Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis, Direktif Gubernur Gunakan Tanaman Kayu Putih

Global FM
14 Dec 2019 08:23
3 minutes reading
Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah saat panen daun kayu putih, di Bima. (Suara NTB/Humas NTB)

Mataram (Suara NTB) – Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE, M. Sc meminta agar dilakukan penanaman kayu putih pada kawasan hutan dan lahan yang kritis, baik di Pulau Sumbawa maupun Pulau Lombok. Selain bermanfaat dari sisi ekonomi, pengembangan tanaman kayu putih diyakini akan mampu mengembalikan kawasan hutan dan lahan yang gundul.


‘’Pak Gubernur sudah memberikan direktif, kita perluas tanaman kayu putih dan sebagai tanaman rehabilitasi lahan kritis di Bima,’’ kata Kepala Bidang Pengelolaan Hutan Dinas LHK NTB, Julmansyah, S. Hut, M. AP dikonfirmasi Suara NTB, Jumat, 13 Desember 2019 siang.
Bahkan, kata Julmansyah, Bima akan dijadikan pusat pengembangan tanaman kayu putih di NTB. Bukan hanya Bima, tetapi juga kawasan hutan dan lahan yang kritis di NTB akan dikembangkan tanaman kayu putih.

“Seluas-luasnya akan kita kembangkan. Di KPH-KPH akan didorong menggunakan kayu putih di lokasi-lokasi eks lahan jagung,’’ katanya.

Julmansyah menyebutkan, dalam satu hektare lahan minimal 5.000 batang pohon kayu putih yang ditanam. Dalam setahun, petani mendapatkan manfaat ekonomi atau pendapatan sekitar Rp50 juta per hektare.

‘’Dengan catatan, harus benih unggul ditanam yang dikeluarkan oleh Balai Besar Litbang Bioteknologi Tanaman Hutan. Pendapatan petani bisa Rp50 juta per hektare dengan asumsi 5.000 batang pohon per hektare,’’ sebutnya.

Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, luas lahan kritis mencapai 680.620 hektare. Di mana, 230 ribu hektare lahan kritis tersebut berada di dalam kawasan hutan.

Dari jumlah tersebut, seluas 96.238 hektare kawasan hutan yang benar-benar gundul seperti lapangan bola. Puluhan hektare kawasan hutan yang menjadi lahan terbuka itu akibat alih fungsi lahan atau perambahan yang dilakukan masyarakat untuk tanaman semusim, seperti jagung, padi, pisang dan lainnya.

Julmansyah menjelaskan, Dinas Kehutanan sudah mengembangkan tanaman minyak kayu putih sejak 2015 lalu dalam skala kecil. Data Dinas LHK NTB, sudah ada tiga pabrik minyak kayu putih yang dibangun Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di NTB. Yakni, dua pabrik di KPH Rinjani Barat masing-masing di Klui dan Bentek  dan satu pabrik di KPH Batulanteh Sumbawa berada di Lenangguar.Kapasitas pabrik minyak kayu putih tersebut masing-masing 600 – 900 kg per hari.

Selain pabrik yang dibangun oleh KPH, sekarang sudah berdiri pabrik minyak kayu putih skala besar di Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima. Pabrik ini dibangun oleh PT. Anggar Agro pada lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 5.000 hektare.

‘’Sekarang dengan kebijakan industrialisasi, maka ini serius dikembangkan. Untuk merehabilitasi lahan-lahan kritis pascajagung. Tanaman kayu putih sangat cocok pada lahan-lahan marginal, lahan kritis pada daerah-daerah yang curah hujannya rendah dan hujannya tak lebih dari tiga bulan setahun,’’ terangnya.

Julmansyah mengatakan, tanaman kayu putih merupakan solusi untuk menghijaukan kembali hutan di Pulau Sumbawa yang kondisinya sudah kritis. Kelebihan tanaman kayu putih, tidak dimakan ternak.

Sementara, secara sosiologis masyarakat di Pulau Sumbawa ternak lepas. ‘’Kalau masih menggunakan tanaman jati, mahoni, sengon itu untuk lahan yang tidak dipagari pasti dimakan ternak,’’ katanya.

Pabrik minyak kayu putih yang dibangun PT. Sanggar Agro berkapasitas 60 ton sehari daun kayu putih yang diolah. Sedangkan minyak kayu putih yang dihasilkan sebesar 1 ton sehari. (nas)

No Comments

Leave a Reply