Warga Dayan Gunung Menjaga Hutan dengan Porang (Bagian II)

Global FM
9 Feb 2022 23:22
5 minutes reading
Kawasan hutan di Kabupaten Lombok Utara. Sebagian di antaranya sudah ditanami porang, namun masih banyak yang belum ditanami komoditas yang relatif baru ini (Global FM Lombok/ist)

SEBAGIAN petani di Kabupaten Lombok Utara (KLU) kini sudah mengenal kultur penanaman porang. Dulu petani kebun di Dayan Gunung – sebutan untuk Kabupaten Lombok Utara- hanya mengandalkan hasil hutan bukan kayu semisal tanaman cokelat, kopi, jambu mete, kelapa dan lain-lainnya. Petani di daerah ini membuat demam porang karena hasil yang menggembirakan.

Koordinator Petani Porang Kecamatan Bayan, Lombok Utara Putra Anom bertutur saat ini petani sedang dalam masa penanaman porang. Petani sedang menikmati komoditas porang ini lantaran hasilnya yang bagus. Saat ini per kilo umbi porang dijual dengan harga antara Rp 7- 8 ribu.

Seluruh desa di Kecamatan Bayan sudah ada areal penanaman porang ini, terutama di empat desa yang paling menonjol yaitu di Senaru, Loloan, Batu Rakit, dan Sabik Elen. Desa-desa ini berbatasan langsung dengan kawasan hutan di kaki Gunung Rinjani.

Petani yang dulunya hanya menggantungkan hidupnya di hasil hutan non kayu, kini sudah beralih ke tanaman porang. Mereka menanam di kebun dan di lahan HKm. Jumlah petani porang di Lombok Utara saat ini sekitar 800 orang. 

“Itulah keuntungan dari porang ini, bukan sekedar menyelamatkan ekonomi juga menyelamatkan alam. Yang dimana pada awalnya mata pencahariannya hanya hutan dan hutan, namun dengan budidaya porang, teman-teman di seputaran Bayan sudah jarang bahkan tidak ada sama sekali yang mencari kehidupan di hutan, karena apa? begitu mereka melakukan budidaya porang, secara tidak langsung teman-teman ini sudah menjaga kayu itu sendiri karena untuk naungan pada porang,” tutur Putra Anom.

Petani sedang menimbang bibit porang sebelum dijual atau ditanam (Global FM Lombok/ist)

Luasan HKm yang dipakai untuk penanaman porang di Kecamatan Bayan saja lebih dari 100 hektar. Selebihnya porang di tanam di lahan perkebunan. Kini  Putra Anom sedang fokus memberikan edukasi kepada petani agar tetap menjaga keasrian hutan, sebab porang dan hutan saling melengkapi.

“Karena sesunggnya porang ini kan tanaman hutan, kalau kita tanam di tempat yang terbuka itu juga sia-sia. Yang kita upayakan petani itu kita mengedukasi petani agar tak lagi merusak hutan. Kalau mereka menanam di lahan terbuka, dia tumbuh namun tidak maksimal, ujung-ujungnya nanti petani pakai pupuk kimia,” ujarnya.

Beberapa tahun terakhir, pamor “pohon emas” seperti cengkih dan vanili di Lombok Utara telah digusur oleh porang. Sebab cengkih dan vanili jika harganya anjlok, petani akan merugi. Petani tak memiliki kuasa atas pasar. Beda halnya dengan tanaman porang yang sebelum panen dimulai, harganya sudah disepakati terlebih dahulu dengan pihak perusahaan, sehingga cenderung lebih aman.

“Cengkih, vanili bisa dikatakan pohon emas, namun jika anjlok harganya petani itu mau tak mau petani itu harus jual dengan harga yang tak sesuai. Mau distok juga busuk atau rusak, kalau porang beda, kita deal harga dulu baru kita panen,” katanya.

Gotong royong penanaman porang di lahan perkebunan

Budidaya pertanian porang di Lombok Utara tak bisa lepas dari peran Prof Suwardji. Guru Besar Fakultas Pertanian dari Universitas Mataram inilah yang menggerakkan pertanian porang, tidak hanya di Lombok Utara saja melainkan di seluruh NTB. Ia juga yang menghubungkan para petani dengan para pembeli, sehingga produk porang tetap terserap di pasaran.

Prof Suwardji mengatakan, pertanian porang  ini memiliki dua misi penting yaitu penanganan kerusakan lingkungan dan pengentasan kemiskinan. Di beberapa kawasan hutan yang rusak di Lombok Utara akan menjadi sasaran tanaman porang untuk melestarikan lagi kawasan hutan. Porang ini tumbuh subur tanpa pupuk sehingga lingkungan tetap bagus.

 “Pertama itu program pengentasan kemiskinan yang saya usung itu, kedua program penanganan kerusakan lingkungan. Wilayah Kecamatan Gangga itu kan wilayah hutan Monggal sebenarnya di bagian atas wilayah, di atas itu kan sudah rusak sekali. Sehingga porang adalah tanaman yang mampu bertahan dan hidup dengan bagus di bawah naungan,” kata Suwardji.

Porang adalah tanaman tumpang sari. Dia tumbuh dengan bagus saat berdampingan dengan pohon keras lainnya. Karena itu Suwardji bersama masyarakat sedang berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui tanaman yang banyak dicari oleh pasar seperti buah alpukat dan duren.

“Sebagian arau sekitar 30 persen di lahan HKm. Kita sudah membuat MoU dengan pengelola kehutanan. Masyarakat membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak-red), atau membayar sewa lah pokoknya. Saya berharap mereka makin baik dan terbib dalam penggunaan asset negara,” ujar guru besar ini.  

Petani porang di Bayan Lombok Utara sedang menanam bibit porang di lahan perkebunan sebelum dijual atau ditanam di dalam hutan (Global FM Lombok/ist)

Adapun luas area penanaman porang di Provinsi NTB berdasarkan data Dinas Pertanian NTB sekitar empat ribu hektar, baik di lahan kebun maupun HKm, bahkan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Muhammad Riadi mengatakan, jumlahnyabisa mencapai lebih dari lima ribu hektar karena pola tanamannya adalah tumpang sari.

“Yang 4000 hektare yang saya ekspose itu kan ekuivalen dengan data luas tanaman kopi, luas tanaman coklat kita, baik itu di kawasan HKm, maupun di kebun-kebun milik masyarakat. Malah lebih dari lima ribu hektar sebenarnya, karena data luas lahan kopi kita saja lima ribu sekian kan. Di semua areal tanaman kopi, di semua area tanaman coklat, di semua area tanaman jambu mete itu areal-areal potensial tempat budidaya porang,” terang M. Riadi.

Yang membuat tanaman ini disukai selain karena nilai ekonominya, juga perannya terhadap kebaikan lingkungan. Sebab tegakan pohon di kawasan hutan adalah habitat yang cocok untuk tanaman ini. Karena itulah dia tak merekomendasikan tanaman porang di lahan persawahan.

“Secara tidak langsung pasti akan menanam tegakannya untuk naungannya kan. Karena kalau tak ada naungannya, misalnya di lahan terbuka, produktifitasnya akan rendah. Dan tumbuhnya tidak baik. Porang ini saya tidak rekomendasikan di lahan sawah, karena itu akan mengurangi target-target produksi kita di tanaman pangan,” tutupnya.( Zainudin Syafari/ris)

No Comments

Leave a Reply