Mataram (Global FM Lombok)- Maraknya penawaran pinjaman online (pinjol) ilegal di wilayah NTB telah meresahkan banyak pihak. Keberadaan pinjol ilegal dinilai lebih banyak merugikan konsumen, dibandingkan manfaatnya. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pemahaman masyarakat mengenai layanan pinjol ilegal dan risikonya, sehingga hal ini menjadi atensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala OJK Provinsi NTB Rico Rinaldy menekankan pentingnya masyarakat untuk memahami bahwa pinjol ilegal berbeda dengan fintech lending/peer-to-peer lending yang berada di bawah pengawasan OJK.
“Pinjol ilegal memiliki ciri-ciri umum, diantaranya tidak memiliki izin resmi, tidak ada identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah, informasi bunga dan denda tidak jelas, bunga pinjaman tidak dibatasi, dapat mengakses seluruh data di ponsel, serta menggunakan ancaman teror dan menyebarkan foto/video pribadi,” kata Kepala OJK Provinsi NTB Rico Rinaldy, Senin (23/08).
Tidak heran kemudian bila konsumen pinjol ilegal kerap kali mengeluh sulit untuk keluar dari jerat tersebut, dan merasa terintimidasi dengan penagihan yang dilakukan.
Ia mengatakan, praktek pinjol ilegal jauh berbeda dengan fintech lending/pinjol resmi yang menjalankan operasionalnya berdasarkan POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK tersebut mengatur secara menyeluruh mulai dari perizinan, batasan kegiatan, hingga larangan penyelenggara.
Mereka hanya diperkenankan untuk mengakses camera, microphone, dan location dari ponsel konsumen, sehingga penagihan dengan ancaman penyebaran data pribadi dapat dicegah.
Selain itu konsumen pinjol resmi dapat mengakses layanan pengaduan OJK melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK), yang dapat diakses langsung melalui www.kontak157.ojk.go.id. Masyarakat pun dapat dengan mudah mengecek daftar pinjol resmi di laman www.ojk.go.id, atau menghubungi kontak OJK 157 dan layanan WA 081-157-157-157. Mengacu pada data per 27 Juli 2021, jumlah fintech yang terdaftar dan/atau berizin di OJK berjumlah 121 entitas.
Rico mengatakan, OJK selama ini telah melakukan berbagai kebijakan untuk memberantas pinjol ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI), termasuk menjalankan berbagai program edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK dan mencegah masyarakat memanfaatkan pinjol ilegal.
OJK juga telah mendapatkan respon positif dari Google atas permintaan kerja sama mengenai syarat aplikasi pinjaman pribadi di Indonesia yang sering disalahgunakan oleh pinjol ilegal. Terhitung sejak tanggal 28 Juli 2021, Google menambahkan persyaratan tambahan kelayakan bagi aplikasi pinjaman pribadi antara lain berupa dokumen lisensi atau terdaftar di OJK.
Langkah terbaru yang dilakukan dalam membendung tawaran pinjol ilegal adalah melalui Pernyataan Bersama Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia pada tanggal 20 Agustus 2021, untuk memperkuat aspek pencegahan, penanganan pengaduan masyarakat, dan penegakan hukum.
“Kami mengharapkan peran aktif masyarakat dalam memutus rantai pinjaman online ilegal, yaitu dengan tidak mengakses, mengunduh aplikasi, dan mengajukan pinjaman online ilegal. Pinjol ilegal tidak dapat tumbuh jika tidak ada demand atau permintaan dari masyarakat,” ujar Rico.
Untuk itu masyarakat diharapkan untuk tidak mudah tergiur dengan berbagai penawaran pinjol ilegal yang kerap disampaikan melalui SMS atau WA, serta melaporkan kasus pinjaman online ilegal melalui Kepolisian lewat website https://patrolisiber.id dan [email protected] atau Kontak OJK 157 (WA 081-157-157-157), email [email protected] atau [email protected], laman web aduankonten.id, email [email protected] atau WA 08119224545. (ris/r)
No Comments