Mataram (Global FM Lombok)- Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi NTB mengalami tren penurunan jika melihat angka-angka statistik. Kondisi pengangguran di NTB Bulan Agustus tahun 2017 ini sebanyak 79,449 orang atau lebih baik daripada Agustus tahun lalu yang berjumlah 97 ribu lebih. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPK) pada Agustus tahun lalu sebesar 3,94 persen, turun menjadi 3,32 persen. Meski terus mengalami perbaikan, angka pengangguran itu tidak akan bisa mencapai nol persen karena adanya sejumlah faktor.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram (Unram) Prof Mansur Afifi kepada Global FM Lombok mengatakan, pengangguran itu memiliki beberapa jenis, misalnya pengangguran musiman, struktural dan lain sebagainya. Pengangguran struktural muncul apabila keterampilannya sudah tak diperlukan lagi.
“ Misalnya tukang ketik atau pekerjaan lain yang semakin banyak tidak dipakai lagi, itu yang menyebabkan orang menganggur,” katanya.
Selanjutnya, terus munculnya angka pengangguran juga bisa disebabkan karena seseorang baru lulus dari pendidikannya. Saat pencacahan sebelumnya dia tercatat sebagai bukan angkatan kerja karena masih sekolah atau kuliah, maka setelah menyelesaikan pendidikannya dan belum mendapat pekerjaan, dia termasuk dalam kategori pengangguran.
“ Sehingga tidak mungkin angka pengangguran terbuka itu menjadi nol persen. Kalau di negara maju ditetapkan bahwa angka pengangguran terbuka itu tidak mungkin kurang dari 4 persen. Itu kesepakatan para ekonom di negara maju. Itu pasti ada orang nganggur setiap saat, tidak mungkin tidak ada orang nganggur,” katanya.
Pengangguran juga bisa lahir dari para pekerja yang kontraknya sudah habis. Misalnya tukang bangunan. Saat proyeknya sudah selesai, dia tercatat sebagi pengangguran baru. “Namun secara umum saya melihat perkembangannya semakin bagus karena pengangguran itu menurun,” katanya.
Namun kecenderungan secara nasional, angka pengangguran semakin tinggi. Salah satu penyebabnya karena proyek infrastruktur yang besar itu menyerap tenaga kerja lebih sedikit karena penggunaan teknologi. “ Misalnya pembangunan gedung, jambatan dan lain sebagainya, itu sekarang tidak ada yang mengecor sendiri, karena sudah ada beton atau tiang pancang yang sudah jadi, tinggal di pasang. Itu contohnya,” katanya.
Melihat fenomena ini, pemerintah pusat saat ini memprogramkan dana desa bisa diperuntukkan bagi proyek padat karya yang melibatkan masyarakat agar penyerapan tenaga kerjanya lebih tinggi. “Ini kebijakan dalam RAPBN 2018 ya,” jelasnya. Kebijakan ini lahir karena melihat minimnya penyerapan tenaga kerja di proyek infrastruktur, karena meskipun anggarannya jumbo, namun proses pengerjaanya banyak digantikan oleh teknologi mesin.
Menurut Mansur, program Wirausaha Baru (WUB) yang dijalankan oleh pemerintah daerah juga turut menyumbang penyerapan tenaga kerja baru. Program WUB menjadi salah satu solusi mengurangi pengangguran karena pada dasarnya setiap saat selalu muncul pengangguran baru di dalam daerah seiring dengan bertambahnya angkatan kerja baru.
“ Karena itulah mengapa kita harus mendorong ekonomi harus tumbuh agar investasi semakin besar. Karena dengan investasi itulah kita akan menciptakan kesempatan lapangan kerja. Kalau tidak ada investasi dan ekonomi tidak tumbuh, pasti pengangguran akan tambah besar,” katanya.
Pekan kemarin, BPS NTB merilis, angkatan kerja pada bulan Agustus 2017 sebanyak 2,396,169 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTB pada Bulan Agustus sebesar 3,32 persen. Sebesar 73,62 persen penduduk bekerja pada kegiatan informal dan persentase pekerja informal naik 0,51 poin dibanding Agustus 2016. Pada Agustus 2017 terdapat 36,93 persen penduduk bekerja tidak penuh mencakup 17,27 persen setengah penganggur dan 19,66 persen pekerja paruh waktu.(ris)
No Comments