Potensi Kerugian Ekonomi Akibat Dampak Perubahan Iklim di NTB Diprediksi Lebih dari Rp1 Triliun

Global FM
1 Jul 2024 18:28
3 minutes reading

Mataram (Global FM Lombok)-

Ekonom Universitas Mataram (Unram) Dr. Prayitno Basuki mengutip kajian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan bahwa jika suhu global menyimpang dari norma historisnya sebesar 0,01 derajat Celcius per tahun, maka pertumbuhan pendapatan jangka panjang akan lebih rendah sebesar 0,0543 poin persentase per tahun.

IMF mengilustrasikan bahwa efek pertumbuhan jangka panjang negatif ini bersifat universal, yaitu mempengaruhi semua negara, kaya atau miskin, dan akibat meningkatnya suhu panas atau dingin. Di Indonesia, termasuk di Provinsi NTB terdapat dampak perubahan iklim terhadap perekonomian di Tanah Air.

Prayitno Basuki mengatakan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas memperkirakan kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim di Indonesia bisa mencapai Rp 115 triliun pada 2024. Dampak tersebut dapat diturunkan menjadi Rp 57 triliun jika kita melakukan langkah-langkah untuk menghadapi perubahan iklim. Provinsi NTB pun demikian, diprediksi kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim di NTB diprediksi lebih dari Rp1 triliun.

“PBD nasional itu Rp2895,4 triliun. Jika dipersentasekan sekitar 0,55 persen dampak (perubahan iklim). Kalau untuk NTB kelihatannya lebih besar dari 0,55 persen itu karena memang kita daerah pertanian. Mungkin di bawah sedikit dari 1 persen. Jika di bawah sedikit dari 1 persen dengan PDRB kita di 2023 sebesar 166,3 triliun, sekitar antara 1 sampai 1 koma sekian triliun (dampak kerugian ekonomi di NTB),” kata Prayitno Basuki dalam kegiatan Alco pekan kemarin di Mataram.

Ia mengatakan, Badan Litbang Pertanian memprediksi areal sawah yang mengalami gagal panen akibat kekeringan akan meningkat dari 0,04-0,41 persen menjadi 0,04-1,87 persen, luas areal tanaman padi yang mengalami puso (gagal panen) akibat banjir akan meningkat dari 0,24-0,73 persen menjadi 8,7-13,8 persen. Kemudian bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi nasional dari 2,45- 5,0 persen menjadi lebih dari 10 persen.

Prayitno Basuki mengatakan, penerapan ekonomi sirkular di lima sektor prioritas akan mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga mencapai Rp642 triliun. Di samping itu ekonomi sirkular juga membantu Indonesia dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 pada tahun 2030.

“Ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Misalnya melakukan pemilihan sektor, komoditi, varitas unggulan yang akan dikembangkan secara all out dari skala pilot project sampai skala usaha yang menguntungkan. Kemudian peremajaan pelaku bisnis khususnya pertanian dan ekonomi kreatif,” katanya.

Selanjutnya perlu diperkuat sistem pelatihan berbasis outcome dan benefit atau pelatihan, pelengkapan, pendampingan sampai dengan mentoring dan membangun business model. Sangat penting juga penerapatan teknologi menengah dan tinggi (rekayasa engineering) pembuahan di luar musim bagi tanaman semusim.

“Mengatasi permasalahan seasonal (musiman) pada industri pariwisata, kemudian hilirisasi dan integrasi sektor pertambangan dengan sektor primer seperti pertanian dalam arti luar, sekunder atau industri olahan lainnya dan tersier,” katanya.Menurutnya, kunci dari segalanya adalah kerja yang terintegrasi dari pusat sampai ke daerah dengan mengoptimalkan seluruh kekuatan unsur penta helix. Yang tak kalah pentingnya yaitu sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura dengan menggunakan varitas adaptif kekeringan (optimalisasi penggunaan air), menerapkan teknologi pertanian ramah air (hidroponik , aquaponik, smart farming dan urban farming).(ris)

No Comments

Leave a Reply