Mataram (Global FM Lombok)- Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi NTB diusik oleh pernyataan salah satu anggota DPRD NTB, Made Slamet yang menganggap ada praktik pencucian uang dalam program unggulan zero waste.
Dalam sebuah pemberitaan, tudingan tersebut menurut Made Slamet didasari dana besar yang dianggarkan tiap tahun untuk zero waste ini namun hingga kini dinilai belum ada hasilnya. Selain itu, anggota fraksi PDIP ini juga menyinggung soal gagalnya program tanpa plastik di kantor-kantor pemerintahan.
“Itu pernyataan menyesatkan. Kalau pencucian uang itu biasanya sumbernya ilegal seperti uang prostitusi, uang judi, uang narkoba. Sehingga pencucian dianggap melanggar hukum. Kalau program zero waste sumber anggarannya APBD. Sumbernya jelas,” kata Kepala Dinas KLH Provinsi NTB, Madani Mukarom, saat memberikan keterangan resmi kepada wartawan akhir pekan kemarin di kantornya.
Program NTB zero waste sampai saat ini banyak pihak yang telah berkontribusi dalam mendukung pelaksanaannya. Tetapi diakui tidak sedikit pula kelompok pemangku kepentingan hingga kelompok masyarakat bersuara tentang progress program zero waste yang terkesan tidak memberikan pengaruh nyata dalam pengelolaan sampah di NTB.
“Adapun tudingan-tudingan negatif terhadap program zero waste kami akan terus memberikan pemahaman – pemahaman sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami program zero waste,” ujarnya.
Tudingan tersebut dianggap kurang tepat. Jika kita melihat sejak tiga tahun yang lalu digaungkannya program zero waste, banyak masyarakat yang mulai peduli, dimana buktinya aduan tentang timbulan sampah ilegal dari berbagai lapisan masyarakat muncul di laman media sosial Dinas LHK, aplikasi NTB Care, Aplikasi Lestari, hingga Media Sosial Pimpinan Daerah.
Tidak hanya itu, tren penganggaran program zero waste sempat mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19 dua tahun terakhir namun program Zero Waste tetap berjalan.
Selama tiga tahun, dukungan APBD yang dianggarkan untuk pelaksanaan program zero waste di NTB dari 2019 sampai 2021 yaitu sebesar Rp 47, 2 miliar. Angka ini menurut kepala dinas relatif rendah jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk investasi pembangunan dan operasional system pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan, TPS, TPS 3R, TPST, Pengangkutan, dan TPA yang besarnya diperkirakan lebih kurang Rp 100.000 per ton.
Dengan proyeksi sampah harian di Provinsi NTB sebesar 2.500 ton/hari, maka dibutuhkan setidaknya anggaran sebesar Rp 90 miliar per tahun untuk pengelolaan sampah sehingga program zero waste benar-benar berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan keterbatasan anggaran menurut kepala dinas, sampah dari masyarakat yang tahun 2019 lalu hanya 20 persen sampai ke tempat pembuangan di Kebon Kongok, Lombok Barat, saat ini sudah naik menjadi 50 persen.
“Artinya, tanpa disadari, kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya sudah tumbuh dan ini tidak mudah,” jelasnya.
Bahkan tahun ini, Pemprov NTB akan memperluas lahan penanganan sampah di Kebon Kongok dengan membeli lahan seluas 5 hektar. Sehingga lahan eksisting untuk menampung sampah menjadi 10 hektar.
“Kalau tidak diperluas lahannya, daya tampungnya tidak mampu. Sampah bisa jadi bencana di Kebon Kongok,” demikian Madani.(ris)
No Comments