“Kita kan tanam di hutan kan pak, di hutan produksi. Tapi kalau kayu tetap pak. cuma kita rambas di atasnya saja (perantingan). Kalau menebang kayu kemudian menanam porang tidak berlaku di sini. Intinya tetap lestari, petaninya sejahtera. Itu saja ,”
Itu adalah cerita dari Mukhlis, Ketua Kelompok Petani Porang Dusun Besari, Desa Gondang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara. Saya sengaja mengunjungi lahan perkebunan dan kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Dusun Besari yang selama ini menjadi salah satu kawasan penanaman porang di wilayah Dayan Gunung – sebutan untuk Kabupaten Lombok Utara – pada pertengahan Desember kemarin.
Tanaman porang menjadi spesial karena kontribusinya terhadap perbaikan lingkungan hutan. Di tengah isu deforestasi di Provinsi NTB, termasuk di Kabupaten Lombok Utara, tanaman porang ini mendapat perhatian dari banyak pihak.
Mukhlis bertutur, sejak 2016 lalu masyarakat di dusun setempat mulai beralih ke tanaman porang dari sebelumnya hanya mengandalkan hidup dari hasil hutan bukan kayu semisal tanaman cokelat, kopi, jambu mete, kelapa dan lain-lainnya. Alasannya sederhana, tanaman porang menghasilkan banyak uang serta melestarikan lingkungan hutan.
Mukhlis mengajak saya naik perbukitan di dekat dusun tersebut dengan ketinggian sekitar 700 Mdpl dengan menggunakan sepeda motor untuk melihat tanaman porang yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Jalan setapak sengaja dibuat oleh masyarakat untuk memudahkan para petani melakukan aktivitas pertanian di dalam hutan.
Kata Mukhlis, petani menanam porang di lahan kebun dan Hkm di sela-sela pepohonan karena habitat tanaman ini memang lebih cocok berada di bawah naungan pohon. Setiap warga memiliki hak pengelolaan Hkm sekitar 80 are dan sebagian besar kini sudah ditanami porang.
“Kalau dulu petani tanam kopi sama cokelat, namun karena kopi sama cokelat ini tidak aman, dalam artian dulu memang banyak ditanam, cuma kan di sana banyak monyet. Monyet yang habiskan, bekas tanam cokelat akhirnya semua tanam ke porang,” tuturnya.
Dia mengatakan, hutan di kawasan Besari masih asri. Bahkan ada mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat di Lombok Utara. Bagi penduduk setempat, menjaga hutan adalah kewajiban untuk mempertahankan hidup.
“Kalau kita lihat dari desa atau kecamatan-kecamatan lain, termasuk kita di Dusun Besari Desa Gondang ini paling utuh hutan lindungnya. Sampai kita kan ada mata air di atasnya. Kalau kita tidak jaga mata air itu mungkin sudah habis,” cerita Mukhlis.
Kepala Dusun Besari, Sahadun mengatakan, ekonomi masyarakat di dusunnya tergolong sejahtera berkat porang. Dengan hasil panen sekitar 1 ton setiap petani dan harga porang sebesar Rp 7.500 perkilo membuat kesejahteraan masyarakat terangkat. Soal hutan, ia meminta agar pemerintah ikut menjaganya karena hutan yang bagus akan menciptakan produk porang yang bagus pula.
“Kita lihat dari segi ekonomi, masyarakat kita alhamdulillah tidak terlalu bawah lah di Dusun Besari ini, dibanding dengan dusun-dusun yang lain di Desa Gondang. Yang kami harapkan memang dari pemerintahan, ini supaya hutan di sekitar kita tetap dijaga,” ujarnya.
Sementara itu Koordinator Petani Porang Kecamatan Bayan, Lombok Utara Putra Anom bertutur saat ini petani sedang dalam masa penanaman porang. Petani sedang menikmati sektor penanaman porang ini lantaran hasilnya yang bagus. Saat ini perkilo umbi porang dijual dengan harga antara Rp 7- 8 ribu.
Seluruh desa di Kecamatan Bayan sudah ada areal penanaman porang ini, terutama di empat desa yang paling menonjol yaitu di Senaru, Loloan, Batu Rakit, dan Sabik Elen. Desa-desa ini berbatasan langsung dengan kawasan hutan di kaki Gunung Rinjani. Petani yang dulunya hanya menggantungkan hidupnya di hasil hutan non kayu, kini sudah beralih ke tanaman porang. Mereka menanam di kebun dan di lahan HKm. Jumlah petani porang di Lombok Utara saat ini sekitar 800 orang.
“Itulah keuntungan dari porang ini, bukan sekedar menyelematkan ekonomi juga menyelematkan alam. Yang dimana apada awalnya mata pencahariannya hanya hutan dan hutan, namun dengan budidaya porang, teman-teman di seputaran Bayan sudah jarang bahkan tidak ada sama sekali yang mencari kehidupan di hutan, karena apa? begitu mereka melakukan budidaya porang, secara tidak langsung teman-teman ini sudah menjaga kayu itu sendiri karena untuk naungan pada porang,” katanya.
Dia mengatakan, meski banyak petani menanam porang di kawasan HKm, namun mereka makin was-was dengan keamanan tanaman mereka lantaran rawan pencurian umbi porang, karena harganya yang tinggi. Luasan HKm yang dipakai untuk penanaman porang di Kecamatan Bayan saja lebih dari 100 hektar. Selebihnya porang di tanam di lahan perkebunan. Kini pihaknya sedang fokus memberikan edukasi kepada petani agar tetap menjaga keasrian hutan, sebab porang dan hutan saling melengkapi.
“Karena sesunggnya porang ini kan tanaman hutan, kalau kita tanam di tempat yang terbuka itu juga sia-sia. Yang kita upayakan petani itu kita mengedukasi petani agar tak lagi merusak hutan. Kalau mereka menanam di lahan terbuka, dia tumbuh namun tidak maksimal, ujung-ujungnya nanti petani pakai pupuk kimia,” ujar Putra Anom.
Beberapa tahun terakhir, pamor “pohon emas” seperti cengkih dan vanili di Lombok Utara telah digusur oleh porang. Sebab cengkih dan vanili jika harganya anjlok, petani akan merugi. Petani tak memiliki kuasa atas pasar. Beda halnya dengan tanaman porang yang sebelum panen dimulai, harganya sudah disepakati terlebih dahulu dengan pihak perusahaan, sehingga cenderung lebih aman.
“Cengkih, vanili bisa dikatakan pohon emas, namun jika anjlok harganya petani itu mau tak mau petani itu harus jual dengan harga yang tak sesuai. Mau distok juga busuk atau rusak, kalau porang beda, kita deal harga dulu baru kita panen,” tambahnya.
Putra Anom yang juga ketua Koperasi Porang di Bayan menuturkan, Lombok Utara banyak menghasilkan produk porang yang berkualitas. Dalam setahun, porang yang berhasil dijual bisa mencapai 187 ton. Itu di Bayan saja, belum di kecamatan lainnya.
Budidaya pertanian porang di Lombok Utara tak bisa lepas dari peran Prof Suwardji. Guru Besar Fakultas Pertanian dari Universitas Mataram inilah yang menggerakkan pertanian porang, tidak hanya di Lombok Utara saja melainkan di seluruh NTB. Ia juga yang menghubungkan para petani dengan para pembeli, sehingga produk porang tetap terserap di pasaran.
Prof Suwardji menegaskan, pertanian porang ini memiliki dua misi penting yaitu penanganan kerusakan lingkungan dan pengentasan kemiskinan. Di beberapa kawasan hutan yang rusak di Lombok Utara akan menjadi sasaran tanaman porang untuk melestarikan lagi kawasan hutan. Porang ini tumbuh subur tanpa pupuk sehingga lingkungan tetap bagus.
“Pertama itu program pengentasan kemiskinan yang saya usung itu, kedua program penanganan kerusakan lingkungan. Wilayah Kecamatan Gangga itu kan wilayah hutan Monggal sebenarnya di bagian atas wilayah, di atas itu kan sudah rusak sekali. Sehingga porang adalah tanaman yang mampu bertahan dan hidup dengan bagus di bawah naungan,” jelasnya.
Porang adalah tanaman tumpang sari. Dia tumbuh dengan bagus saat berdampingan dengan pohon keras lainnya. Karena itu Suwardji bersama masyarakat sedang berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui tanaman yang banyak dicari oleh pasar seperti buah alpukat dan duren.
Dia berharap, pemanfaatan lahan Hkm dengan luas areal sekitar 30 persen dari total area penanaman porang di Lombok Utara bisa berjalan dengan baik.
“Sebagian arau sekitar 30 persen di lahan HKm. Kita sudah membuat MoU dengan pengelola kehutanan. Masyarakat membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak-red), atau membayar sewa lah pokoknya. Saya berharap mereka makin baik dan terbib dalam penggunaan asset negara
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Muhammad Riadi mengatakan, pertanian porang memang sedang diminati oleh para petani. Luas area penanaman porang di Provinsi NTB sekitar empat ribu hektar, baik di lahan kebun maupun HKm. Namun karena pola tanaman ini tumpang sari, areal potensial porang lebih dari lima ribu hektar.
“Yang 4000 saya ekspose itu kan ekuivalen dengan data luas tanaman kopi, luas tanaman coklat kita, baik itu di kawasan HKm, maupun di kebun-kebun milik masyarakat. Malah lebih dari lima ribu hektar sebenarnya, karena data luas lahan kopi kita saja lima ribu sekian kan. Di semua areal tanaman kopi, di semua area tanaman coklat, di semua area tanaman jambu mete itu areal-areal potensial tempat budidaya porang,” ujar Riadi.
Yang membuat tanaman ini disukai selain karena nilai ekonominya, juga perannya terhadap kebaikan lingkungan. Sebab tegakan pohon di kawasan hutan adalah habitat yang cocok untuk tanaman ini. Karena itulah dia tak merekomendasikan tanaman porang di lahan persawahan.
“Secara tidak langsung pasti akan menanam tegakannya untuk naungannya kan. Karena kalau tak ada naungannya, misalnya di lahan terbuka, produktifitasnya akan rendah. Dan tumbuhnya tidak baik. Porang ini saya tidak rekomendasikan di lahan sawah, karena itu akan mengurangi target-target produksi kita di tanaman pangan,” tutupnya.
Reporter : Zainudin Syafari
No Comments