Soal Sengketa Lahan “Kebun Kopi”, Pemprov NTB Akan Ajukan PK

Global FM
20 Nov 2015 15:26
2 minutes reading
sengketa-lahan

sengketa-lahan

Mataram (Global FM Lombok)- Pemerintah provinsi (Pemprov) NTB tetap kukuh mempertahankan lahan “Kebun Kopi’’ yang dijadikan sebagai lokasi pembangunan perumahan anggota DPRD NTB di wilayah Karang Kelok Mataram. Pemprov juga menanggapi datar rencana ahli waris yang mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Mataram atas lahan yang bersengketa tersebut. Pemprov NTB menilai permintaan eksekusi itu merupakan hal yang wajar, namun Pemprov NTB juga memiliki hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus sengketa lahan tersebut.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, H. Iswandi kepada Global FM Lombok, di kantor gubernur NTB, Jum’at (20/11) mengatakan, Pemprov NTB akan mengajukan PK terhadap keputusan Pengadilan Tinggi Mataram yang memenangkan ahli waris dari I Gusti Made Mambal (alm) tahun 2012 lalu yang menyatakan bahwa penggugat ahli waris 1, I Gusti Made Mambal sebagai pemilik sah atas lahan “Kebun Kopi” itu.

Menurutnya, dokumen yang digunakan ahli waris untuk mengklaim lahan itu miliknya, tidak sesuai dengan aturan. Misalnya saja, dari segi bahasa yang mengindikasikan bahwa dokumen tersebut “aspal’ atau tidak valid.

“Kita tidak bisa melarang orang untuk mendaftar ya tapi kita juga punya hak untuk melakukan proses peninjaun. Kita akan tempuh peninjauan kembali karena kita merasa cukup bukti bahwa dokumen yang mereka gunakan untuk melakukan klaim, yang pertama dari bahasa saja di dokumen yang mereka gunakan untuk mengajukan klaim itu adalah tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa. Ada dugaan kita bahwa dokumen yang mereka gunakan itu aspal dan kita akan segera ajukan untuk proses PK”, katanya.

Ia mengatakan, Pemprov NTB memiliki bukti yang cukup kuat bahwa lahan seluas 70 are yang berlokasi di belakang kantor Imigrasi Mataram itu merupakan milik Pemprov NTB. Hanya saja, dalam proses persidangan kurang diperhatikan oleh aparat penegak hukum. Itulah yang akan diperkuat kembali oleh Pemprov NTB dan membuktikan bahwa ahli waris menggunakan dokumen-dokumen yang menurutnya tak valid.

Ia mengatakan, tidak absahnya dokumen itu juga menjadi alasan Pemprov NTB untuk tidak memenuhi negosiasi dengan ahli waris. Dalam negosiasi yang memakan waktu hampir dua tahun itu, ahli waris memilih damai dan meminta Pemprov NTB membayar lahan tersebut seharga Rp 170 juta per are.

Sebelumnya kuasa hukum ahli waris penggugat, I Ketut Sumertha mengatakan, selama satu tahun, ahli waris mencoba bernegosiasi dengan pemprov NTB agar menyelesaikan melalui proses damai. Negosiasi mentok sampai akhirnya dilayangkan somasi. namun karena tidak juga digubris, akhirnya diajukan eksekusi. (irs)-

 

No Comments

Leave a Reply