Mataram (Global FM Lombok) -BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat mengingatkan masyarakat NTB waspada dan berhati-hati terhadap potensi bencana hidrometeorologi seperti kekeringan. Pasalnya, berdasarkan hasil monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH), curah hujan masuk kategori rendah dan kemarau sudah merata di NTB.
“Masyarakat dihimbau agar tetap waspada dan berhati – hati terhadap potensi bencana hidrometeorologi seperti kekeringan dan diharapkan juga agar masyarakat bisa lebih bijak menggunakan air bersih seiring dengan berlangsungnya periode musim kemarau di NTB,” kata Forecaster BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, Ni Made Adi Purwaningsih, Sabtu (20/6).
Ia menjelaskan curah hujan di NTB pada dasarian II Juni 2020 didominasi oleh curah hujan dengan kategori rendah. Namun, ada sebagian wilayah dengan curah hujan kategori tinggi, yaitu di sebagian kecil wilayah Lombok Timur bagian utara.
Pihaknya mencatat, curah hujan tertinggi tercatat di Pos Hujan Kokok Putih Sembalun, Lombok Timur sebesar 159 mm/dasarian. Ia mengungkapkan sifat hujan pada dasarian II Juni 2020 umumnya didominasi bawah normal di Pulau Lombok dan didominasi atas normal di Pulau Sumbawa
Berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan Berturut – turut (HTH) umumnya dalam kategori sangat pendek yaitu 1- 5 hari hingga kategori panjang 21 – 30 hari pada tanggal updating. HTH terpanjang terpantau di Pos Hujan Pajo di Kabupaten Dompu sepanjang 31 hari.
Purwaningsih menjelaskan hingga saat ini ENSO dan Dipole Mode masih terpantau kondisi netral. Pola angin di awal bulan Juni ini sudah kembali normal. Angin timuran sudah mendominasi wilayah Indonesia bagian selatan dan tengah.
Dan diprakirakan terus meluas hingga wilayah Indonesia bagian utara. Pergerakan MJO saat ini terpantau tidak aktif di wilayah Benua Maritim dan diprakirakan tetap tidak aktif hingga awal bulan Juli 2020.
Ia mengatakan peluang terjadinya hujan pada dasarian III Juni 2020 umumnya sangat rendah. Curah hujan di atas 20mm per dasarian berpeluang terjadi kurang dari 20 persen di seluruh wilayah NTB.
Plt Kepala Pelaksana BPBD NTB, Ir. H. Ahmadi mengatakan Pemda melakukan antisipasi terhadap dampak dari musim kemarau yang mulai melanda NTB. Dampak musim kemarau yang terjadi NTB adalah krisis air bersih.
Ia mengatakan hampir setiap tahun kawasan Lombok bagian selatan selalu terjadi krisis air bersih. Daerah Lombok Timur bagian selatan seperti kecamatan Jerowaru merupakan daerah yang selalu mengalami krisis air bersih setiap tahun.
Menurutnya, perlu ada terobosan baru untuk mengatasi krisis air bersih di daerah selatan Pulau Lombok tersebut. Ia melihat ada peluang mengatasi krisis air bersih tersebut. Karena Balai Wilayah Sungai (BWS) telah membangun jaringan air baku dari Trengwilis ke daerah selatan.
Namun, jaringan air baku tersebut belum optimal dimanfaatkan. Karena debit airnya kecil. Sehingga sudah dicarikan jalan keluar bersama Pemda Lombok Timur.
“Rencananya air yang berasal dari HLD sebagian dipasok ke jaringan SPAM Trengwilis melalui treatment. Yaitu HLD Rutus Kopang sampai Lombok Timur. Kita ambil 50-60 liter untuk air bersih,” katanya.
Berdasarkan data BPBD pada 2019 lalu sekitar 301 desa yang dilanda kekeringan di NTB. Dari jumlah desa tersebut sebanyak 183.250 KK atau 658.759 jiwa yang terkena dampak kekeringan. Yang tersebar di sembilan kabupaten/kota di NTB pada 68 kecamatan.
Masyarakat terdampak kekeringan di Pulau Lombok cukup banyak. Misalnya, Lombok Barat 6 kecamatan, 25 desa dengan jumlah 16.246 KK atau 64.985 jiwa terdampak. Kemudian Lombok Tengah 9 kecamatan, 83 desa dengan jumlah 69.380 KK atau 273.967 jiwa terdampak.
Lombok Timur sebanyak 7 kecamatan, 37 desa dan dengan jumlah 42.546 KK atau 128.848 jiwa terdampak. Lombok Utara sebanyak 5 kecamatan, 20 desa dan 9.388 KK atau 28.136 jiwa terdampak.
Selanjutnya, Sumbawa Barat sebanyak 3 kecamatan, 13 desa dan 2.660 KK atau 10.084 jiwa terdampak. Sumbawa sebanyak 17 kecamatan, 42 desa dan 20.189 KK atau 80.765 jiwa terdampak.
Dompu sebanyak 8 kecamatan, 33 desa dan 15.094 KK atau 48.717 jiwa terdampak. Bima sebanyak 9 kecamatan, 35 desa dan 1.732 KK atau 5.660 jiwa terdampak. Serta Kota Bima sebanyak 4 kecamatan, 13 kelurahan dan 6.014 KK atau 17.597 jiwa terdampak. (nas)
No Comments