Jakarta (Global FM Lombok)-
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan II-2024 tetap terjaga di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global, seiring ketidakpastian ekonomi global dan risiko geopolitik dunia yang masih tinggi.
Memasuki awal triwulan III-2024, tekanan terpantau mereda, namun berbagai faktor risiko yang berkembang tetap perlu dicermati dan diantisipasi.
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana disepakati dalam rapat berkala KSSK III tahun 2024 pada Senin (29 Juli 2024) akan terus memperkuat koordinasi serta meningkatkan kewaspadaan seiring masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global dan dinamika geopolitik dunia, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Dalam rilis resmi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) 2 Agustus 2024 menyebutkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang stabil.
Dalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) Juli 2024, IMF memproyeksikan ekonomi global tumbuh 3,2% yoy pada 2024, dibandingkan 3,3% yoy pada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik didorong permintaan domestik, sedangkan ekonomi Tiongkok belum kuat dengan pertumbuhan triwulan II-2024 sebesar 4,7% yoy, seiring lemahnya permintaan domestik dan berlanjutnya tekanan sektor properti.
Perkembangan terkini menunjukkan inflasi AS di Juni 2024 menurun sejalan dengan turunnya tekanan harga energi dan perumahan, sementara tingkat pengangguran di AS meningkat, yang
kemudian mendorong prakiraan penurunan Fed Funds Rate (FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024.
Namun demikian, yield US Treasury 10 tahun diprakirakan tetap tinggi karena kebutuhan pembiayaan defisit anggaran Pemerintah AS. Selain itu, indeks mata uang dolar juga masih kuat.
Perkembangan ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, yang bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang belum
mereda, dan perkembangan politik yang dinamis seiring penyelenggaraan Pemilu di berbagai negara (termasuk AS), mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas.
Ke depan, penguatan respons kebijakan perlu terus dilakukan untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di tengah tingginya ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang baik.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2024 diprakirakan tetap tumbuh di
atas 5% yoy, melanjutkan kinerja triwulan I-2024 yang tumbuh sebesar 5,11% yoy, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.
Ekspor barang diprakirakan meningkat, didorong ekspor produk manufaktur dan pertambangan, terutama ke negara mitra dagang utama seperti India dan Tiongkok. Ke depan, peningkatan aktivitas perekonomian domestik diprakirakan
berlanjut hingga akhir tahun 2024.
Kebijakan belanja pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) untuk masyarakat rentan diharapkan mendorong laju pertumbuhan konsumsi masyarakat. Selain itu, aktivitas penyelenggaraan Pilkada serentak
pada bulan November 2024 diprakirakan juga memberikan dampak positif bagi aktivitas konsumsi.
Investasi diprakirakan menguat sejalan dengan penyelesaian target pembangunan infrastruktur dan investasi sektor swasta. Sementara dari sisi produksi, aktivitas perekonomian
masih ditopang sektor manufaktur, konstruksi, dan perdagangan yang diprakirakan tetap kuat seiring dengan peningkatan nilai tambah dan output produksi didukung oleh keberlanjutan hilirisasi.
Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 diprakirakan pada kisaran 5,0-5,2% yoy
Nilai tukar Rupiah menguat dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh BI dalam memitigasi dampak rambatan global. Nilai tukar Rupiah per tanggal 26 Juli 2024 menguat 0,52% mtd dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024.
Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah melemah 5,48% ytd sejalan dengan
kondisi global, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negaranegara kawasan, seperti Won Korea (6,93% ytd) dan Yen Jepang (8,27% ytd).
Kinerja Rupiah yang membaik tersebut ditopang oleh komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta
berlanjutnya aliran masuk modal asing dan surplus neraca perdagangan barang. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar 140,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah yang
kemudian mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing.
BI terus mengoptimalkan seluruh
instrumen moneter, termasuk memperkuat strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, dan terus memperkuat koordinasi dengan
Pemerintah untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.(r)
No Comments