Mataram (globalfmlombok.com) – Jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pembangunan Lombok City Center (LCC) menuntut Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony 10 tahun dan 6 bulan penjara. Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tipikor Negeri Mataram, Senin (22/9/2025).
Hasan Basri selaku JPU yang membacakan tuntutan tersebut juga menuntut Zaini untuk membayar denda Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak bisa dibayarkan, maka diganti dengan dengan penjara selama 6 bulan.
“Meminta majelis hakim agar memutus bersalah terdakwa berdasarkan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap Basri dalam amar tuntutannya.
Sementara itu, JPU menuntut terdakwa kasus LCC lainnya, Isabel Tanihaha selaku direktur PT Bliss dengan 9 tahun penjara. JPU juga menuntut Isabel dengan denda Rp800 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Membebankan pula terhadap Isabel Tanihaha untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1.306.714.500,” katanya.
Apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti, maka harta benda yang bersangkutan dapat dilelang. Dan jika tidak mencukupi maka terdakwa dapat dipenjara selama 4,5 tahun.
Kronologi Kasus LCC
Kasus ini berawal dari Juni 2013, saat Zaini Arony yang saat itu menjabat Bupati Lombok Barat mengundang Lalu Azril dan sejumlah pihak dari PT Bliss Pembangunan Sejahtera, termasuk Isabel Tanihaha, Martin Tanihaha, dan Isabel Tanihaha, ke kantor bupati.
Pertemuan tersebut membahas rencana pengembangan lahan seluas 8,4 hektare milik Pemkab Lombok Barat menjadi kawasan terpadu yang meliputi mall, tempat wisata, waterpark, rumah sakit, dan perumahan.
PT Bliss kemudian mengirim surat minat kepada PT Tripat, perusahaan daerah pengelola aset tersebut. Bupati Zaini kemudian memerintahkan PT Tripat menyusun langkah kerja sama. Pada 16 Agustus 2013, PT Tripat mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati, yang kemudian disetujui.
Menurut JPU, persetujuan tersebut kemudian disampaikan ke Direktur PT Bliss, dan proses penyusunan kerangka kerja sama dilaksanakan pada 28 Oktober 2013. Menjelang penandatanganan kontrak, lahan mall dialihkan ke PT Tripat dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB).
Kerja sama resmi ditandatangani pada 8 November 2013 di Hotel Sentosa, Senggigi, dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO). Dalam perjanjian tersebut, PT Bliss wajib menyelesaikan pembangunan Mall LCC dalam waktu 24 bulan setelah semua perizinan selesai.
Selain itu, aset Pemda diperbolehkan diagunkan untuk pembiayaan proyek, tindakan yang dinilai bertentangan dengan hukum.
Pada awal 2014, Lalu Azril menyerahkan sertifikat lahan ke PT Bliss, yang kemudian diagunkannya ke Bank Sinarmas untuk memperoleh kredit Rp263 miliar. Persetujuan pinjaman dibuat melalui Akta Nomor 32 Tahun 2014 yang ditandatangani Zaini Arony, saat itu Bupati Lombok Barat.
Proses pembangunan mall dimulai pada Desember 2015 dan beroperasi awal 2016. Namun, pada akhir 2017, mall tersebut tutup. Penutupan ini menyebabkan gagal bayar kredit PT Bliss, yang kini menanggung utang sebesar Rp531 miliar, termasuk bunga dan denda.
Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp39 miliar, terdiri dari potensi pendapatan yang hilang sebesar Rp1,3 miliar dan nilai objek lahan keseluruhan senilai Rp38 miliar. (mit)