Mataram (Global FM Lombok)- Revisi UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sedang dalam proses pembahasan di Komisi V DPR RI. Revisi tersebut masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2020. Namun di sisi lain, banyak substansi terkait UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga masuk dalam RUU Cipta Kerja yang saat ini pembahasannya juga sedang berjalan di Baleg DPR RI.
“Hal ini tentunya dapat mengganggu proses revisi yang sedang berjalan di Komisi V, karena isu-isu pembahasan RUU Cipta Kerja yang berjalan di Baleg juga bersifat sangat teknis,” kata anggota Komisi V DPR RI H.Suryadi Jaya Purnama (SJP) dalam rilis yang diterima Global FM Lombok, Minggu (10/05/2020).
Anggota DPR RI dari Dapil Pulau Lombok ini mengatakan, beberapa isu terkait perubahan UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diangkat oleh RUU Cipta Kerja antara lain Klasifikasi Jalan, Pembangunan dan Pengelolaan Terminal, Izin Trayek dan ketentuannya, Izin Lahan Parkir dan Bengkel Umum, Kerjasama dengan Pihak Ketiga untuk Pengelolaan Terminal, Unit Penyelenggara Uji Tipe dan Penimbangan Kendaraan serta Riset dan Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor.
“Dimana dari keseluruhan isu tersebut hal yang sangat dominan adalah terkait pelemahan kewenangan Pemerintah Daerah dalam berbagai proses perizinan, padahal kewenangan yang dilemahkan erat kaitannya dengan pengendalian wilayah. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat otonomi daerah yang merupakan salah satu buah hasil reformasi,” ujar anggota Fraksi PKS tersebut.
Menurutnya, perubahan substansial yang sangat teknis ini seharusnya tidak dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja dan lebih cocok masuk dalam revisi UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dibahas oleh Komisi V yang membidangi secara khusus masalah transportasi.
Selain itu beberapa ketidaksinkronan antara naskah akademik dan RUU Cipta Kerja, semakin memperlihatkan kecerobohan dan ketidaksiapan pemerintah dalam mengajukan suatu Rancangan Undang-Undang yang diproyeksikan akan membawa perubahan massif terhadap Undang-Undang lainnya.
“Padahal Undang-Undang yang menjadi obyek perubahan, merupakan buah hasil pemikiran yang mendalam dari wakil rakyat bersama pemerintahan terdahulu yang prosesnya memakan waktu bertahun-tahun,” tambahnya.
Ia mengatakan, adanya pembahasan RUU Cipta Kerja ditengah wabah Covid-19 yang sedang melanda Indonesia dan juga penolakan yang sangat keras dari kalangan buruh semakin memperlihatkan bahwa RUU Cipta Kerja sangat bermasalah dari segi konten dan prosesnya.
“Oleh sebab itu FPKS berpandangan bahwa seharusnya pemerintah menarik draft RUU Cipta Kerja tersebut dan memperbaiki konten-konten bermasalah sebelum dibahas kembali bersama DPR. Terlebih lagi disaat seperti ini, sebaiknya pemerintah fokus menyelamatkan nyawa bangsa Indonesia terlebih dahulu dengan membasmi wabah Covid-19 sampai tuntas,” tutupnya.(ris) ��S��2
No Comments