut. Tapi tantangan yang kita hadapi khususnya di NTB adalah ekspektasi inflasi yang tinggi,” imbuhnya.
Untuk itu, kata Heru, komoditas penyumbang inflasi seperti bawang, cabai, bahkan beras agar dikelola dengan sebaik-baiknya. Hasil produksi harus ditahan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan didalam daerah. Jangan sampai saat panen, justru kebanyakan dibawa keluar. Sehingga saat dibutuhan di dalam daerah terjadi kekurangan stok yang mengakibatkan harga naik.
“Masak iya belasan tahun persoalannya itu-itu saja. Inflasi di NTB dipengaruhi oleh komoditas yang malah dihasilkan sendiri di dalam daerah. Karena itu, diperlukan kebijakan untuk menahan hasil produksi, kemudian mengolahnya agar memberi nilai tambah. Harus ada Kerjasama, kreatifitas untuk mengurangi tantangan ekonomi nasional dan global,” demikian Heru. (ris)
No Comments