Praya (Suara NTB)- Program Keluarga Harapan (PKH) di Lombok Tengah (Loteng) dituntut agar tepat sasaran. Tuntutan ini dilayangkan oleh masyarakat karena ada indikasi sejumlah masyarakat yang termasuk golongan mampu justru masih menerima program sosial dari pemerintah tersebut.
Ketua Lembaga Asuhan Keluarga Alfaizin, Faizin Gigih Wardana kepada Suara NTB, Selasa (3/12) mengatakan, di Lingkung Daye, Desa Puyung, Kecamatan Jonggat dari hasil pengamatannya di lapangan menunjukkan adanya warga miskin yang berhak memperoleh PKH, namun tidak memperolehnya.
“Khusus di Lingkung Daye itu, kenapa para lansia atau janda tua tidak diperhatikan. Kami harapkan pemerintah daerah melihat kondisi masyarakat yang miskin yang membutuhkan bantuan dan pantas untuk memperoleh program PKH dan program sosial lainnya,” ujarnya.
Ia mengharapkan agar data penerima PKH bisa diupdate kembali agar masyarakat yang berhak menerimanya bisa tercover program tersebut. PKH dinilai bisa membantu meringankan beban hidup masyarakat yang kurang mampu,”Sehingga kita harapkan pendamping program ini bisa melakukan sesuatu agar mereka bisa tercover,” terangnya.
Ia melihat ada sejumlah masyarakat yang tergolong mampu masih menerima dana sosial tersebut sehingga ada indikasi salah sasaran,” Mungkin di sana itu ada sekitar 3- 4 orang lah yang mampu secara ekonomi itu dapat. Ini sebagai sampel saja,” katanya.
Faizin mengaku sangat tertarik dengan ide untuk menempelkan stiker di rumah-rumah penerima PKH agar program ini tidak salah sasaran. Pola ini dinilai bagian dari sanksi sosial bagi masyarakat yang sudah mampu secara ekonomi namun masih menerima PHK dari pemerintah.”Saya setuju jika wacana itu diterapkan di Loteng. Misalnya dia penerima PKH sudah naik status ekonominya, kan dia malu menerima dana tersebut,” katanya.
Sementara itu, Korkab PKH Loteng Muhammad Luthfi, SP.SI mengatakan, semua bansos mulai dari PKH, BNT, hingga rumah tidak layak huni harus berbasis pada Basis Data Terpadu (BDT). Artinya Keluarga Penerima Manfaat ( KPM) yang bisa mengakses semua bantuan sosial tersebut harus masuk di BDT terlebih dahulu. “ Jika ada penambahan kuota maka datanya bisa diambil dari sana. Ketika sekarang ada masyarakat yang lebih miskin, namun belum dapat PKH atau bantuan lainnya, kemungkinan besar namanya belum dimasukkan dalam BDT ini,” terangnya.
Ia menegaskan, bagi masyarakat yang miskin dan layak menerima PKH, mereka bisa masuk di BDT. Caranya adalah masyarakat tersebut berkoordinasi dengan kadus dan operator di desa dan harus dimusyawarahkan di desa. Jika KPM tersebut tergolong kaya dan menerima PKH, bisa dikeluarkan melalui persetujuan kadus, tokoh agama dan kades.” Nanti kades berkoordinasi dengan pendamping PKH, jika tidak layak maka kami akan turun melakukan verifikasi. Jika memang sudah tidak layak menurut instrument yang ada, melalui aplikasi PKH itu bisa dikeluarkan,” katanya.
Menurutnya, di Loteng sudah banyak KPM yang tergolong mampu sudah keluar secara mandiri dan dikeluarkan oleh petugas.” Itu yang kita tekankan, bagi yang sudah kaya-kaya ini kita harapkan graduasi secara mandiri,” katanya.
Para pendamping PKH lanjutnya hanya melakukan validasi data yang sudah ada. Calon penerima yang berasal dari BDT dilakukan verifikasi di lapangan, apakah masih ada komponen PKH dalam keluarga tersebut atau tidak. Adapun kompoen PKH terdiri dari tiga yaitu terdata sebagai masyarakat miskin, memiliki komponen kesehatan seperti ibu hamil, balita dan anak pra sekolah. Kemdian memiliki komponen pendidikan yang meliputi anak usia sekolah SD sampai SMA serta komponen kesejahteraan sosial yang terdiri dari disabilitas berat dan lansia.
“Kalau ada salah satu dimiliki oleh calon penerima itu dari hasil validasi teman-teman pendamping, itulah yang digunakan sebagai acuan pembuatan rekening,” katanya.(ris)
No Comments