Praya (Global FM Lombok)- Penawaran investasi keuangan melalui media sosial telegram semakin marak. Hampir setiap pengguna telegram pernah menerima pesan atau dimasukkan secara otomatis oleh entitas tertentu untuk bergabung dalam grup investasi tersebut. Namun Satgas Waspada Investasi (SWI) Pusat memastikan bahwa tawaran investasi melalui aplikasi telegram tersebut ilegal dan akan sangat merugikan masyarakat.
Ketua SWI Tongam L Tobing saat memberikan pemaparan kepada media di NTB pada Kamis (16/09) terkait dengan investasi dan pinjol ilegal mengatakan, masyarakat harus mewaspadai penawaran investasi yang tidak jelas tersebut. Biasanya mereka menjanjikan keuntungan yang sangat besar jika masyarakat menginvestasikan uangnya. Namun itu hanya modus. Sebab ketika uang sudah diinvestasikan dengan jumlah tertentu, pengelola investasi ilegal akan mengeluarkan investor itu dari grup telegram sehingga jejaknya menjadi hilang.
“Kita sering dimasukkan ke dalam grup investasi di telegram. Pengaduannya banyak. Setelah orang mentransfer uang untuk investasi, tiba-tiba dikeluarkan dari grup telegram itu, kita diblokir tidak bisa masuk grup lagi. Habislah kita. Banyak sekali kasus seperti itu. Ini kejahatan yang luar biasa. Semua penawaran melalui telegram itu ilegal” tegas Tongam L Tobing.
Tongam mengenaskan, penawaran tersebut bukan sebuah investasi melainkan kejahatan yang dilakukan di ranah teknologi informasi. Karena itulah pihaknya terus melakukan literasi keuangan serta literasi digital kepada masyarakat agar tidak gampang tergiur dengan penawaran investasi ilegal tersebut. Disamping itu SWI juga sedang melakukan sejumlah penindakan untuk memberantas hal itu.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk menginvestasikan dananya di entitas usaha yang sudah legal atau memiliki izin resmi sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Menurutnya, investasi ilegal ini sudah banyak memakan korban, termasuk di NTB. Secara nasional jumlah kerugian masyarakat akibat investasi illegal dengan segala jenis dan modusnya dari tahun 2011 – 2021 mencapai Rp 117 triliun.(ris)
No Comments