Mataram (globalfmlombok.com) – Setelah sempat disetop oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dua perusahaan tambang di NTB kini memenuhi persyaratan agar memperolah izin operasional. Satu di antaranya telah menyelesaikan kewajiban administrasi, sementara lainnya masih berproses memenuhi persyaratan untuk pencabutan status suspend dari pemerintah pusat.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Samsudin mengatakan, sebanyak lima tambang yang disetop operasionalnya oleh Menteri ESDM. Mereka adalah PT Anugrah Mitra Graha (AMG), PT Bintang Bulaeng Perkasa, PT Indotan Lombok Barat Bangkit, PT Sumbawa Jutaraya, dan PT Tambang Sukses Sakti.
Dari kelima tambang itu, satu sudah mendapatkan izin operasional kembali, yaitu PT Sumbawa Jutaraya (SJR) yang beroperasi di Kecamatan Ropang, Sumbawa.
“Ini salah satu yang kena suspend kemarin. Dari lima yang disetop, sekarang ada dua atau tiga yang masih proses. Kalau PT TNR sudah selesai bayar semua kewajiban, makanya bisa langsung beraktivitas lagi,” ujarnya, Selasa, 4 November 2025.
Sementara, dua perusahaan yang kini tengah mengurus izin agar mendapat izin operasional adalah PT Indotan dan PT AMG. Keduanya telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memenuhi seluruh persyaratan administrasi dan teknis sesuai ketentuan perundang-undangan.
“PT Indotan dan PT AMG ini lagi proses. Mereka sudah bertemu dengan pihak kementerian di Jakarta untuk melengkapi syarat agar suspend bisa dicabut,” lanjutnya.
Persoalan Izin dan Hukum
Menyinggung soal PT AMG yang sempat diusut oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan telah ditetapkan tersangka pada kasus pasir besi, Samsudin menegaskan persoalan izin dan hukum merupakan dua hal yang berbeda.
“Kalau masalah hukum, itu urusannya aparat penegak hukum (APH). Tapi kalau perizinan, itu tanggung jawab kementerian. Semua kewajiban dalam IUP, baik operasi produksi maupun eksplorasi, harus dipenuhi dulu untuk bisa diperpanjang. Kalau tidak, tetap di-suspend atau dicabut izinnya,” jelasnya.
Menanggapi soal pencabutan izin PT AMG, mantan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) itu mengatakan hanya bisa dilakukan jika perusahaan tidak memenuhi persyaratan administratif.
“Kalau kewajiban tidak dilakukan, memang izinnya bisa dicabut. Tapi kalau persoalannya karena kasus oknum, itu lain. Itu ranah hukum, bukan perizinan,” tegasnya.
Sementara dua perusahaan tambang lain yang juga terdampak penghentian operasi belum memberikan laporan terbaru kepada Pemprov NTB. “Belum ada update ke kami. Kalau yang lain kebetulan sempat koordinasi dengan ESDM, jadi informasinya lebih detail,” katanya. (era)


