Perang Topat, Warisan Leluhur Merawat Harmoni Islam-Hindu di Lombok

Global FM
4 Dec 2017 10:49
6 minutes reading

Perang Topat, Warisan Leluhur Merawat Harmoni Islam-Hindu di Lombok

Penulis  : Zainudin Syafari

Prosesi Perang Topat

Selama berabad-abad, umat Muslim dan Hindu hidup berdampingan dengan harmonis di pulau Lombok. Salah satu potret dari warisan itu ada pada tradisi “perang topat”. Dalam tradisi itu, Etnis Sasak Muslim dan etnis Bali yang beragama Hindu berhadap-hadapan dalam perang perdamaian dengan menggunakan topat atau ketupat. Mereka merayakan perbedaan itu di Kompleks Pura Lingsar, Lombok Barat yang disakralkan oleh umat Hindu dan Muslim. Ribuan orang menyemut setiap kali kegiatan ini digelar.

Bagaimana potret kegitan Perang Topat tahun 2017? Musik tradisional dari etnis Sasak dan Bali meramaikan agenda perang topat yang tahun 2017 ini digelar pada hari Minggu 3 Desember. Dalam kalender Sasak-Lombok, perang topat digelar pada hari ke-15 bulan ke tujuh yang disebut purnama sasih kepitu (Purnama bulan ketujuh) atau hari ke 15 bulan ke enam pada penanggalan Hindu Bali, yang disebut purnama sasi kenem (Purnama bulan keenam).

Kompleks Pura Lingsar tempat digelarnya perang topat merupakan sebuah kompleks Pura yang dibangun pada 1759 silam saat zaman Raja Anak Agung Gede Ngurah, keturunan Raja Karangasem Bali yang sempat berkuasa di sebagian pulau Lombok. Di dalam pura ini, ada dua bangunan besar yakni Pura Gaduh sebagai tempat persembahyangan umat Hindu, dan bangunan Kemaliq atau tempat solat yang disakralkan sebagian umat Muslim Sasak.

Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid mengatakan,

Keunikan perang topat di Pura Lingsar  betul-betul mencerminkan toleransi dan nilai kebhinekaan yang terus terpelihara hingga kini. Tempat digelarnya perang topat ini juga sangat unik. Dimana dalam kompleks Pura, terdapat musholla yang disebut Kemaliq sebagai tempat beribadah hingga kini.

“Taman Lingsar ini mencerminkan kehidupan yang sangat toleran itu. Kalau di Bali banyak Pura, namun jangan pernah bapak ibu berpikir di Bali akan menemukan pura yang di dalamnya terdapat Kemaliq (seperti musholla). Pada dasarnya setiap pura yang ada di Kabupaten Lombok Barat itu sebenarnya harus ada Kemaliq,” ujarnya.

Warisan budaya seperti perang topat memang memiliki nilai yang sangat tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Wakil  Gubernur NTB, Muhammad Amin mengatakan, pemerintah Provinsi NTB berkomitmen akan terus melestarikan ini untuk merawat toleransi di tengah banyaknya perbedaan di daerah ini.

“Ini merupakan event budaya yang kita akan terus pertahankan dan terus kita kembangkan, karena ini potret akulturasi budaya etnis Bali-Sasak atau Hindu-Muslim dan pada akhirnya nanti akan tercipta simbol-simbol perdamaian dan tolerasi di NTB” kata Amin.

Disamping tradisi perang topat ini untuk mempererat hubungan sosial antara umat Muslim dan Hindu, kegiatan ini juga sudah menjadi agenda pariwisata di Kabupaten Lombok Barat. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, M. Ispan Junaidi mengatakan, event ini menjadi daya tarik wisata karena pesan perdamaian ditengah perbedaan agama dan etnis sangat menarik disaksikan secara langsung.

“ Ini adalah warisan leluhur yang terus kita lestarikan, yang kita kemas dalam event budaya dan pariwisata. Hari ini kita saksikan dua umat beragama yaitu umat Hindu dan Islam yang berbeda keyakinan berada dalam satu tempat untuk menyatukan hati dan pikiran”  kata Ispan.

Agenda perang topat tahun ini diramaikan dengan tari “rejang santi”. Ini adalah tarian yang menggambarkan kerukunan umat beragama di pulau Lombok.

Sahnan, pemerhati budaya Lombok mengatakan, di Kecamatan Lingsar tempat berdirinya Kompleks Pura yang menjadi lokasi perang topat memang masyarakatnya tidak pernah berkonflik yang bernuansa SARA antara Muslim dan Hindu.

“Kita saling menghargai. Jadi nilai kebersamaaaan dan nilai toleransi ini untuk meredam  konflik. Kita punya perbedaan, namun perbedaan tidak menjadi konflik. Namun perbedaan itu menjadi suatu yang indah” ujar Sahnan.

Salah satu wujud toleransi yang sudah dipraktekkan selama ratusan tahun di rangkaian prosesi perang topat itu adalah tradisi “ngeliningan kaok” atau mengelilingi kerbau. Hewan yang digunakan bukan sapi atau babi melainkan kerbau agar memberi rasa nyaman kepada kedua belah pihak baik Muslim maupun Hindu.

Disini ada upacara ngeliningan kaok ( mengelilingi kerbau), tidak boleh pakai sapi, kenapa? Karena sapi itu hewan yang suci untuk umat Hindu. Tapi tidak boleh memakai babi karena menghargai teman-teman yang Islam. Akhirnya yang digunakan adalah kerbau. Itu hewan yang mirip sapi, tapi rambutnya mirip babi. Ini kan luar biasa, ambil jalan tengah” tuturnya.

Prosesi adat sebelum perang topat dimulai

Bagi Umat Hindu, rangkaian tradisi perang topat bersamaan dengan kegiatan Pujawali Pura Taman Lingsar sekaligus sebagai wujud syukur umat kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas hasil panen yang melimpah ruah. Bagi umat Islam tradisi ini menjadi upacara napak tilas untuk Raden Mas Sumilir Sang Waliyullah yang diyakini sebagai penyebar Islam di Lingsar di abad ke 15. Perang Topat diselenggarakan setelah Rarak Kembang Waru (gugurnya bunga pohon waru) atau setelah umat Muslim selesai melaksanakan ibadah solat Ashar.

Festival perang topat tahun ini diawali dengan Begawe Gubuq yang mempertemukan antara empat banjar umat Hindu dengan umat Islam sekitar pura dalam jamuan makan bersama. Acara berlanjut dengan aneka pagelaran seni yang berlangsung sampai puncaknya pada saat perang topat.

Tradisi perang topat mendapat perhatian dari para peneliti asing. Mereka tertarik dengan konsep harmonisasi ditengah perbedaan suku dan agama. Misalnya peneliti dari San Diego University, Amerika Serikat, David Harnish. Dia mengaku sudah tujuh kali menghadiri acara perang topat ini sejak tahun 1983 silam. Pria yang sudah lancar berbahasa Indonesia ini telah menerbitkan buku soal tradisi perang topat dan menyebarkannya ke publik.

“Saya sudah menulis buku mengenai Lingsar, diterbitkan 11 tahun yang lalu mengenai pengalaman saya disini serta informasi dari sekitar 50 orang yang saya wawancarai, termasuk pemangku Parman ini,” kata David.

Dari hasil penelitian dan wawancanya selama beberapa tahun, masyarakat Lombok percaya bahwa tradisi perang topat yang dilakukan oleh umat Muslim dan Hindu selalu mendatangkan kesuburan bagi pertanian.

“Jika dua kelompok itu disatukan, itu artinya musim yang akan datang akan subur, banyak hujan yang akan turun. Itu simbolis, jika disatukan (Muslim-Hindu) akan ada hujan dan panen yang bagus” tuturnya.

Warga Lingsar dan sekitarnya memang mempercayai tradisi perang topat yang dilakukan rutin setiap tahun akan mendatangkan kesuburan. Warga Lingsar, Rukaiyah bercerita topat atau ketupat yang sudah digunakan untuk perang akan ditabur di sawah atau kebun milik warga yang kemudian dipercaya mendatangkan keberuntungan.

“Biar banyak buahnya tahaman ini. Kemarin satu juta saya jual mangga. (Ini berkat topatnya ya?) ya kan katanya orang tua. Makanya di Lingsar itu adatnya begitu. Kita yang sejak anak-anak mengikuti tradisi orang tua dulu. Saya ikut perang topat tadi, kalau tidak ikut ya tidak boleh ambil ketupatnya;” katanya.

Rukaiyah yang beragama Islam mengaku selama ini hidup rukun dengan etnis Bali yang beragama Hindu di Lingsar. Baik Pura maupun Kemaliq selalu digunakan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.

 (Tidak pernah ada konflik bernuansa agama disini? Tidak pernah ada, selama saaya hidup sampai tua begini. Ini (perang topat) perang perdamaian. Tidak perang seperti orang luar negeri itu,”   

Sama halnya dengan penuturan Made Sukadana, warga Lingsar yang beragama Hindu. Dia mengatakan, selama ini tidak pernah ada konflik yang bernuansa SARA disana. Perang topat ini menurutnya adalah warisan nenek moyang untuk menghindari perang sungguhan antar dua etnis yang bertetangga.

“Dulu perang keras kerasan, lama-lama Anak Agung ( raja Mataram) mengadakan perang supaya tidak terjadi keras-kerasan antar agama, akhirnya diganti dengan ketupat, agar tidak menggunakan kekerasan yang mengeluarkan darah. Ini adalah simbol perdamaian,” kata Made Sukadana.()

No Comments

Leave a Reply