Refleksi 58 NTB, Momentum Bersyukur dan Introspeksi

Global FM
18 Dec 2016 23:22
8 minutes reading

 

Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi jelang HUT NTB ke 58

SABTU (17/12) hari ini, Provinsi NTB genap berusia 58 tahun. Bagi Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi, peringatan HUT NTB ke 58 ini merupakan momentum bagi semua warga untuk bersyukur dan introspeksi. Pembangunan yang terus membaik patut disyukuri, sementara yang masih kurang harus menjadi bahan untuk introspeksi.

Hal tersebut diungkapkan Tuan Guru Bajang (TGB) – sapaan akrab gubernur saat wawancara khusus dengan Tim Redaksi Suara NTB dan Radio Global FM Lombok di Pendopo Gubernur, Jumat (16/12) sore kemarin. Tim Redaksi Harian Suara NTB dipimpin langsung Penanggung Jawab Harian Suara NTB, H. Agus Talino dan Redaktur Pelaksana, Raka Akriyani.

Pada kesempatan tersebut TGB memberikan ilustrasi mengenai menurunkan kasus kejahatan di daerah ini. Berdasarkan data dari Polda NTB yang disampaikan langsung oleh Kapolda NTB, Drs. Umar Septono, SH, MH kepada dirinya, terjadi penurunan yang sangat  drastis.

“HUT NTB itu termasuk yang kita laksanakan besok kesempatan bagi kita semua  warga NTB untuk bersyukur sekaligus introspeksi. Ada hal-hal yang terus membaik di daerah kita. Secara sedehana misalnya  saya bisa menyampaikan ilustrasi, data laporan kejahatan,”ujarnya.

Tahun 2015 lalu, jumlah angka kejahatan yang diproses polisi sebanyak 8.000 kasus dari belasan ribu kasus yang terjadi di NTB. Selain dari 8.000 kasus yang diproses aparat penegak hukum, berhasil diselesaikan dengan mediasi di tingkat masyarakat yang dilakukan bhabinkamtibmas, babinsa, kepala desa dan kepala dusun. Tahun 2016 ini, angka kejahatan di NTB turun menjadi 4.000 kasus. Artinya, terjadi penurunan setengahnya jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut Gubernur, hal ini menunjukkan secara kuantitatif masalah hukum atau gangguan keamanan terjadi penurunan signifikan. Bertambah dan berkurangnya kasus hukum atau gangguan keamanan di tengah-tengah masyarakat berkorelasi positif atau negative terhadap pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas pendidikan.

Dari ilustrasi penurunan kasus kejahatan itu, lanjut Gubernur dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kualitas pendidikan di NTB yang membuat masyarakat tidak mudah melanggar hukum. Kemudian, ada peningkatan kesejahteraan yang membuat masyarakat tidak melanggar hukum. “Jadi, ada hal-hal yang  menunjukkan NTB kita semakin baik,”ucapnya.

Untuk itu, hal-hal baik tersebut patut disyukuri. Termasuk, kata Gubernur dari sisi ekonomi, NTB juga mengalami perkembangan paling signifikan. Seperti yang disampaikan Bank Indonesia (BI) bahwa NTB telah berhasil mendiversifikasi ekonominya.

Yang semula berpilar pada sector pertanian saja, sekarang sudah masuk ke sector jasa dan perdagangan. Gubernur menjelaskan, diversifikasi ekonomi merupakan suatu tren yang menunjukkan aktivitas dan pembangunan ekonomi secara khusus berjalan on the track. Namun, bukan berarti tak ada masalah atau ada hal-hal yang kurang dalam perkembangan ekonomi NTB.

Tetapi, kata Gubernur, keberhasilan mendiversifikasi sumber ekonomi tersebut merupakan suatu yang patut disyukuti. Pasalnya, BI menyampaikan bahwa tidak semua provinsi bisa melakukan hal itu. NTB, katanya, merupakan salah satu contoh provinsi di Indonesia yang berhasil mendiversifikasi ekonominya.

TGB menjelaskan, jika dilihat dari tujuan pembangunan millennium atau Millennium Development Goals  (MDGs)  selama enam tahun terakhir, pencapain NTB secara keseluruhan terbaik se- Indonesia.  Hal ini menunjukkan pembangunan yang dilakukan berada pada jalur yang benar.

“Dan menurut saya, tujuan pembangunan millennium  itu kan sangat komprehensif. Mulai dari pendidikan, kesehatan, sanitasi, literasi dan banyak hal lagi. NTB secara berturut-turut selama enam tahun progresnya  yang terbaik,” ujarnya.

Selain itu, menurut TGB, prestasi lainnya yang patut diapresiasi adalah muncul dan tumbuhnya kreativitas di masyarakat. Ia mencontohkan, dalam acara silaturahmi dengan para pelaku pariwisata beberapa hari lalu, ada perempuan muda yang menggagas desa wisata Setanggor Lombok tengah. Perempuan muda itu berhasil mengemas potensi budaya, kuliner dan alam yang ada di sana untuk dinikmati oleh wisatawan baik domestik  dan mancanegara.

Menurut TGB, hal ini sebelumnya tak tergambar dalam beberap tahun lalu. Orang berpikiran yang namanya pariwisata identik dengan penyediaan hotel-hotel yang megah dan butuh modal besar bahkan harus jago bahasa Inggris. Jika tak bisa memenuhi hal tersebut, maka itulah yang membuat merasa jauh.

Tetapi ternyata, lanjut TGB, anak-anak muda di NTB sudah belajar mengapresiasi potensi yang ada. Pariwisata itu bukan menciptakan sesuatu yang asing dari kita. Tetapi bagaimana mengenalkan, mengemas dan mempromosikan apa yang baik untuk dinikmati oleh wistawan baik domestik maupun mancanegara.

TGB menyebutkan, desa wisata seperti itu juga ada di Desa Mas Mas Lombok Tengah. Anak-anak muda di sana juga membangun ekowisata yang menarik kunjungan wisatawan mancanegara seperti Prancis, Inggris dan lainnya. Wisatawan yang mau berkunjung ke sana, tinggal membooking lewat internet.

“Yang tidak mengandalkan kepada industri padat modal tetapi pada kreasi. Itu menurut saya satu hal yang di daerah lain anak mudanya sampai ke situ begitu lama. Saya dengar di Sumbawa juga sebagian sudah mengarah ke situ. Pengembangan pariwisata berbasis kekayaan local yang sederhana tapi menarik dan bisa ditawarkan untuk menjadi suatu atraksi wisata,”imbuhnya.

Hal-hal seperti ini, kata TGB patut disyukuri. Tetapi pada saat yang sama, harus juga melakukan introspeksi. dalam konteks sejauhmana pembangunan yang dilakukan melibatkan masyarakat atau hasilnya dinikmati oleh semua masyarakat. “Itu satu hal yang terus kita introspeksi dan kita harus terbuka,”ucapnya.

Ketika membangun suatu industri pengolahan, kata TGB, bagaimana Pemda men-set up dari awal bagaimana melibatkan sebanyak mungkin masyarakat terlibat. Kemudian memelihara nilai-nilai yang ada di masyarakat. Dengan kehadiran industri  itu, tidak merusak nilai-nilai yang sudah ada. Serta tidak menurunkan daya dukung lingkungan.

Mislanya di Dompu dibangun pabrik gula. Pemda sudah membuat pakem-pakem yang harus dipedomani dan dilaksanakan secara bertahap oleh investor. TGB mengatakan, dirinya bersama bupati Dompu terus mencermati  hal tersebut. Sehingga pola yang berkembang dalam pemberdayaan petani tebu di Dompu betul-betul pola inti plasma yang baik.

Potensi-potensi yang ada di Dompu tidak terpinggirkan dengan adanya industri tersebut. Tetapi justru dengan masuknya industri gula di Dompu, bisa memperkuat kultur ekonomi yang ada, seperti peternakan. “Jadi ketika industri gula ini masuk maka peternakan sapi yang bisaanya  di situ. Justru dengan adanya tebu ini pakannya menjadi terjamin. Kemudian ada pola pembinaan yang lebih baik,”terangnya.

Tentu, kata TGB, dengan masuknya industri  gula dengan investasi sekitar Rp 1,6 triliun itu akan menghadirkan juga situasi-situasi baru. Dengan keberadaan pabrik gula di Dompu itu, mencatatkan NTB sebagai daerah pertama di luar Jawa yang berhasil membangun industri gula dan perkebunan tebu.

TGB mengungkapkan, dirinya sangat  ingat pada 2011 lalu pemerintah pusat telah merencanakan membangun enam pabrik gula di luar Jawa. Namun, dari enam daerah yang ditunjuk menjadi lokasi, cuma di NTB yang berhasil dibangun pabrik gula. “Daerah yang lain itu gagal total. Papua itu gagal, Sulawesi gagal Kalimantan juga gagal. Di NTB itu,  kita bisa membangun sesuatu yang baru,”ungkapnya.

Menurutnya, meletusnya Gunung Tambora ratusan tahun lalu ternyata menyimpan berkah bagi generasi saat ini. Dimana, letusan Tambora itu membuat tanaman tebu menjadi subur luar biasa. Sementara untuk kebutuhan tenaga kerja, masih belum mampu dipenuhi. Dari 3.000 tenaga kerja yang dibutuhkan, baru terpenuhi sebanyak 1.000 tenaga kerja.

TGB mengingatkan masyarakat perlu belajar kultur sabar. Pasalnya, industri gula itu masih berkembang. Sehingga tidak bisa serta merta para pekerja meminta gaji  tinggi dan fasilitas yang banyak. Karena itu butuh proses.“Introspeksi konteksnya seperti itu,”ujarnya.

Yang penting ke depan, kata TGB, bagaimana program-program bisa menjangkau seluruh elemen masyarakat. Kemudian tak kalah pentingnya, pembangunan itu memperhatikan daya dukung lingkungan. TGB menegaskan, tidak boleh pengembangan kawasan untuk pariwisata, peternakan bahkan perkebunan yang merusak sumber daya hayati. Yakni pembangunan yang menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi berkurang atau daerah-daerah serapan yang tiba-tiba berkurang.

“Ini yang perlu kita introspeksi. Karena pelajaran dari daerah-daerah lain bahwa pengembangan kawasan yang tidak memperhatikan perspektif lingkungan itu hanya menghasilkan kehancuran. Kalau NTB, Alhamdulillah kita belum ada bencana skala besar,”terangnya.

Contoh konkret yang harus menjadi introspeksi, kata TGB adalah perkembangan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun masih belum mengurangi kemiskinan secara secara signifikan. Menurutnya, ada hal yang belum tertata dengan baik. Sehingga kemungkinan masih banyak ruang-ruang dalam sector pariwisata yang belum termanfaatkan. Atau mungkin masih banyak ekonomi kreatif yang belum terserap oleh sector pariwisata.

“Secara sederhana kalau kita lihat hotel-hotel kita, kemudian kita sensus mana yang pakai produk lokal masih sangat minim. Ada yang menggunakan produk local tetapi hanya sebagai pemanis,”ucapnya.

Terkait dengan penggunaan produk local di perhotelan sebenarnya sudah ada surat edaran gubernur. Hal ini akan terus didorong ke depannya supaya pengusaha perhotelan di daerah ini, bagaimana membangun infrastruktur pariwisata yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menggunakan bahan lokal semaksimal mungkin.

TGB menambahkan, introspeksi harus terus menerus dilakukan, bukan saja oleh pemerintah provinsi tetapi juga kabupaten/kota. Introspeksi yang dilakukan yakni menguji program-program dan konsep yang telah dilakukan sejauhmana bisa memfasilitasi pembangunan yang ramah lingkungan dan bisa menyerap sumber daya local secara maksimal. “Saya ajak terus menerus kreatif menerapkan pola-pola pembangunan  supaya lebih baik lagi,”ajaknya.

Terkait dengan pengembangan tiga kawasan strategis seperti KEK Mandalika, Global Hub Kayangan dan Kawasan Teluk Saleh, Moyo dan Tambora (Samota), TGB mengatakan tiga proyek strategis itu memang menjadi perhatian. Untuk KEK Mandalika, meskipun masih ada penyelesaian tanah sekitar 109 hektar, pada prinsipnya pembangunan kawasan itu sudah jalan. Persoalan tanah sekitar seratusan hektar itu tak mengurangi kecepatan untuk pembangunan KEK Mandalika.

Untuk kawasan Samota, Pemprov sudah membentuk tim percepatan investasi yang diketuai oleh mantan Wakil Gubernur NTB, Ir. H. Badrul Munir, MM. Pembentukan tim percepatan investasi Samota itu, selain mengeksplor potensi yang ada di Samota, juga membangun jejaring dengan pihak-pihak terkait lainnya. Sedangkan, Global Hub Kayangan sudah dilakukan komunikasi dengan pemeirntah pusat.

“Saya optimis untuk itu. Cuma memang untuk Global Hub secara khusus perlu dorongan yang lebih kuat dari pemerintah pusat. Saya optimis karena mulai dari Presiden, Menko, para pejabat yang memimpin kementerian sektoral itu sudah tahu tentang global hub. Cuma mungkin perlu konsolidasi lintas kementerian. Kita nunggu saja kapan pemerintah  pusat mengundang pemerintah provinsi,  kita siap,”pungkasnya. (tim)

No Comments

Leave a Reply