Mataram (Global FM Lombok)- Warga Kecamatan Sape, Kabupaten Bima sangat prihatin dengan aktifitas penangkapan ikan dengan cara merusak ekosistem laut seperti pengeboman dan penggunaan potasium ikan. Akibatnya, jumlah tangkapan ikan dari tahun-ke tahun terus menurun karena rusaknya terumbu karang yang menjadi sumber kehidupan ikan.
Burhanudin, salah seorang warga Sape kepada Global FM Lombok Jumat (8/2) menuturkan, ikan yang melimpah belasan tahun lalu kini tinggal cerita. Sebagai gambaran, dulu satu kapal ikan mampu menghasilkan 500 – 1 juta ton dalam satu musim penangkapan. Namun kini, hasilnya nyaris hinil. Dampaknya, banyak nelayan yang mengubah mata pencahariannya ke sektor lain.
Ia meminta pemerintah daerah bersama aparat keamanan menerapkan kebijakan yang sungguh-sungguh untuk menjaga perairan NTB agar terbebas dari aktifitas pengeboman dan potasium ikan.
“ Dulu di tahun 2004 silam, ikan dan cumi sangat banyak di laut. Sekarang sudah hampir 20 tahun, kita bisa lihat ikan itu sangat jarang sekali keluar dan kalau tidak gunakan potas dan bom, mereka tidak akan dapat apa-apa, karena itu memang faktor kejadian dari 20 tahun yang lalu. Itu yang kita rasakan hari,” kata Burhanudin, Jumat (8/2).
Dia meminta agar dibangun pos pengawasan perairan di sekitar Pulau Kelapa dan Pulau Gili di perairan Bima. Hal ini untuk memaksimalkan pengawasan aktifitas penangkapan ikan agar tak menggunakan cara-cara ilegal. Patroli rutin harus dilakukan oleh aparat bersama pemerintah untuk menghentikan tindakan yang merusak ekosistem laut.
Menanggapi hal itu, Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah mengatakan, penangkapan ikan dengan cara ilegal menjadi isu luas yang terus diperangi bersama. Oknum tertentu memang ada yang masih tetap menggunakan bom dan potasium untuk menangkap ikan agar hasilnya banyak dan cepat. Namun pemerintah daerah bersama stakeholder sedang berupaya melakukan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya penggunakan racun dan pengeboman bagi masa depan ekonomi masyarakat dan dampak buruk bagi lingkungan.(ris)
No Comments