Mataram (Global FM Lombok) -Pabrik pengolahan kayu lapis atau tripleks kini sudah hadir di NTB. Pabrik dengan kapasitas 3.000 meter kubik kayu per bulan milik PT. Kayu Lima Sejahtera (KLS) ini telah beroperasi di Lombok Tengah (Loteng).
Kepala Bidang Pengelolaan Hutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Julmansyah, S. Hut, M.AP mengatakan keberadaan pabrik pengolahan kayu tersebut menjadi jaminan pasar kayu yang ditanam oleh masyarakat atau kelompok masyarakat di areal perhutanan sosial.
Dengan adanya jaminan pasar, masyarakat akan menggalakkan penanaman kayu Sengon yang menjadi bahan baku tripleks tersebut di lahan kritis yang mencapai ratusan ribu hektare di NTB.
“Jenis kayunya (yang dibutuhkan) Sengon, kategori kayu lunak dan kayu cepat tumbuh. Usia tumbuhnya 5 – 6 tahun, petani sudah bisa panen,” kata Julmansyah dikonfirmasi Suara NTB, Minggu (21/6) kemarin.
Ia menjelaskan selama ini PT. Kayu Lima Sejahtera bermitra dengan masyarakat di luar kawasan hutan. Dan juga akan menerima kayu yang berasal dari perhutanan sosial.
“Kita Dinas LHK mendorong agar KLS menjadi pasar atau offtaker dari kayu-kayu yang sudah ditanam oleh masyarakat. Sehingga kayu masyarakat punya pasar,” katanya.
Perusahaan tersebut, kata Julmansyah sekarang sedang mengurus rencana pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Pulau Sumbawa seluas 7.000 hektare. Bahkan untuk memasok kebutuhan bahan baku kayu untuk pabrik yang sudah beroperasi di Lombok Tengah, pihaknya sudah mempertemukan mereka dengan salah satu pemegang izin HTI di Pulau Sumbawa.
Perusahaan pemegang izin HTI di Pulau Sumbawa tersebut sudah mulai menanam kayu Sengon sejak beberapa tahun lalu dan usia tanamnya sudah memungkinkan untuk ditebang. Selain kayu Sengon di kawasan HTI, juga ada di kawasan perhutanan sosial.
“Kayu Sengon di perhutanan sosial sudah ada. Tinggal proses tebang saja. Cuma harus mengurus administrasinya. Supaya menjadi legal,” jelasnya.
Julmansyah mengatakan agar petani dan perusahaan sama-sama untung. Pihaknya membuat strategi agar kelompok tani bermitra dengan perusahaan yang dilakukan dengan penandatangan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama.
“Di situ diatur soal harga, bagaimana menjual, apa hak dan kewajiban para pihak. Kita akan ikat supaya petani sejajar dengan perusahaan. Memang sejak awal petani dan perusahaan harus diikat dengan perjanjian kerja sama supaya ada keyakinan bahwa kayu yang ditanam punya pasar dan harga,” katanya.
Julmansyah mengatakan dalam satu areal kawasan, bukan saja ditanami kayu sengon. Tetapi dapat juga ditanami tanaman yang dapat menjadi pakan serta kayu putih. Dimana, kayu Sengon dapat dipanen 5 tahun sekali, kayu putih beberapa kali dalam setahun dan tanaman pakan ternak yang dapat dipanen setiap 45 hari.
“Itu modelnya agroforestry. Kita akan uji coba di Sekotong dulu. Kalau sukses di Sekotong, kita replikasi ke lokasi yang lain. Kita akan dorong masyarakat yang menanam. Para kepala desa kita harapkan bisa menangkap peluang ini. Supaya bisa melakukan rehabilitasi lahan kritis,” tandasnya. (nas)
No Comments