Mataram (Global FM Lombok)- Kasus gizi buruk di NTB masih sangat tinggi. Tercatat di sepanjang tahun 2016 lalu kasus gizi buruk ini mencapai 328 kasus. Dari jumlah itu, ada diantaranya yang meninggal dunia. Daerah tertinggi kasus gizi buruk ini adalah daerah dengan jumlah penduduk terbanyak yakni Kabupaten Lombok Timur sekitar 80 kasus.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Kesehatan NTB, Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Rabu (25/1). Meski tidak menyebutkan angka secara pasti, namun dibandingkan dengan tahun 2015, kasus gizi buruk di tahun 2016 mengalami peningkatan karena dilakukan pencarian hingga ke tingkat desa. Adapun kematian akibat gizi buruk ini diklaim menurun karena lebih cepat tertangani. Faktor utama penyebab gizi buruk ini adalah pola asuh anak. Dimana, banyak anak yang diasuh oleh neneknya akibat perceraian dan ditinggal oleh ibunya bekerja ke luar negeri.
“Kasus gizi buruk kita kemarin 328 kasus seluruh NTB 2016. Ini sebagian besar sudah ditangani. Jadi ada yang meninggal tapi tidak banyak, sekitar 10 dari 328. Angka kematiannya menurun. Kasus ini naik karena memang ada gerakan di beberapa kabupaten menyisir semua orang yang gizi buruk sampai ke lubang semut. Jadi mencari sehingga di beberapa tempat ada yang meningkat. Tapi karena memang kita mencari dengan begitu supaya lebih cepat ditangani supaya tidak meninggal”,katanya.
Selain karena pola asuh anak, penyebab tingginya kasus gizi buruk ini adalah ketersediaan makanan yang kurang serta penyakit yang diderita anak sehingga kurang mampu menerima asupan gizi. Pihaknya mencoba beberapa cara untuk menekan kasus gizi buruk ini, diantaranya adalah pemberian bibit tanaman kepada keluarga kurang gizi. Kemudian dengan menyatukan posyandu menjadi posyandu keluarga. Dengan begitu, orang tua maupun anggota keluarga tidak hanya mengantar anaknya untuk pemeriksaan kesehatan di posyandu. Namun, mereka juga diberikan pelayanan kesehatan.
“Kita juga cetakkan buku makanan sehat itu nanti kita bagikan. Ya kan selama masih ada kemiskinan, orang sakit kan tetap ada kasus. Kenapa jadi banyak karena dicari di rumah-rumah dicari. Bukan hanya dideteksi di posyandu. Tetap masih ada yang tersembunyi”,ujarnya.
Dipicu Kemiskinan
Kemiskinan dinilai menjadi salah satu pemicu tingginya kasus gizi buruk di Provinsi NTB. Pasalnya, banyak ibu yang meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja ke luar negeri karena ingin memperbaiki ekonomi keluarga. Akibatnya, anak-anak yang ditinggalkan diasuh oleh neneknya yang rata-rata tidak berpendidikan tinggi. Sehingga seringkali terjadi kesalahan pola asuh.
“Gizi buruk itu ada faktor kemiskinan. Kemiskinan sebetulnya yang terbesar. Kita belum lihat persentasenya, kita belum pernah menghitung. Tapi kita lihat rata-rata kan memang masalah kemiskinan. Pola asuh itu kan antara lain ibunya jadi TKW. Diasuh oleh neneknya yang notabene pengetahuannya tidak bagus karena sudah tua. Dia jadi TKW itu kan karena kemiskinan, masalah ekonomi. Jadi itu tetap berperan besar sebetulnya”,tambahnya.
Ia mengatakan, faktor pola asuh ini sangat menentukan kesehatan anak. Sementara kondisi pendidikan ibu rumah tangga di NTB rata-rata adalah 7 tahun. Sekarang ini, tim kesehatan melalui Germas dan kader posyandu akan langsung mendatangi keluarga dari pintu ke pintu. Dengan tujuan untuk mengatasi kasus gizi kurang, sehingga ke depan yang ditangani adalah kasus gizi buruk karena memang memiliki riwayat penyakit seperti jantung bocor serta anak gangguan menelan.
“Kita harapkan tinggal itu pasien gizi buruk kita. Pasien yang terjadi karena pola asuh dan lainnya itulah yang sekarang kita tangani habis-habisan melalui pendekatan keluarga. Makanya kita juga ada MoU dengan pusat penelitian untuk mencari tau akar persoalannya”,ujar Eka. (ris/dha)
No Comments