Mataram (globalfmlombok.com) –
Kegiatan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 jenjang SD dan SMP di Kota Mataram sudah dibuka sejak pekan lalu. Namun hingga hari terakhir, SDN 36 Ampenan baru menerima dua calon siswa. Satu orang mendaftar melalui jalur afirmasi, dan satu lagi melalui jalur domisili.
Jumlah ini bahkan lebih sedikit dibandingkan tahun lalu yang hanya empat orang. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pendaftar di sekolah ini memang tidak pernah mencapai sepuluh orang.
Menurut panitia SPMB SDN 36 Ampenan, Ni Nengah Astini, minimnya jumlah pendaftar disebabkan oleh berkurangnya anak usia sekolah dasar di lingkungan sekitar. Selain itu, meningkatnya minat orang tua terhadap sekolah swasta dan berbasis Islam terpadu (SD IT) di wilayah Pagutan juga menjadi faktor utama.
“Sekarang banyak sekolah lain di sekitar sini. Orang tua lebih banyak yang mendaftarkan anaknya ke SD IT dan sekolah-sekolah favorit lain,” jelasnya, Rabu, 2 Juli 2025.
Berbagai upaya telah dilakukan pihak sekolah untuk menjaring pendaftar. Sosialisasi dilakukan sejak jauh hari, mulai dari turun langsung ke masyarakat hingga menjalin komunikasi dengan sekolah-sekolah terdekat untuk saling berbagi informasi calon murid. Namun, hasilnya belum memuaskan.
“Kami tidak bisa memaksakan kehendak orang tua. Yang penting setiap tahun kami tetap berusaha maksimal. Berapa pun yang daftar, kami terima dan kami ajar,” tegasnya.
Di tengah tantangan jumlah siswa yang kian menurun, kondisi fasilitas di SDN 36 Ampenan juga memprihatinkan. Dua toilet yang tersedia tidak bisa digunakan. Penampungan air di sekolah pun mengalami kebocoran, sehingga sekolah tidak memiliki akses air bersih yang layak.
“Kalau anak-anak mau ke kamar kecil, harus ke rumah warga. Penampungan air juga bocor, jadi tidak bisa digunakan,” ujarnya.
Saat ini, jumlah siswa aktif tercatat sebanyak 33 orang. Dari jumlah tersebut, enam siswa telah lulus dari kelas VI pada tahun ajaran 2024/2025. Sehingga hanya tersisa 29 siswa, jika ditambah dengan dia calon siswa yang baru mendaftar.
Setiap ruang kelas hanya dilengkapi sekitar 10 meja dan kursi. Meski memiliki marching band, kegiatan tersebut tidak berjalan optimal karena minimnya jumlah murid. Peralatan pendukung seperti sound system pun sudah sangat usang.
Wacana penggabungan (merger) sekolah yang kekurangan siswa sebenarnya bukan hal baru. Namun menurut Astini, keputusan tersebut sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah.
“Dari dulu sudah ada wacana, tapi itu urusan pemerintah. Kami tetap buka pendaftaran dan tetap mengajar. Itu tugas kami,” katanya.
SDN 36 Ampenan menjadi potret sebuah sekolah negeri kecil yang tetap berjuang di tengah keterbatasan. Meski hanya menerima dua calon siswa baru tahun ini, semangat para guru dan tenaga kependidikan tidak pernah luntur.
Bagi mereka, selama masih ada anak yang mau belajar, mereka akan tetap mengajar.“Berapa pun muridnya, kami terima dan kami ajar,” tutup Astini.(hir)