Pengamat Ungkap Perbedaan Harga BBM di Malaysia dan Indonesia

Global FM
5 Aug 2022 12:03
4 minutes reading
Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo saat meninjau harga BBM di Malaysia (Global FM Lombok-Istimewa)

Global FM Lombok – Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo memberikan tanggapan dan pandangannya terkait subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) petrol 95 (oktan 95) yang ada di Malaysia dan subsidi harga BBM pertalite oktan 90 yang ada di Indonesia .

Dia mengkritisi pernyataan pihak Pertamina terkait subsidi BBM Malaysia yang jauh lebih besar daripada Indonesia.
Menurutnya, Pernyataan itu adalah tidak benar dan tidak berdasar. Sehingga harga pertalite harus lebih mahal dari petrol 95 produk dari Petronas Malaysia


“Saya melakukan cek langsung ke Malaysia ternyata harga petrol 95 yang oktannya setara dengan pertamax plus sebesar RM 2,05 dengan kurs Ringgit Rp3.339 atau setara dengan Rp6.844 subsidi dari petrol 95 di Malaysia sebesar RM 0,45 atau setara dengan Rp1.502. Sehingga harga tanpa subsidi di Malaysia sebesar RM 2,5 atau setara dengan Rp8.347,” kata Bambang Haryo dalam siaran persnya pada Jumat (5/8/2022).

Tuding Dirut Pertamina berbohong
Diungkapkan Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, harga pertalite yang dikatakan Pertamina per Juli 2022 bila tanpa subsidi adalah sebesar Rp17.200/liter. Sementara Pertamina mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk pertalite sebesar Rp9.550/liter agar masyarakat bisa membeli dengan harga sebesar Rp7.650/liter. Ini dianggap masih jauh lebih mahal dari harga petrol 95 di Malaysia.

Sehingga menurutnya jelas subsidi di Malaysia jauh lebih kecil dari pada subsidi BBM yang ada di Indonesia. Berarti, kata Mantan Wakil Sekjen MTI Pusat ini, bila pernyataan di media itu benar, maka Dirut Pertamina telah melakukan pembohongan publik. Sebab memberikan pernyataan tanpa melakukan kajian dengan teliti.

“Demikian pula pertalite hanya memiliki oktan 90 sedangkan petrol 95 memiliki oktan 95 sehingga perbedaan petrol 95 dengan pertalite ada 5 oktan, padahal penurunan per 1 oktan rupiahnya sangat besar,” ujarnya.

Dia mencontohkan misalnya di Malaysia petrol 97 yang mempunyai oktan 97 harga tanpa subsidi adalah 4,55 ringgit atau setara dengan Rp15.192, sedangkan petrol 95 yang mempunyai oktan 95 tanpa subsidi adalah 2,5 ringgit atau setara dengan Rp8.347. Sehingga beda 2 oktan saja sebesar 2,05 ringgit atau setara dengan 6.844 rupiah.

“Berapa tuh rupiahnya kalau perbedaannya 5 oktan? tentu sangat besar,” ungkap Alumnus ITS Surabaya Ini.

Harusnya BBM Indonesia bisa lebih murah
Sementara itu, pertalite mendapatkan subsidi dari pemerintah (Kementerian ESDM) sebesar Rp9.550/liter. Bila dengan harga yang sebenarnya sesuai dengan perhitungan yang ada di Malaysia, ujarnya, dengan subsidi uang rakyat tersebut, maka seharusnya rakyat membeli bahan bakar pertalite jauh lebih murah.
“Atau bahkan bisa gratis,” tegas pemilik sapaan akrab BHS ini.

Perbedaan harga
Ditambahkan BHS, ada kejadian yang menarik di Malaysia, di mana harga produk dari shell company yaitu shell v power oktan 95 sama dengan harga petrol 95 sebesar RM2,05 atau setara dengan Rp6.844. Bila tanpa subsidi dari pemerintah shell di Malaysia menjual dengan harga sebesar RM2,5 atau setara dengan Rp8.347.

Sementara harga shell di Indonesia untuk shell oktan 95 yaitu shell v power oktan 95 adalah sebesar Rp18.300. Menurut BHS, ini jauh lebih mahal dari shell v power petrol 95 yang dijual di Malaysia.
“Dengan

, apakah bisa dikatakan Shell di Indonesia berkonspirasi atua kartelisasi dengan Pertamina? tentu itu sangat merugikan masyarakat apalagi harga tersebut juga di tetapkan oleh Kementerian ESDM KEPMEN No. 62 K/12/MEM/2020,” ujar BHS.

BBM kebutuhan vital masyarakat
BHS mengatakan bahwa bakar minyak adalah merupakan komoditas yang sangat vital, karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Menurutnya, sudah seharusnya Presiden bersama DPR ikut terlibat untuk menghadapkan ketiga lembaga di atas dengan Komisi Persaingan Usaha dan Badan Perlindungan Konsumen serta Yayasan Lembaga Konsumen.

“Pernyataan Dirut Pertamina yang mengatakan subsidi BBM di Malaysia lebih besar daripada subsidi BBM yang ada di Indonesia telah saya buktikan sendiri langsung ke Malaysia, adalah tidak benar. Maka dapat diduga Dirut Pertamina melakukan pembohongan publik,” ujarnya.

BPK dan KPK diharapkan mengusut
Menurutnya, Kementerian Keuangan bersama BPK dan KPK harus turun menyelesaikan permasalahan di atas. Bila perlu, independen masyarakat ikut terlibat mengaudit kebenaran harga pertalite dan pertamax yang ada saat ini.

BHS mengharapkan Kementerian ESDM segera merevisi tarif BBM pertalite serta subsidinya. Di mana dengan uang rakyat dapat disesuaikan dengan harga keekonomiannya yang sebenarnya.

“Sehingga masyarakat tidak dirugikan secara terus menerus,” tutupnya.(*)

No Comments

Leave a Reply