Potensi Besar, Pemasukan Kecil, Masalah Aset Daerah di Gili Trawangan Kembali Jadi Sorotan KPK

Global FM
18 Aug 2024 20:34
3 minutes reading

Mataram (Global FM Lombok)-

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti aset milik daerah di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Selain persoalan aset sejumlah kebijakan pemerintah daerah juga disoroti. Prinsipnya jangan sampai ada kebijakan pemerintah yang memiliki niat untuk berbuat jahat (mens rea) di kawasan wisata kelas dunia tersebut.

Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan, Pemprov NTB memiliki total lahan seluas 75 hektare yang telah dimanfaatkan masyarakat dan pelaku usaha pariwisata di Gili Trawangan. Aset yang besar tersebut belum mampu mendongkrak pendapatan daerah dengan maksimal. Potensi pendapatan untuk daerah dari pengelolaan aset di Gili Trawangan cukup besar. Tetapi, pendapatan daerah dari pengelolaan aset daerah itu sangat kecil.

“Banyak sekali potensi yang tak dapat dimaksimalkan. Gili Tramena banyak pengunjung namun Pemda masih dapat kecil lah ya,” kata Dian Patria usai rapat koordinasi bersama Pemprov NTB di Kantor Gubernur NTB, Jumat (16/8) lalu.

Pada 2024, UPTD Gili Tramena Dinas Pariwisata NTB menargetkan pendapatan daerah dari pengelolaan aset di Gili Trawangan sebesar Rp5 miliar. Tahun sebelumnya, Pemprov NTB menargetkan pendapatan dari pengelolaan aset Gili Trawangan mencapai Rp330 miliar, namun realisasi masih sangat jauh.

” Jangan ada pembiaran Kita koordinasi lintas kementerian, Pemda, LHK, KKP, BPN NTB memastikan jangan sampai kebijakan-kebijakan yang ada mens rea (niat jahat) di sana. Memastikan kementerian atau siapapun yang punya kewenangan di sana, jika ada pelanggaran ditegakkan aturannya. Jangan ada pembiaran,” tegas Dian.

Secara de facto dan de jure, aset seluas 65 hektar eks PT GTI di Gili Trawangan adalah milik Pemprov NTB. Tetapi fakta di lapangan, aset daerah itu telah banyak yang dikuasai masyarakat. Kemudian ada oknum-oknum masyarakat yang menyewakan lagi aset itu kepada investor sebagai tempat sarana dan prasarana usaha pariwisata.

Persoalan lain yang mencuat dalam rapat tersebut yaitu terkait ada perjanjian kerja sama antara Dinas Perhubungan (Dishub) NTB dengan Koperasi Karya Bahari yang masih dipertanyakan payung hukumnya. Serta ada diduga adanya temuan-temuan yang belum disetorkan dan saat ini sedang dilakukan audit

Dian menegaskan aset daerah yang berada di Gili Trawangan tidak mungkin dialihkan menjadi sertifikat hak milik kepada masyarakat. Tetapi aset itu hanya boleh dilakukan pemanfaatan oleh masyarakat dengan perjanjian kerja sama. Dari perjanjian kerja sama itu, Pemprov NTB akan mendapat pendapatan daerah.

“Itu tidak mungkin diberikan hak milik. Ini punya negara, tidak mungkin. Makanya jangan sampai ada janji, masyarakat dapat sertifikat, tak mungkin,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata NTB Jamaluddin Maladi mengatakan, pihaknya menyambut positif pendampingan yang dilakukan KPK terkait optimalisasi pemanfaatan aset di Gili Trawangan. Dari sekitar 1.000 objek pada lahan 75 hektare, sudah ada 100 objek yang ditandatangani kontrak kerja sama pemanfaatan dengan Pemprov NTB.

“Baru 10 persen objek yang sudah membayar, yang sudah tetap melaksanakan kewajibannya. Namun masih banyak yang belum membayar kewajibannya. Ia yang menjadi perhatian bersama,” jaka Jamaluddin.

Jamaluddin mengatakan pengelolaan aset Gili Trawangan baru dua tahun diserahkan ke Dinas Pariwisata NTB. Sehingga dibentuk UPTD Gili Tramena. Saat ini, Pemprov NTB mengenakan biaya sewa lahan di Gili Trawangan sebesar Rp2,5 juta per are per tahun. Namun ke depannya memungkinkan ada kluster utama di pinggir pantai yang harga sewanya bisa lebih besar sesuai dengan potensinya.(ris)

 

No Comments

Leave a Reply