Mataram (Global FM Lombok)-
Perkawinan anak masih menjadi salah satu tantangan utama di Provinsi NTB, terlebih provinsi ini masih menduduki posisi tiga teratas di Indonesia untuk angka perkawinan anak. Merespons hal ini, berbagai pihak berupaya melakukan pencegahan termasuk mengeluarkan peraturan daerah, kampanye stop perkawinan anak, penguatan kapasitas anak, orang tua, tenaga pendidik hingga tokoh agama dan adat.
Di Provinsi NTB, prevalensi kasus perkawinan anak tahun 2023 sebesar 17,32 persen, meningkat dari tahun 2022 yang sebesar 16,23 persen. Khusus di Kabupaten Lombok Barat, angka perkawinan anak tercatat sebanyak 233 anak tahun 2023.
Salah satu program di NTB yang tiga tahun terakhir gencar melakukan pencegahan perkawinan anak adalah Gema Cita atau Generasi Emas Bangsa Bebas Perkawinan Usia Anak. Program ini dilaksanakan Plan Indonesia berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Provinsi NTB, termasuk anak pendidik sebaya, pihak sekolah, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), serta tim Sekolah Ramah Anak (SRA).
Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti mengatakan, pihaknya bekerja selama delapan tahun di NTB hingga tiga tahun terakhir melalui program Gema Cita. Program ini bertujuan untuk mendorong program-program pemerintah nasional untuk percepatan pengurangan dan penghapusan perkawinan anak serta kehamilan remaja.
“Kami berharap upaya ini akan terus berlangsung terutama dengan kuatnya komitmen Pemda,” kata Dini Widiastuti saat melaksanakan dalam lokakarya terkait Pembelajaran Perjalanan Program Gema Cita, sebuah Praktik Baik dan Tantangan yang berlangsung di gedung BPSDM NTB, Rabu (18/9) kemarin.
Menurutnya, Gema Cita telah berhasil mendampingi 154 pendidik sebaya, yang 60 persen di antaranya adalah anak perempuan di Kabupaten Lombok Barat. Pendidik sebaya juga terbukti mengedukasi lebih dari 2.300 teman sebayanya, telah ikut melakukan pembelasan perkawinan anak, serta mempertahankan teman sebayanya untuk tetap sekolah, baik anak yang sudah kawin maupun hampir dikawinkan.
Berbagai upaya advokasi juga telah mendorong Pemerintah Kabupaten Lombok Barat untuk menandatangani Peraturan Bupati (Perbup) Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan Perkawinan Anak (PPA) dan mengalokasikan Rp 200 juta untuk sosialisasi Perbup RAD PPA.
Kepala DP3AP2KB NTB Nunung Triningsih, MM yang mewakili Penjabat (Pj) Gubernur NTB saat membuka membuka acara memberikan apresiasinya terhadap kerja baik Plan Indonesia yang dilakukan selama tiga tahun untuk mencegah perkawinan anak di Kabupaten Lombok Barat. Pemprov NTB juga selama ini terus fokus dalam mencegah perkawianan anak melalui sejumlah program di lapangan.
“Kami ucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada Plan Indonesia yang sudah banyak membantu mengurangi angka perkawinan anak dan pencegahan perkawinan anak,” kata Nunung.
Nunung menjelaskan bahwa sejak kehadiran program Gema Cita pada tahun 2022, Kabupaten Lombok Barat telah berhasil mencegah perkawinan anak di NTB. Upaya kolaborasi seperti ini harapannya dapat direplikasi di kota dan kabupaten lainnya di NTB. Walaupun sudah ada Perda No. 5/2021, Gerakan Anti Merariq Kodek, UU TPKS, implementasi berbagai regulasi ini masih menjadi PR yang implementasinya perlu diperkuat.
“Kami akan terus bekerja salah satunya melalui evaluasi rencana aksi daerah pencegahan perkawinan anak, tentunya untuk memastikan bahwa program pencegahan perkawinan anak ini tidak berakhir sampai di sini,” tambah Nunung.
Hadir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Suhaeni yang menanggapi bahwa seluruh permasalahan perkawinan anak di provinsi NTB ini bisa diselesaikan jika seluruh stakeholders melakukan kerja-kerja nyata untuk diri sendiri dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri, tentu seluruh stakeholder harus bekerja dan bersinergi bersama,” tambah Suhaeni.
Hal ini, disambut oleh dari Dr. Mutmainnah, Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Lombok Barat, yang berkomitmen untuk mendampingi awiq-awiq pencegahan perkawinan anak di 22 desa, dan menargetkan di tahun 2025 awiq-awiq tersebut sudah ada di semua desa di Kabupaten Lombok Barat.
Program Gema Cita berfokus pada pencegahan kehamilan remaja, kekerasan terhadap anak, dan
perkawinan anak. Program ini bertujuan agar anak dan kaum muda, khususnya perempuan, mampu
membuat keputusan yang tepat untuk hidup bebas dari perkawinan anak dan kehamilan remaja.
Gema Cita bergerak melalui peningkatan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), kesetaraan
gender, dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten
Sukabumi, dan Kabupaten Nagekeo. Implementasinya dilakukan melalui kerja sama dengan
pemerintah desa, sekolah, remaja, dan kaum muda. Khususnya, dalam membentuk dan menjalankan
Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) di 6 desa, juga mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA)
di 13 sekolah dari 3 kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Nagekeo,
sejak Januari 2022.(ris)
No Comments