Penulis: Ainul Yakin, M.Pd (Staff Pengajar Poltekpar Lombok)
Tahun lalu tepatnya bulan Agustus 2018, Menteri Pariwisata Dr. Arif Yahya telah membentuk Team Crisis Center (TCC) pada malam Ahad tanggal 19 Agustus 2018 yang fokus membenahi 3A (Akses, Amenitas dan Atraksi). Yang pertama Akses, akses dalam hal ini yang dimaksud adalah kelayakan fasilitas umum pasca gempa seperti: Bandara, Pelabuhan dan fasilitas publik lainnya yang mendukung kebutuhan wisatawan dalam mengakses sebuah destinasi atau objek wisata yang ada di sekitar destinasi wisata.
Kedua Amenities atau tempat penginapan adalah bagian lanjutan dari tugas TCC Kemenpar yaitu mengetahui bagaimana kondisi ralitas pada sebuah destinasi, berapa jumlah kamar yang siap dihuni, berapa yang tidak memenuhi syarat dan berapa lama harus menunggu renovasi, serta harus dijaga agar memenuhi standar safety and security. Yang ketiga adalah Atraksi, atraksi merupakan bagian yang paling akhir yang harus di cek untuk memastikan bagaimana suasana atraksi itu sendiri apakah sudah bisa dikunjungi atau belum, masih bagus ataukah ada yang rusak dan apakah itu membahayakan wisatawan atau tidak.
Saat ini kerja tim tersebut sebagian sudah membuahkan hasil yang ditandai dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Gili Tramena (Trawangan, Meno dan Air) dari sebelumnya 0% meningkat menjadi 50% disusul dengan Kota Mataram, Senggigi dan Loteng dengan kenaikan sekitar 30% sampai dengan Agustus 2018 (Tccntb:2018). Konsen Pemerintah Pusat (Kemenpar RI) dalam Percepatan dan pemulihan destinasi wisata terdampak terutama di NTB sangatlah tinggi karena bicara tentang pariwisata merupakan kepingan mata uang yang tidak terpisahkan dari hulu ke hilir kalau seandainya elemen pemerintah pusat dan daerah salah satunya tidak berjalan makasimal maka, perkembangan recovery pascagempa tidak akan berjalan lancar.
Oleh karena itu pemerintah daerah harus menyambut baik program recovery ini karena bukan hanya berdampak terhadap pemerintah NTB, tetapi juga kepada pemerintah pusat terhadap kontribusi perkembangan pariwisata dunia. Perkembangan diatas tentu harus berimbas kepada model pariwisata NTB baik Pariwisata Konvensional maupun Pariwisata Halal. Tetapi pegembangan tersebut belum optimal kalau hanya satu atau beberapa pihak yang terlibat dalam pembangunan bisnis menjanjikan yang tidak akan pernah basi ini, seperti tulisan – tulisan sebelumnya yang mengulas masalah konsep pengembangan pariwisata halal haruslah melibatkan banyak stakeholder atau dengan konsep berjama’ah (terintegrasi) baik dari pusat, pemprov dan kabupaten kota sesui dengan karakteristiknya masing – masing.
Baru – baru ini Lombok – NTB juga mendapatkan penghargaan lagi dari Indosesia Muslim Travel Index (IMTI) senin, 8 April Tahun 2019 sebagai Destinasi Halal Terbaik di Indonesia yang mengalahkan 10 destinasi seperti di Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Yogyakarta dan Makassar. Sekor tertinggi diraih oleh Lombok dengan nilai 70 yang mengungguli destinasi lainnya dengan rata – rata nilai 55 dan skor terendah diraih oleh Makassar dan sekitarnya dengan nilai 33 poin (Liputan 6 dan VIVA news, 2019).
Predikat ini menggunakan pendekatan CresentRating dan Halal Trip yang digunakan oleh Global Muslim Travel Index (GMTI) dari tahun ketahun, IMTI menganalisis pengembangan pariwisata melalui 4 keriteria yang meliputi Access, Communication, Environment dan Services (ACES). Access ini meliputi: Air Connectivity, visa requirements dan transport infrastructure, dengan konsekuensi apakah semua keriteria diatas sudah memenuhi syarat, kondusif atau tidak terhadap wisatawan muslim.
Kedua Communication meliputi: Outreach, ease of communication dan digital presence hal ini mengindikasikan bahwa jaminan kemudahan dalam berkomunikasi, dengan sistem digital dalam mencapai target wisman menjadi 20 juta pada tahun 2019. Komponen Environment meliputi: safety and culture, visitor arrivals dan enabling climate dengan bertujuan supaya wisatawan nyaman, aman serta bisa langsung disambut dengan hangat pada saat tiba di Bandar Udara Internasional Lombok dan kemudahan dalam mngakses atraksi budaya yang disuguhkan kepada wisatawan serta menjamin keselamatannya.
Terakhir adalah komponen Services yang meliputi: Core needs: (Halal food and Prayers),Core services: (Hotel airports and unique experiences) dalam artian wisatawan muslim mendapatkan dengan mudah apa yang menjadi kebutuhan utamanya seperti makanan halal dan tempat beribadah yang memadai selanjutnya kebutuhan pelayanan yang meliputi penginapan, mendapatkan pelayanan lebih dan pengalaman unique yang berbeda dengan biasanya (GMTI, 2018).
Menyoal tentang prestasi tersebut diatas yang dikorelasikan dengan kondisi dan keberpihakan Pemerintah Daerah, muncul lah pertanyaan sederhana yang megatakan sejauhmana langkah Pemeritah NTB dan Pemkot/Pemkab dalam memperoyeksikan kedatangan wisatawan muslim yang akan datang ke Indonesia terutama ke Lombok? Jika melihat perkembangan Wisatawan Muslim Global semakin tahun akan semakin bertambah. Pada tahun ini 2019 Kemenpar RI menargetkan kujungan untuk wisatawan muslim mencapai 5 juta orang sedangkan pergerakan wisatawan muslim dunia mencapai 230 Juta hingga tahun 2026 (Anang, 2019). Sedangkan populasi Muslim dunia sampai tahun 2030 adalah 2.2 Milliar atau setara dengan 26.4% sedangkan pada tahun 2050 berjumlah 2.8 Milliar atau setara dengan 30% Populasi Ummat Islam di dunia (IHW, 2016).
Lebih lanjut tentang total pengunjung dan pengeluaran belanja wisatawan muslim (Muslim Expenditure) dari tahun ke tahun terus berkembang dengan signifikan yaitu 98 Juta Pengunjung pada tahun 2010 berjumlah 121 Pengunjung tahun 2016 dan 158 Pengunjung pada tahun 2020 dengan Pengeluaran sekitar 300$ Miliar dolar sampai tahun 2026 (GMTI, 2018). Dari sekian banyak total kunjungan dan pengeluaran wisatawan muslim yang bergerak diseluruh dunia termasuk Indonesia dan Lombok yang merupakan satu satunya provinsi yang mendeklarasikan dirinya menjadi destinasi halal dunia di Indonesia maka, haruslah selaras dengan kebijakan nasional dan internasional yang didukung oleh ketersediaan ACES menurut IMTI dan 3A dari kemeterian Pariwisata diatas. Optimalisasi Pariwisata Halal NTB menurut pandangan penulis belum berjalan maksimal yang dibuktikan dengan belum adanya destinasi khusus untuk para muslim traveler yang berkunjung ke beberapa destinasi di Lombok, pewacanaan zona destinasi halal memang sudah dilakukan dengan pilihan beberapa destinasi yang ada tapi belum terlaksana dengan maksimal oleh para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat.
Optimalisasi peran Pemerintah Daerah dalam percepatan pengembangan pariwisata halal sangatlah penting dikarenakan dengan telah adanya 1). Peraturan Daerah (PERDA) tentang Wisata Halal No. 2 Tahun 2016, 2). Pariwisata Halal sebagai pilihan/tambahan, 3). Populasi/Perkembangan Wisatawan Muslim dunia setiap tahun bertambah, 4). Adanya World Halal Travel Award 2015 di Uni Emirat Arab (UEA) dengan penghargaan World’s Best Halal Tourism Destination dan World’s Best Halal Honeymoon Destination sedangkan pada level domestik Lombok didaulat sebagai World’s the Best Friendly Family Hotel Pada Tahun 2016. 5). Tuntutan wisatawan terhadap pelayanan lebih yang akan disuguhkan sebagai konsekuensi logis dari Perda Halal, 6). Kewajiban dalam memberikan jaminan kenyamanan dan kesehatan terhadap destinasi dan makanan yang ditawarkan. Selain itu juga peran para pelaku pariwisata dan usaha pariwisata, masyarakat sekitar destinasi dan peran dari ancillary/kelembagaan pariwisata baik pada level pemerintah kabupaten/kota dan desa sangat menentukan keberlangsungan pengembangan pariwisata haalal tersebut diatas.
Adapun tawaran solusi penulis dalam optimalisasi pengembangan pariwisata berkelanjutan di NTB adalah Sbb:
No Comments