Mataram (Global FM Lombok)- Angkatan kerja yang semakin hari semakin banyak menjadi sebuah tantangan pemerintah daerah dalam rangka menyediakan lapangan pekerjaan baru. Pengangguran biasa maupun pengangguran terdidik sama-sama harus dicarikan jalan keluar yang baik sehingga mereka bisa bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing.
Wakil Ketua Komisi V Bidang Tenaga Kerja DPRD NTB H.MNS Kasdiono kepada Global FM Lombok mengatakan, investasi di NTB selama ini telah banyak menyerap tenaga kerja yang cukup signifikan. Bisa terlihat di Lombok bagian selatan, dimana geliat pariwisata mulai tampak bagus.
Di tahun 1990-an, Lombok bagian selatan merupakan basis TKI, bahkan cukup banyak dari mereka yang berangkat bekerja ke luar negeri melalui jalur non prosedural. Namun sekarang trennya sudah menurun. Salah satu penyebabnya adalah berkembangnya daerah wisata Mandalika. Itu artinya bahwa investasi itu telah mengurangi pengangguran.
“Memang yang masih menjadi persoalan di kita adalah tingkat pendidikan pencari kerja itu, antara 50 sampai 60 persen itu dimonopoli oleh angkatan kerja SD atau SD tidak tamat. Sampai disana saja dulu. Tugas kita menjaga agar itu tidak lebih luas lagi,” katanya.
Meskipun tingkat pendidikan angkatan kerja banyak yang rendah, namun mereka tetap mampu berkompetisi. Namun dengan syarat konsep mencari kerja di era pasar bebas harus diubah. Jika dulu, seseorang harus melamar kerja dengan menyodorkan curriculum vitae (CV) dan menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan terkait dengan besaran gaji yang diperoleh. Konsep tersebut harus diubah dengan cara pelamar kerja menuntut gaji bulanan yang sesuai, tentunya sejalan dengan potensi yang dimilikinya.
“ Konsep di persaingan global adalah konsep menjual potensi diri. Seseorang harus tahu potensi yang ada pada dirinya. Ini sudah dikembangkan di luar negeri. Kalau seseorang rela dibayar berapa saja, asalkan diterima bekerja, itu konsep yang salah,” ujarnya.
Menurutnya, konsep menjual potensi diri seperti ini harus dikedepankan agar persaingan global dapat dihadapi dengan baik. Pola ini sebenarnya tak mengenal batas pendidikan angkatan kerja, asalkan mereka memiliki keterampilan yang memadai sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Misalnya tukang bangunan. Meskipun hanya lulusan SD, namun jika memiliki keterampilan yang hebat, dia berhak menentukan gaji atau besaran upah sesuai dengan keahliannya.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, kegiatan bursa kerja atau job fair yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB bisa menjadi gambaran peluang pasar kerja di NTB. Namun apakah bursa kerja itu sudah menjadi gambaran pasar kerja dalam daerah? “ Media juga harus mempertanyakan itu. Bagaimana Disnaker mendorong perusahaan secara transparan mempublish kesempatan kerja” katanya.
Agenda bursa kerja yang rutin digelar ini bisa menjadi momentum untuk menyerap tenaga kerja baru. Namun jangan disembunyikan peluang kerja di satu perusahaan diluar kegiatan bursa kerja tersebut. Saat sebuah perusahaan memerlukan tenaga kerja, para tenaga kerja ini bisa mempersiapkan diri untuk bisa masuk kesana.
Kurikulum Harus Berorientasi Kerja
Sementara itu, berkaitan dengan masih tingginya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di NTB dalam menyumbang angka pengangguran, Kasdiono mengkritik kurikulum SMK yang dinilai belum berorientasi pasar. Sehingga lulusannya masih banyak yang belum terserap dalam dunia kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menunjukkan, pada bulan Agustus 2017, pengangguran lulusan SMK sebesar 9,67 persen. Angka ini paling tinggi jika dibandingkan dengan persentase lulusan yang lain. Misalnya pengangguran lulusan SMA sebanyak 6,43 persen, lulusan perguruan tinggi sebesar 2,73 persen, lulusan diploma sebesar 3 persen, serta pengangguran lulusan SD sebesar 1,33 persen. Jumlah pengangguran di NTB bulan Agustus 2017 lalu sebanyak 79,449 orang dari 2,3 juta angkatan kerja yang ada.
Kasdiono mengatakan, materi pembelajaran SMK harus dievaluasi agar kedepannya mampu menghasilkan lulusan yang siap kerja. Praktek kerja industri atau praktek kerja lapangan bagi calon lulusan SMK juga harus mampu memberi nilai tambah yang besar agar mereka siap kerja setelah lulus.
“ Maka satu-saatunya jalan adalah bagaimana kita membuat SMK itu berorientasi pasar. Makanya ada istilah SMK berwawasan lingkungan. Misalnya akan dibutuhkan di pariwisata, maka fokus pendidikan di pariwisata,” katanya.
Kasdiono juga meminta agar dibuat bursa kerja khusus di lingkungan SMK untuk menjembatani para lulusan dengan perusahaan pencari kerja. Bursa kerja ini nantinya yang akan melakukan kajian terhadap para lulusannya agar hasilnya berkualitas. Yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah harus mampu memonitor para lulusan SMK di NTB, sehingga nantinya bisa muncul data yang jelas berkaitan dengan penempatan mereka setelah lulus.(ris)
No Comments