Mataram (Global FM Lombok)- Rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta yang akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Dalam raker Baleg bersama pemerintah, sebanyak tujuh fraksi telah menyetujui hal ini, sedangkan Partai Keadilan Sejahteran (PKS) merupakan salah satu diantara dua partai yang menolak RUU ini.
Anggota Komisi V DPRRI dari Fraksi PKS H. Suryadi Jaya Purnama mengatakan, beberapa alasan penolakan PKS terhadap RUU ini adalah substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktek kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia. Dengan demikian diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan.
“Lalu pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemi Covid-19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja,” terang H. Suryadi Jaya Purnama dalam keterangan tertulis yang diterima Global FM Lombok, Senin (5/10).
Ia mengatakan, banyak materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak-optimalan dalam pembahasan. Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang.
“Sebagai salah satu contoh dari tidak optimalnya pembahasan adalah adanya ketidaksinkronan ketentuan dalam penerbitan Sertifkat Laik Fungsi (SLF) antara UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dengan UU No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun,” tambahnya.
Dari hasil pembahasan RUU Cipta Kerja oleh Baleg dihasilkan perubahan pada Pasal 37 ayat 2 UU No.28 tahun 2002 disebutkan bahwa SLF diterbitkan oleh Pemerintah Pusat sedangkan dalam Pasal 39 ayat 3 UU No.20 tahun 2011 disebutkan bahwa SLF diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
FPKS sendiri sejak awal kata SJP berpendapat bahwa seluruh kewenangan Pemerintah Daerah harus dikembalikan, karena pencabutan kewenangan daerah seperti yang diusulkan oleh Pemerintah Pusat dalam rancangan awal RUU Cipta Kerja bertentangan dengan prinsip otonomi daerah.
Ia menilai, ketidaksinkronan ini hanyalah salah satu contoh kecil mengapa RUU Cipta Kerja harus ditolak. Oleh sebab itu walaupun kecil kemungkinan bahwa RUU Cipta Kerja ini akan ditarik oleh Pemerintah dan tidak jadi disetujui menjadi UU dalam Rapat Paripurna hari Kamis, tanggal 8 Oktober 2020. “Tetapi pada kesempatan ini FPKS sekali lagi menegaskan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja karena menodai semangat reformasi yang salah satunya adalah adanya prinsip otonomi daerah,” tutupnya.(ris/r)
No Comments