Ketika Warga Guntur Macan Hidup dalam Teror Longsor

Global FM
18 Dec 2016 23:57
3 minutes reading

 

longsor guntur macan

Tahun tahun sebelumnya, warga di tujuh dusun di Desa Guntur Macan Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat hidup nyaman di lereng – lereng bukit. Tapi sejak  kejadian Desember 2015 yang menewaskan warga akibat tertimbung tanah, mereka seperti diteror bencana longsor.  Warga kemudian bersurat ke Balai Wilayah Sungai (BWS), meminta turun tangan membuat kanal untuk mengendalikan aliran air yang liar.

Rabu (14/12) Pukul 13.00 Wita sirine AWS meraung raung memberi tanda bahaya. Air bah warna cokelat pekat mengalir deras dari belakang rumah Niah (35). Padahal itu bukan saluran drainase atau jalur aliran sungai. Tapi air banjir yang membuat kanal sendiri, liar mengalir dari hulu bukit. Sementara hujan kian deras, semakin terasa terror longsor semakin dekat.

Niah dan keluarganya yang tadinya bertahan di rumah akhirnya menyerah, setelah sirine kedua meraung kembali Pukul 17.00 Wita. “Sekitar satu jam, sirine terus bunyi, itu buat kami takut,” kata Niah, menceritakan tanda bahaya yang dikirim alat bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu.

Jamaah, koordinator desa siaga bencana setempat bersama kepala dusun setempat akhirnya menginstruksikan agar warga kelaur rumah. Semua, 90 kepala keluarga (KK), diungsikan ke Mesjid Khayatussunah. Hingga malam hari hujan masih deras. Ketakutan warga, peristiwa di bulan sama, longsor yang menewaskan empat warga terulang lagi. “Kalau dulu sebelum kejadian itu, kami tidur nyenyak walaupun hujan tiga hari tiga malam. Tapi sekarang, kalau hujan, warga nempel dekat pintu, siap siap mengungsi,” kata Jamaah menuturkan rasa takut dan traumatis warga Dusun Pancor.

Anehnya, setiap kejadian akhir akhir ini, tidak ada lagi perhatian lebih dari berwenang. Seperti Badan Penanggulagan Bencana Daerah (BPBD). Mereka selalu mendapat kabar kurang nyaman setelah ada ungkapan petugas bahwa tidak ada kejadian apa apa di desa setempat. “Padahal disini kami panik, kok dibilang tidak ada apa – apa,” protesnya memanggapi.

Mereka sekarang berharap perhatian lebih untuk urusan penanggulangan bencana. Memberi bantuan makanan, atau bantuan lainnya hanya bersifat instan. Menurut Kadus pancoran, mereka sudah mengidentifikasi sendiri penyebab banjir dan ancaman longsor selama ini. Salah satu pemicunya, proyek rabat jalan menuju Dusun Poan Utara dan Poan Selatan. Jalur itu menjadi akses oknum masyarakat untuk melakukan penebangan liar pohon pohon di bukit dan pegunungan sekitar. Air bah dan longsor pun menjadi keseharian mereka.

Solusi yang paling mungkin saat ini adalah pembuatan talut sungai yang mengarahkan aliran air dari hulu ke sungai induk. Di bawah perkampungan. Sebab selama ini, ada empat dusun yang  warganya hidup dalam terror ancaman longsor,seperti dusun Ladungan, Pancoran, Guntur Macan dan Dusun Barat Kokok. Alir air liar membentuk kalan sendiri yang tercatat melalui empat ruas melewati pemukiman warga. Harapan besar warga, ada proyek diturunkan pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I untuk membuat satu ruas drainase sepanjang 3 kilometer dari bukit. Dengan sistem drainase itu, air bah dari Dusun Poan Utara dan Poan Selatan bisa dikendalikan dalam satu kanal, sehingga tidak tercecer membentuk ruas ruas yang baru. Karena bukan tidak mungkin, aliran sungai liar itu menggerus rumah warga, diikuti dengan turunnya gelondongan tanah puluhan bahkan ratusan kubik.

“Kami sangat berharap dari BWS turun, kami sudah bersurat tiga kali supaya segera dibuatkan drainase yang cukup untuk mengalirkan air. Tapi akan coba terus kami tanya lagi, mudahan mudahan segera turun proyek, supaya hidup kami tenang,” kata dia.

Soal harapan masyarakat ini, pihak BWS belum memberikan respon pasti. Humas BWS Hanan yang dihubungi Suara NTB Jumat sore, mengaku akan mengecek surat dan proposal permintaan warga Guntur Macan itu. “Insya Allah, Senin pas hari kerja akan saya cek suratnya,” jawab Hanan singkat. (ars)

No Comments

Leave a Reply

Live Streaming