Pemerintah Diminta Setop Wacana Pindah Ibu Kota, Fokus Pemulihan Ekonomi

Global FM
23 Apr 2021 08:39
5 minutes reading
Visualisasi Istana Negara di Ibu Kota Kaltim (rendering_indonesia)

Jakarta (Global FM Lombok)-Beberapa waktu lalu Pemerintah mengumumkan pradesain Istana  Negara yang menuai banyak kontroversi dari kalangan arsitek, sebab ternyata pradesain tersebut diduga tidak dibuat oleh orang yang ahli di bidang arsitektur sebagaimana amanat UU Arsitek dan juga ditengarai berpotensi pemborosan dana.

“Pengumuman tersebut sekali lagi memperlihatkan tindakan Pemerintah yang terburu-buru dan tidak cermat. Begitu pula dengan isu pemindahan Ibu Kota Negara, sama-sama terkesan terburu-buru. Padahal Indonesia dan dunia saat ini masih berjuang melawan Covid-19 yang belum jelas kapan akan berakhirnya, dimana banyak negara saling memperebutkan jatah vaksin,” kata Suryadi Jaya Purnama, anggota Komisi V DPR RI.

Ia menyayangkan, kondisi pandemi ini tidak dianggap sebagai penghalang bagi Pemerintah untuk melanjutkan megaproyek pemindahan Ibu Kota Negara yang diperkirakan setidaknya akan memakan biaya hingga sekitar Rp90T dari APBN dan sekitar Rp400T dari swasta dan BUMN. “Padahal perekonomian negara dan masyarakat masih belum pulih, banyak warga negara yang masih membutuhkan bantuan agar ekonominya bisa berjalan kembali seperti sedia kala,” lanjutnya.

Hal ini tampak dari masih berlakunya Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Berlakunya Perppu ini menunjukkan bahwa ekonomi nasional berada dalam keadaan darurat akibat pandemi Covid-19 yang tentu tidak sebanding dengan urgensi pemindahan Ibu Kota Negara.

“Sebab saat ini tidak ada kedaruratan yang terjadi di Ibu Kota Negara DKI Jakarta yang menyebabkan perlunya pemindahan Ibu Kota Negara. Kondisi Pandemi pun sama-sama terjadi di seluruh Indonesia, tidak hanya di DKI Jakarta saja, bahkan temasuk di wilayah yang direncanakan akan menjadi Ibu Kota Negara yang baru,” tambah mantan Pimpinan DPRD NTB tersebut.

Soal pembangunan Ibu Kota baru ini, SJP mengatakan, dari segi perencanaan, beberapa pakar geologi telah memperingatkan bahwa diperlukan adanya kajian yang mendalam dan mendetail terkait kondisi geologi di daerah calon Ibu Kota Negara  yang baru. Dimana didaerah tersebut terindikasi sangat minim sumber air baku, kemudian sering terjadi longsoran zona lemah patahan dan juga banjir akibat air rob dari arah teluk Balikpapan.

Demikian pula dari segi administratif terkait rencana tata ruang dan wilayah (RTRW),  patut dipertanyakan apakah RTRW kabupaten dan kota yang menjadi pendukung ibu kota negara, seperti Penajam Paser Utara (PPU), Kutai Kartanegara (Kukar), Samarinda, dan Balikpapan telah direvisi. Pemerintah seharusnya dapat menunjukkan rencana induk pusat kota IKN, rencana tata bangunan dan lingkungan, dan panduan rancang kota untuk IKN.

“Oleh sebab itu melihat gencarnya Pemerintah mewacanakan pemindahan Ibu Kota Negara, Fraksi PKS berpendapat agar Pemerintah menghentikan wacana pemindahan Ibu Kota Negara tersebut dan fokus pada pemulihan ekonomi terlebih dahulu. Sebab pemulihan ekonomi akibat pandemi ini lebih urgen daripada pemindahan Ibu Kota Negara yang tidak memiliki urgensi sama sekali,” tegas SJP.(ris/r)

Pemerintah Sebaiknya Setop Wacana Pindah Ibu Kota, Fokus Pemulihan Ekonomi

Jakarta (Global FM Lombok)-Beberapa waktu lalu Pemerintah mengumumkan pradesain Istana  Negara yang menuai banyak kontroversi dari kalangan arsitek, sebab ternyata pradesain tersebut diduga tidak dibuat oleh orang yang ahli di bidang arsitektur sebagaimana amanat UU Arsitek dan juga ditengarai berpotensi pemborosan dana.

“Pengumuman tersebut sekali lagi memperlihatkan tindakan Pemerintah yang terburu-buru dan tidak cermat. Begitu pula dengan isu pemindahan Ibu Kota Negara, sama-sama terkesan terburu-buru. Padahal Indonesia dan dunia saat ini masih berjuang melawan Covid-19 yang belum jelas kapan akan berakhirnya, dimana banyak negara saling memperebutkan jatah vaksin,” kata Suryadi Jaya Purnama, anggota Komisi V DPR RI.

Ia menyayangkan, kondisi pandemi ini tidak dianggap sebagai penghalang bagi Pemerintah untuk melanjutkan megaproyek pemindahan Ibu Kota Negara yang diperkirakan setidaknya akan memakan biaya hingga sekitar Rp90T dari APBN dan sekitar Rp400T dari swasta dan BUMN. “Padahal perekonomian negara dan masyarakat masih belum pulih, banyak warga negara yang masih membutuhkan bantuan agar ekonominya bisa berjalan kembali seperti sedia kala,” lanjutnya.

Hal ini tampak dari masih berlakunya Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Berlakunya Perppu ini menunjukkan bahwa ekonomi nasional berada dalam keadaan darurat akibat pandemi Covid-19 yang tentu tidak sebanding dengan urgensi pemindahan Ibu Kota Negara.

“Sebab saat ini tidak ada kedaruratan yang terjadi di Ibu Kota Negara DKI Jakarta yang menyebabkan perlunya pemindahan Ibu Kota Negara. Kondisi Pandemi pun sama-sama terjadi di seluruh Indonesia, tidak hanya di DKI Jakarta saja, bahkan temasuk di wilayah yang direncanakan akan menjadi Ibu Kota Negara yang baru,” tambah mantan Pimpinan DPRD NTB tersebut.

Soal pembangunan Ibu Kota baru ini, SJP mengatakan, dari segi perencanaan, beberapa pakar geologi telah memperingatkan bahwa diperlukan adanya kajian yang mendalam dan mendetail terkait kondisi geologi di daerah calon Ibu Kota Negara  yang baru. Dimana didaerah tersebut terindikasi sangat minim sumber air baku, kemudian sering terjadi longsoran zona lemah patahan dan juga banjir akibat air rob dari arah teluk Balikpapan.

Demikian pula dari segi administratif terkait rencana tata ruang dan wilayah (RTRW),  patut dipertanyakan apakah RTRW kabupaten dan kota yang menjadi pendukung ibu kota negara, seperti Penajam Paser Utara (PPU), Kutai Kartanegara (Kukar), Samarinda, dan Balikpapan telah direvisi. Pemerintah seharusnya dapat menunjukkan rencana induk pusat kota IKN, rencana tata bangunan dan lingkungan, dan panduan rancang kota untuk IKN.

“Oleh sebab itu melihat gencarnya Pemerintah mewacanakan pemindahan Ibu Kota Negara, Fraksi PKS berpendapat agar Pemerintah menghentikan wacana pemindahan Ibu Kota Negara tersebut dan fokus pada pemulihan ekonomi terlebih dahulu. Sebab pemulihan ekonomi akibat pandemi ini lebih urgen daripada pemindahan Ibu Kota Negara yang tidak memiliki urgensi sama sekali,” tegas SJP.(ris/r)

No Comments

Leave a Reply