NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat Sering di Bawah 100, Ini Kata Distanbun 

Global FM
25 Apr 2023 16:57
Pemerintahan 0 3372
3 minutes reading
BPS NTB mengikuti panen raya Nusantara di Kabupaten Lombok Timur tanggal 9 Maret lalu. Sebagian besar NTP di daerah ini bernilai di atas 100, kecuali untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat. (Global FM Lombok/ist)

Mataram (Global FM Lombok) – Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTB bulan Maret 2023 sebesar 110,63 atau turun 0,61 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP dikarenakan penurunan Indeks Harga yang diterima petani sebesar 0,34 persen sedangkan Indeks Harga yang dibayar petani naik sebesar 0,27 persen.

NTP sendiri adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. Ini juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB Wahyudin menyebut sebagian besar NTP di daerah ini bernilai di atas 100, kecuali untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat yaitu sebesar 89,66.

“Adapun nilai NTP sub sektor lainnya masing-masing yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 110,28, subsektor hortikultura sebesar 141,27, subsektor peternakan sebesar 102,54, dan subsektor perikanan sebesar 111,94,” kata Wahyudin saat memberikan keterangan Senin, 3 April 2023 .

Ia menerangkan, pada Maret 2023 terjadi kenaikan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Provinsi NTB sebesar 0,32 perse. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan indeks pada kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, pakaian, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga serta kelompok pengeluaran lainnya.

Selain NTP, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi NTB Maret 2023 sebesar 111,41 atau turun 0,51 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB Dr. H. Fathul Gani mengomentari seringnya subsektor tanaman perkebunan rakyat paling rendah dari sub sektor lainnya.

Ada beberapa hal yang menyebabkan hal itu terjadi. Salah satunya karena beragamnya subsektor tanaman perkebunan rakyat di NTB seperti kelapa, kopi, cengkeh, tembakau, vanili dan sebagainya. Satu atau dua subsektor tanaman perkebunan rakyat yang tak berhasil dalam periode tertentu akan bisa berdampak pada beberapa komoditas yang hasilnya sedang bagus.

“Tembakau misalnya bisa di angka 100, namun karena beragamnya perkebunan di masyarakat kita sehingga tertutupi keberhasilan tembakau itu. Misalnya vanili belum berproduksi, masih dalam proses penanaman, satu atau dua tahun baru dinikmati hasilnya. Buah yang lain juga fluktuatif, kadang berhasil kadang tidak, tergantung kondisi cuaca,” kata Fathul Gani.

Ia mengatakan, kontinyuitas ketersediaan hasil produksi masih ada sedikit persoalan di  subsektor tanaman perkebunan rakyat ini lantaran sangat tergantung oleh kondisi cuaca.

Selanjutnya, biaya produksi untuk subsektor perkebunan rakyat dinilai masih tinggi, sehingga mempengaruhi angka NTP yang dihitung oleh BPS. Terkait dengan hal ini, Distanbun NTB menyiasatinya dengan memberikan bantuan bibit tanaman perkebunan. Selanjutnya memberikan fasilitasi pembinaan kepada para kelompok tani di NTB.

“Kalau perkebunan rakyat di kita itu kan luas dan tersebar. Komoditi kan punya area masing-masing di wilayah NTB. Kalau tembakau misalnya sekitar 20 ribuan hektare, komoditas kelapa sekian ribu hektare. Jadi punya area masing-masing karena beragamnya banyak,” katanya.(ris)

No Comments

Leave a Reply