Menjaga Rusa Timor, Satwa Maskot NTB yang Rentan Punah

Global FM
28 Jan 2018 19:11
11 minutes reading

Menjaga Rusa Timor, Satwa Maskot NTB yang Rentan Punah

Oleh : Zainudin Syafari

Rusa di penangkaran Pesanren Nurul Hakim Kediri, Lombok Barat

Rusa timor (cervus timorensis) atau mayung dalam bahasa Sasak-Lombok Provinsi NTB memiliki cerita yang panjang dalam kehidupan sosial. Satwa ini banyak diburu untuk dikonsumsi atau dijual. Dalam ingatan para sesepuh,satwa ini begitu banyak hidup di kawasan hutan dan dataran terbuka dekat pemukiman warga. Kini nyaris hanya tinggal cerita. Padahal rusa timor sudah menjadi maskot resmi NTB sejak provinsi ini terbentuk.

Mencari  rusa timor di alam liar sudah cukup sulit. Warga hanya bisa melihat hewan tersebut di lokasi penangkaran milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB atau di penangkaran milik warga yang sudah diberi izin.

Rusa timor bisa dikenali dengan ciri-ciri memiliki warna bulu coklat abu-abu sampai coklat tua kemerahan dan  yang jantan warnanya lebih gelap. Rusa jantan dewasa memiliki ranggah atau tanduk yang bercabang tiga, dengan ujung-ujungnya yang runcing, kasar dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang ranggah rata-rata 80 – 90 cm, tapi ada juga yang lebih dari 100 cm.

Masa reproduksi rusa dimulai dari umur 1,5 tahun sampai 12 tahun, rusa dapat bertahan hidup antara umur 15- 20 tahun. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu ekor.

Berbagai macam tingkah laku rusa timor yang telah diamati oleh peneliti-peneliti, baik tingkah laku harian maupun tingkah laku reproduksi. Rusa timor memiliki tingkah laku memilih shelter (tempat berlindung) yang memiliki ketersediaan sumber pakan dan minum,serta tersedianya naungan yang jauh dari gangguan manusia. Rusa timor memiliki kebiasaan hidup berkelompok.

Untuk tingkah laku reproduksi rusa timor, menurut penelitian Alexander tahun 1980, rusa betina dewasa dan telah beranak, pada umumnya lebih tenang menghadapi rusa jantan. Sedangkan rusa betina muda memiliki pola kurang sempurna, pada respon perkawinan dan tidak mencari pejantan. Jika pada saat tersebut ada lebih dari satu pejantan yang libido, maka akan terjadi pertarungan. Dalam setiap kelompok, rusa jantan memiliki lima ekor betina.

Dalam tingkat laku makan, secara umum baik rusa timor jantan maupun betina melakukan aktivitas ingestif (makan-minum) lebih banyak pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari lebih banyak waktu digunakan untuk istirahat. Betina tua akan menjadi ketua kelompok saat merumput. Hal ini dikarenakan rusa betina lebih tanggap dalam memilih rumput. Betina juga lebih tanggap terhadap bahaya luar dengan memberi tanda atau isyarat kepada kelompoknya dengan mengeluarkan suara atau berhenti sejenak merumput. Jika telah aman betina akan menuntun kembali dalam merumput.  Rusa timor merupakan hewan yang hidup berkelompok, aktif pada siang dan malam hari. Di alam bebas, jumlah kelompok rusa dapat mencapai ratusan ekor.

International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Red List menyatakan bahwa populasi rusa timor secara keseluruhan diperkirakan sekitar 10.000 hingga 20.000 ekor dewasa. Rusa timor diperkirakan berasal dari pulau Jawa dan Bali yang kemudian tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia termasuk ke NTB. Bahkan telah diintroduksi juga ke berbagai negara seperti Australia, Mauritius, Kaledonia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Timor Leste.

H. Lalu Mudjitahid, sesepuh masyarakat Lombok bertutur, populasi rusa timor 60 tahun lalu di NTB sangat banyak. Ia menjadi buruan warga serta TNI yang baru masuk ke daerah ini. Selain karena hobi, juga untuk dikonsumsi.

Dulunya di kawasan Gunung Sasak, Lombok Barat, populasi rusa tak terhitung jumlahnya. Sekarang sudah tidak ada lagi. Rusa liar hanya bisa dijumpai di Kaki Gunung Rinjani, Pulau Moyo Sumbawa atau di kawasan Gunung Tambora. Hilangnya rusa di Gunung Sasak seiring dengan hilangnya sejumlah mata air disana lantaran kondisi lingkungan dan habitat rusa yang rusak.

“Di Gunung Sasak itu, saya ingat waktu SD sampai akhirnya saya trauma kalau dengar tembakan senjata, bedil berlaras panjang itu. Saya sedang main-main di lapangan dekat masjid di Kuripan, ada baru masuk tentara Siliwangi tahun 50-an ke NTB. Mereka suka berburu ke Gunung Sasak, malam-malam tinggal pakai lampu, jadi rusa yang datang saking banyaknya di Gunung Sasak itu. Sekarang sudah tidak ada” Kata Mudjitahid.

Mantan Bupati Lombok Barat periode 1989 – 1999 mengatakan, di Pulau Sumbawa, populasi rusa dulunya sangat banyak. Berkurangnya populasi rusa disana diklaim karena masih adanya perburuan liar, disamping karena kondisi lingkungan yang menjadi habitat rusa sudah banyak yang rusak.

“Kalau di Sumbawa karena perburuan liar. Dulu kalau di Sumbawa kalau kita jalan pakai kendaraan, rusa itu banyak yang nyeberang jalan. Sekarang jarang karena diburu tadi. Saya kira itu bisa diangkat lagi” tambahnya.

Rusa Timor di NTB Diprediksi Tinggal  2.528 Ekor

Rusa di sanctuary Gunung Tunak, Lombok Tengah

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB mencatat populasi rusa timor saat ini berjumlah sekitar 2.528 ekor. Dengan jumlah estimasi rusa yang hidup di alam liar sebanyak dua ribu ekor. Sementara yang hidup di penangkaran sebanyak 528 ekor, tersebar di seluruh wilayah NTB. Jumlah penangkaran yang diberikan izin sampai saat ini sebanyak 53 penangkaran.

Humas BKSDA NTB Ivan Juhandara menerangkan, BKSDA tak memungkiri masih ada perburuan liar satwa yang dilindungi ini. Karena itu ada sejumlah langkah yang dilakukan untuk melestarikan rusa timor, salah satunya penangkaran di taman wisata alam (TWA) Gunung Tunak, Lombok Tengah dan TWA Suranadi, Lombok Barat. Di TWA Gunung Tunak, rusa dipelihara dalam kandang terkontrol untuk nantinya dilepas di alam liar.

“Di TWA Gunung Tunak, kita sudah membangun sanctuary dengan luas 2.500 meter persegi, kemudian kita juga sudah menanam areal pakan rusa. Di sanctuary TWA Gunung Tunak sudah ada 13 ekor dengan komposisi jantan 7 ekor dan betina 6 ekor” kata Ivan.

BKSDA NTB menilai tak sedikit dari 53 warga yang diberikan izin menangkar rusa tersebut hanya berdasarkan hobi mengoleksi satwa ini, tidak memiliki keahlian yang cukup untuk memelihara rusa dengan baik. Hasilnya pertambahan populasinya tidak banyak.

“Kita juga minta kepada para penangkar yang berizin untuk mendukung pengembangan rusa di sanctuary tersebut. Karena pemegang izin panangkaran yang perorangan yang jumlahnya 53 itu dia ada kewajiban 10 persen dari hasil penangkarannya disumbangkan, mereka wajib mendukung kegiatan konservasi di alam” tambah Ivan.

Menurutnya, Provinsi NTB sama sekali tak memiliki kuota atau jatah tangkap rusa timor seperti halnya di Papua. Karena itu berburu jenis rusa ini dilarang. Pemburu liar diancam sanksi pidana. Perlakuan terhadap rusa yang ada di NTB hanya boleh dimanfaatkan dari hasil penangkaran. “Jadi ketika mereka melakukan perburuan ya ancamannya UU No 5/1990 dengan acaman pidana 5 tahun dan denda 100 juta,” jelasnya.

Perburuan liar terhadap rusa timor di Provinsi NTB masih dijumpai oleh petugas Pos Penanganan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah NTB. Namun data pendukung sejauh ini belum ada yang jelas, berapa kasus yang pernah ditangani misalnya dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Mustaan, pengawas Pos Gakkum wilayah NTB bertutur, perburuan liar terhadap rusa timor masih terjadi baik di Lombok maupun Sumbawa. Mereka berburu dengan cara tradisional, namun ada juga yang menggunakan senjata api rakitan.

“Secara umum masih ada perburuan di beberapa kawasan. Kalau di Lombok masih secara tradisional, sebagian ada juga yang menggunakan senpi. Saya tidak tahu dari mana mereka dapat senpi. Di wilayah Pusuk ( Lombok Timur-red) disana habitanya di wilayah Propok,”  kata Mustaan.

Kendala yang dihadapi dalam pengawasan satwa yang dilindungi yaitu luasnya kawasan hutan yang harus dijaga serta pemburu yang cukup sulit dilacak. Kendala lainnya berupa kurangnya personil di Pos Gakkum NTB yang hanya 13 orang.  “Disamping lokasinya yang jauh pak karena lokasinya orang berburu itu pindah-pindah dia. Kalau perburuan tradisional dia mengikuti anjing. Kemana anjingnya mencari, pemburu akan ikut. makanya agak susah diawasi. Disamping personil juga kurang,” tuturnya.

Pemburu rusa timor yang pernah ditangani Mustaan yaitu di wilayah Aiq Berik Kabupaten Lombok Tengah tahun 2007 silam. Selama melakukan pengawasan lapangan, dia mengaku tidak penah menemukan secara langsung rusa timor di alam liar.

Sementara itu, Polisi hutan di NTB juga mengakui  adanya perburuan liar terhadap rusa ini terutama di Pulau Sumbawa. Sementara di Pulau Lombok sudah cukup jarang terdengar. Penyidik Polisi Hutan NTB, Nengah mengatakan, pihaknya pada November 2017 lalu  bahkan menangkap pelaku perburuan liar rusa timor di Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa. Lima orang pemburu tersebut ditangani di Polda NTB, namun dengan tuduhan kepemilikan senjata api rakitan.

“Memang ada perburuan liar di Pulau Moyo, itu kan ada sekitar lima orang pelaku itu, sudah dibawa ke Mataram. Itu kenanya kemarin dijerat dengan Undang-Undang darurat kepemilikan senjata api rakitan. Kasusnya minggu kemarin, bulan November. Rencananya mau berburu rusa, namun keduluan diamankan sama teman-teman yang sedang patroli,” katanya.

Salah satu tantangan pengawasan tindakan kriminal satwa yang dilindungi yaitu masih minimnya jumlah polisi hutan di NTB. Jumlah polisi hutan kini hanya 25 orang yang ditugaskan mengawasi sekitar 50 ribu hektar kawasan hutan yang menjadi kewenangan BKSDA NTB.

“ Kita disini ( di kantor) ada dua orang, berarti yang di lapangan itu ada 23 orang. Kita ambil contoh di kawasan Bangko-Bangko luas kawasannya 2.600 hektar, namun dijaga oleh satu orang polhut. Di Suranadi bahkan tanpa polhut. Karena itu kita butuh kerjasama dengan instansi terkait dan masyarakat setempat juga,” jelas Nengah.

Rusa timor masuk ke dalam Red List International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dengan status “Vulnerable” yaitu rentan dari kepunahan. Status ini menandakan kondisi populasi rusa timor menurun di habitatnya, hal ini dikarenakan adanya perusakan habitat serta perburuan liar.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, rusa timor masuk ke dalam daftar satwa yang dilindungi di Indonesia.

Rusa Timor Dukung Pariwisata NTB

Rusa di sanctuary Gunung Tunak, Lombok Tengah

Sekretaris Komisi II Bidang Pariwisata dan Kehutanan DPRD NTB, Yek Agil mengatakan, menjaga rusa timor hanya membutuhkan  goodwill saja dari pemerintah. Kalau tidak dilakukan konservasi  secara serius, maka sangat disayangkan. Karena satwa ikon NTB di masa yang akan datang terancam kita tidak akan temukan lagi.

Menjaga rusa timor juga dipandang sangat untuk menunjang bisnis pariwisata di NTB yang sedang berkembang pesat. Apalagi denga ditetapkannya Gunung Rinjani menjadi geopark dunia oleh Unesco, tentu keanekaragaman hayati didalamnya harus terjaga dengan baik.

“Tentu salah satu penunjang Global Geopark itu ketersediaan satwa ciri khas Rinjani. Sehingga bisa simultan antara Geopark Rinjani dengan mempertahankan satwa ikonik NTB” kata Yek Agil.

Salah satu lokasi penangkaran rusa timor yang berada dibawah tanggungjawab BKSDA NTB adalah Taman Wisata Alam Suranadi, Lombok Barat. Di lokasi ini terdapat enam ekor rusa yang sering menjadi objek penelitian mahasiswa dari Mataram. Menurut Muhammad Said, pemelihara rusa timor, rusa yang ditangkar disini adalah anakan dari rusa generasi awal. Induknya kini sudah dipindah ke TWA Gunung Tunak di Lombok Tengah.

“Kan yang banyak di sini kan wisata alam dan wisata pendidikan, sebagian ada yang meneliti rusa, cara makan rusa, perkembangbiakan rusa,. Masuknya bayar, kalau hari biasa lima ribu, parkir lima ribu, kalau hari libur 7.500,” tutur Muhammad Said.

Dari 53 izin penangkaran rusa timor yang dikeluarkan oleh BKSDA NTB, ada di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Hakim, Kediri Lombok Barat. Pengkaran dilokasi ini terbilang berhasil, namun masih menemui masalah. 10 tahun yang lalu, ada tiga ekor rusa dibawa ke sini dan berhasil berkembang biak menjadi sekitar lebih dari 40 ekor. Banyak diantaranya yang dibagi-bagi lagi ke sejumlah pesantren di Lombok agar satwa ini berkembang biak.

Azhar, petugas yang menjadi penjaga rusa timor di Pesantren ini bertutur, sekitar 10 ekor rusa telah mati akibat berbagai faktor, seperti sakit, digigit oleh anjing dan karena tak ada pemeriksaan kesehatan untuk satwa ini.

“Tidak ada yang dipotong, kalau mati banyak sekitar 10 ekor, Keluar pas pagi ada yang mati karena sakit, digigit anjing, tidak ada pemeriksaan kesehatan disini,” kata Azhar.

Azhar mengaku merawat rusa-rusa ini dengan baik. Untuk pakan, setiap rusa bisa menghabiskan dedaunan sampai lima ikat dari pagi sampai malam. Rusa yang besar di penangkaran ini sudah jinak dan bisa mengenali lingkungannya. Sehingga belum pernah mereka hilang saat berkeliaraan melewati batas penangkaran.

Sementara itu, peneliti penangkaran rusa timor, Rubangi Al Hasan mengatakan, dari amatannya selama ini banyak aturan yang tak ditaati oleh para penangkar rusa timor. Bisa jadi karena tidak ada pengawasan yang ketat dari BKSDA NTB atau kesadaran para penangkar yang masih rendah. Misalnya rusa yang boleh konsumsi tidak diberikan tanda di bagian badan rusa. Selain itu serah terima rusa timor ke pihak lain sering tanpa dokumen yang lengkap.

“Tidak ada yang benar-benar menerapkan aturan penangkaran. Ada  pihak yang tidak mau mengkonsumsinya meski hewan itu mau mati, namun ada juga pihak yang cuek kalau sudah sakit ya dipotong. Banyak yang terjadi seperti itu. Serah terimakan ke pihaklain tanpa ada dokumen” kata Rubangi.

Dia mendorong masyarakat NTB agar bisa beternak rusa, tentunya dengan menaati semua aturan serta memahami cara beternak rusa dengan baik. Itu akan memberikan manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat. Rusa yang boleh dikonsumsi tentunya generasi ketiga dari penangkaran awal. Namun tantangannya yaitu populasi rusa timor yang ada dalam penangkaran selama beberapa tahun terakhir tidak berkembang dengan baik.

“Dari tahun yang saya teliti saja tahun 2010 populasi di penangkaran sudah 500 lebih, harusnya selama 7 tahun ya terjadi penambahan. Ya dapat dikatakan tidak berjalan efektif penangkaran yang terjadi saat ini seperti yang pernah saya tulis juga. Dari sisi lembaga yang memfasislitasi seperti BKSDA kurang dalam menfasilitasi para penangkar ini ya” katanya.*

                                         

 

No Comments

Leave a Reply