Pemprov NTB dan BPS Masih Berselisih Data Soal Angka Buta Aksara

Global FM
22 Jun 2016 15:53
2 minutes reading
Sekda NTB Dr. Rosiady Sayuti

Sekda NTB Dr. Rosiady Sayuti

Mataram (Global FM Lombok)-  Hingga sejauh ini, antara Pemprov NTB dengan Badan Pusat Statistik (BPS) NTB masih berselisih data soal angka buta aksara di daerah ini. Berdasarkan data BPS tahun 2015, jumlah penduduk yang buta aksara di NTB masih sebesar 315.258 orang atau 10,62 persen dari penduduk usia 15-59 tahun. Buta aksara di NTB menurut versi BPS ini adalah yang tertinggi secara nasional. Adapun angka buta aksara berdasarkan versi Pemprov NTB sudah sampai angka 6 persen.

Penduduk buta aksara terbanyak versi BPS berada di Lombok Tengah sebanyak 117.247 orang atau 15,36 persen. Sementara persentase buta aksara tertinggi adalah Lombok Barat sebanyak 16,60 persen atau 101,404 orang.

Sekretaris Deerah (Sekda) NTB, H. Rosiadi Sayuti di kantor gubernur NTB, Selasa (21/06) mengatakan, persoalan beda data terkait buta aksara ini memang masih menjadi  masalah.  Indikator yang digunakan oleh Pemprov NTB terkait buta aksara ini yaitu capaian per tahun penduduk yang disasar. Sehingga jumlah penduduk yang buta aksara yang semula berjumlah 400 ribu tahun 2009 turun menjadi sekitar 200 ribu orang tahun 2012.

“Kalau angka ini yang dipakai oleh BPS, semestinya angka buta aksara kami sudah dibawah 10 persen. Tapi karena masih ada yang tidak sinkron datanya sehingga NTB masih 10,62 persen tertinggi secara nasional. Ini yang masih mengganjal. Antara kami dengan BPS itu masih berdebat. Kami mengatakan angka buta aksara ini sudah dibawah 10 persen. Bahkan, tahun 2012 pak gubernur sudah menerima penghargaan sebagai pembina pengentasan buta aksara karena keberhasilan dalam pengentasan buta aksara”,katanya.

Hal senada dikatakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB H. Muhammad Suruji. Ia mengaku bingung dengan data BPS itu karena dari tahun 2009 hingga 2012, Pemprov sudah melakukan gerakan masif untuk pengentasan buta aksara ini.  Selain itu, sejak tahun 2012 sudah tidak ada lagi anggaran untuk pengentasan buta aksara dari provinsi karena dia menilai bahwa buta aksara ini sudah menurun.  Menurutnya, pola sampling BPS ini perlu diperbaiki karena masyarakat yang tidak buta aksara terkadang mengaku buta aksara karena ada persepsi akan mendapatkan honor dan bisa belajar gratis.

“Ketika BPS itu turun untuk melakukan sampling,petugasnya mungkin tidak memahami fsikologi masyarakat yang didatangi. Ketika mendatangi penduduk,lagu persepsinya nanti akan dibelajarkan dan akan dapat honor maka dia kana katakana saya buta aksara supaya dapat belajar dan dapat uang. Itu yang diungkap oleh asisten I Lombok Tengah’,katanya. (dha)-

No Comments

Leave a Reply