Angkot Mataram Butuh Subsidi

Global FM
28 Aug 2017 14:18
3 minutes reading

RUSLAN TURMUZI

Mataram (Global FM Lombok0- Transportasi publik menjadi solusi masa depan untuk sebuah kota guna menghindari kemacetan lalu lintas yang semakin hari semakin terasa. Masyarakat tetap harus didorong untuk menggunakan transportasi publik meskipun kendaraan pribadi makin digemari. Angkutan kota (angkot) di Kota Mataram atau yang sering disebut bemo kuning memiliki riwayat yang cukup panjang dalam melayani transportasi publik di kota ini. Mereka seharusnya tak dibiarkan sendiri ditengah gempuran kendaraan pribadi dan kompetitor yang terus bermunculan.

Anggota Komisi IV Bidang Perhubungan DPRD NTB, Ruslan Turmuzi kepada Global FM Lombok mengatakan, pesona angkot semakin memudar seiring dengan semakin banyaknya pilihan transportasi saat ini. Namun angkot memiliki peran yang sangat penting untuk menghindari sesaknya jalan raya. Ruslan menghendaki agar angkot di Kota Mataram diberikan subsidi, misalnya dalam bentuk pemberian biaya bahan bakar selama beroperasi agar mereka tetap eksis melayani penumpang.

Angkot butuh disubsidi seperti halnya Bus Rapid Transit (BRT) yang melayani lintas kabupaten kota beberapa waktu lalu diberikan subsidi oleh pemerintah daerah. Waktu itu, subsidi berupa diskon tarif bagi masyarakat umum serta gratis  bagi pelajar yang memanfaatkan BRT. Tarif BRT di Kota Mataram sebesar Rp 4 ribu dengan empat koridor yang tersedia.

“Mereka ( angkot-red) perlu disubsidi, kenapa kalau bus bisa disubsidi, terus bemo kuning tidak?. Diberikan solusinya, paling tidak diberikan subsidi bahan bakar atau diberikan kepada supirnya, atau bagaimana caranya,” kata Ruslan.

Legislator asal PDIP yang tinggal di Kota Mataram ini mendorong agar sejumlah rencana pemerintah daerah terhadap angkot ini segera direalisasikan. Misalnya angkot yang akan dijadikan sebagai kendaraan pengumpan dengan wilayah operasi di lingkungan dengan tujuan akhir di halte-halte BRT. Ada pula rencana angkot yang akan dijadikan kendaraan pengangkut pelajar dengan tujuan agar angkot memiliki penumpang tetap dan pelajar tak terlalu bebas menggunakan kendaraan pribadi. Namun sayangnya, dua rencana tersebut belum ada realisasinya.

“ Angkot sebagai kendaraan pengumpan? kalau itu sebagai solusi, silahkan dikerjakan, namun kan belum tampak,” katanya.

Ruslan mengkritik kebijakan transportasi publik saat ini yang dinilai tidak memiliki kemajuan yang berarti. BRT yang awalnya didesain melayani masyarakat dengan beberapa trayek dan koridor, namun saat ini terhenti. Disatu sisi, angkot yang menjadi solusi klasik pelayanan transportasi publik dan untuk mengurangi kemacetan justru tidak diberikan perhatian yang serius.

“Pemerintah kota dengan pemerintah provinsi itu kurang koordinasi, karena pemerintah pusat sudah menyiapkan semuanya, sudah ada kendaraannya, namun tidak bisa dikelola. Makanya harus dilakukan koordinasi kembali, daripada dia ( BRT-red) mangkrak, terkesan mubazir, ini kan sia-sia . Apalagi kita membeli, sudah disipkan juga tidak bisa dikelola. Kita kritik kondisi ini,” katanya.

Ia merasa prihatin lantaran BRT yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan tidak dimanfaatkan dengan optimal. Jika ada tantangan atau hambatan di lapangan, hal itu sudah biasa terjadi disaat muncul kebijakan yang baru. Namun program tersebut haruslah tetap jalan jika sudah dilakukan kajian dan sesuai dengan perencanaan.

“Dua duanya sekarang tidak jalan, BRT tidak optimal, sementara bemo kuning sudah tergerus. Nah dua-duanya “mati”, disinilah butuh kehadiran pemerintah, ada solusi yang ditawarkan baik oleh Dinas Perhubungan Provinsi atau kota,” tambahnya.

Baginya tidak perlu menyalahkan kehadiran taksi online atau ojek berbasis aplikasi jika dikaitkan dengan mundurnya eksistensi transportasi publik, karena kehadiran mereka lantaran kebutuhan pasar.” Saat bemo dan BRT tidak optimal, maka peluang mereka ( transportasi online) untuk masuk, itu tidak perlu dipersalahkan, itu adalah salah satu solusi yang secara alamiah yang timbul di masyarakat,” katanya.(ris)-

 

No Comments

Leave a Reply