Mataram (Global FM Lombok)- Luas lahan pertanian produktif di Kota Mataram terus mengalami penyempitan. Setiap tahun, lahan pertanian ini berkurang sebanyak 55 sampai 75 hektar. Adapun sekarang ini, lahan pertanian yang tersisa di ibu kota provinsi NTB tersebut sebanyak 1.973 hektar dari total luas lahan pertanian yakni 6.130 hektar. Persoalan ini menjadi tantangan besar bagi Pemkot Mataram lantaran rata-rata lahan pertanian tersebut dikuasai oleh pengusaha. Sementara petani merupakan penggarap.
Hal itu dikatakan Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana saat launching Green House Sitalas Hidroponik, Kamis (3/8) di kawasan Udayana. Ia mengatakan, pada tahun 2031 mendatang, lahan pertanian di Kota Mataram diprediksi hanya tersisa hanya ratusan hektar saja. Di satu sisi, arah pembangunan di Kota Mataram adalah sektor jasa dan akomadasi sehingga memerlukan dukungan bisnis perhotelan.
“Dan ini terus mengalami reduksi, mengalami penurunan. Bahkan tadi diproyeksikan tahun 2031 itu tersisa ratusan hektar. Itu sekaligus menjadi tantangan bagi kita untuk mencari jalan keluar terhadap persoalan yang kita hadapi. Karena persoalan yang kita hadapi, rata-rata lahan pertanian di Kota ini dimiliki oleh petani yang menggarap. Kemarin saya juga hadiri pertemuan kelompok tani di Sekarbela, di situ masih tersisa 140 hektar lahan palawija yang ada di situ”,katanya.
Mohan mengatakan, pengembangan hidroponik yang baru dirintis di Kota Mataram bisa jadi jalan keluar atas masalah penyempitan lahan ini. Ia meyakini bahwa pengembangan hidroponik di Kota Mataram bisa menjadi solusi bagi petani dalam mengantisipasi dampak kedepan akibat penyempitan lahan pertanian. Ia menyebutkan, jumlah petani yang ada di Kota Mataram sekitar 4.100 orang petani. Pola tanaman hidroponik ini bahkan sekarang menjadi trend. Di kota lain, penghasilan dari pengembangan hidroponik ini minimal Rp 40 juta per bulan. Kalau diseriusi, ini akan relevan dengan persoalan yang dihadapi oleh petani. (dha)-
No Comments