Mataram (Global FM Lombok)- DPRD Provinsi NTB prihatin dengan lambannya progress pembangunan hunian tetap (huntap) untuk korban gempa di Lombok dan Sumbawa. Lambannya progres pembangunan huntap ini dinilai merugikan korban gempa, karena sebagian besar mereka hingga saat ini masih tinggal di bawah tenda dan hunian sementara.
Anggota Komisi II DPRD NTB Dr.TGH Hazmi Hamzar kepada Global FM Lombok mengatakan, jika proses pembangunan huntara masih sangat lamban hingga awal tahun 2019 ini, dia menyarankan agar polanya diubah. Misalnya, dana pembangunan rumah yang berjumlah Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta untuk rusak sedang dan Rp 10 juta untuk rusak ringan diberikan secara langsung ke korban gempa. Merekalah kemudian yang membangun sendiri rumahnya dengan desain tahan gempa dan diawasi oleh pemerintah.
“Kalau memang kita percaya sama masyarakat kita kasi dia uang 50 juta. Ini uang untuk bikin rumah. Percayakan masyarakat itu karena dia pasti akan bangun rumah, kalau dia tak bikin, masa dia akan sia-siakan dirinya. Kita kasi uang sambil tetap kita kontrol. Atau bisa secara bertahap diberikan 10 juta, 20 juta misalnya. Jangan kemudian dengan alasan tukang lagi. Semua yang diminta sudah dibuat oleh masyarakat seperi pokmas, rekening, apa lagi?” Kata Hazmi
Ia menilai, pemerintah daerah akhir-akhir ini jarang melihat secara langsung kondisi korban gempa di lapangan. Padahal kondisi mereka memprihatinkan karena masih banyak yang tinggal di bawah tenda dan di hunian sementara (huntara)
Hazmi menegaskan bahwa membangun rumah dengan sistem gotong royong harus dihidupkan kembali pascagempa ini. Sistem itu merupakan warisan leluhur yang akan mempercepat proses pembangunan hunian tetap, asalkan dananya sudah ada di tangan mereka. Untuk diketahui saat ini, dari 216 ribu rumah yang rusak akibat gempa, baru 220 rumah yang sudah terbangun dan siap ditinggali. Sementara sebanyak 3.925 unit rumah sedang dalam proses pembangunan.(ris)-
No Comments