Mataram (Global FM Lombok) -Pemprov NTB berkolaborasi dengan PT. Geo Trash Management asal Australia menghadirkan mesin pirolisis pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar (diesel) di Science Technology and Industrial Park (STIP) NTB, Banyumulek Lombok Barat. Mesin tersebut mampu mengolah satu ton sampah plastik per hari, dan menghasilkan 400 liter solar.
Wakil Gubernur NTB, Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah mengatakan kehadiran mesin pirolisis tersebut menjadi solusi terbaik dalam mengatasi masalah sampah plastik di NTB. Menurut General Manager Geo Trash Management (GTM), Andrew Sinclair, sampah plastik sekarang menjadi monster di laut.
“Teknis pirolisis ini mengubah plastik menjadi bahan bakar. Sebenarnya bisa menjadi diesel (solar), bensin dan sebagainya. Tapi di sini difokuskan dulu diesel (solar) dengan kualitas yang baik,” kata Wagub dikonfirmasi usai meninjau mesin pengolah sampah plastik menjadi solar di STIP NTB, Sabtu (29/5).
Wagub mengatakan kehadiran mesin ini menjadi solusi terbaik mengatasi persoalan sampah plastik di NTB. Pasalnya, dalam daur ulang sampah plastik, hanya jenis tertentu saja yang bisa diterima. Seperti sampah plastik jenis botol minuman.
Orang nomor dua di NTB ini mengatakan jika mesin pirolisis pengolah sampah plastik menjadi solar yang ada di STIP NTB berjalan dengan bagus. Maka, nantinya GTM akan mengembangkan menjadi kapasitas 10 hingga 20 ton sampah plastik per hari.
Keberadaan mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar ini, lanjut Wagub, diharapkan membuat Pemda kabupaten/kota semakin memiliki pemahaman yang sama tentang program zero waste. Dan bisa jadi, mesin pengolah sampah plastik menjadi solar ini akan dibangun juga di kabupaten/kota di NTB.
“Sehingga di NTB ini, orang melihat sampah plastik itu duit. Karena ini mereka (Geo Trash Management) akan beli sampah plastik. Mereka akan beli, sama dengan botol plastik yang didaur ulang selama ini. Ini adalah bentuk hilirisasinya,” tandas Wagub.
Selain itu, kata Wagub, akan dibangun juga industri pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) di TPA Regional Kebon Kongok. Mesin RDF tersebut akan mengolah sampah organik menjadi pelet atau bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Tetapi itu, bahan bakunya dari sampah organik, cuma 5 persen sampah plastik. Kayak sampah dari batang pohon, ranting pohon, daun dan lainnya,” katanya.
Wagub menambahkan, kehadiran mesin pirolisis yang mengubah sampah plastik menjadi solar, yang sangat dibutuhkan. Dan sekarang, sudah ada di NTB.
General Manager Geo Trash Management (GTM), Andrew Sinclair mengatakan bahwa mesin produksi bahan bakar tersebut ramah lingkungan dan bisa mengubah sampah plastik menjadi energi diesel (solar). “Sehingga ke depan bersama-sama kita mewujudkan Lombok sebagai permata Indonesia,” katanya.
Mesin tersebut dapat mengolah sampah plastik sebanyak satu ton dalam sehari. Dalam satu ton sampah plastik yang diolah akan menghasilkan solar sebanyak 400 liter.
Nantinya, GTM juga akan menggandeng investor untuk membangun mesin pengolah sampah plastik dengan kapasitas 20 ton sehari di TPA Regional Kebon Kongok. Solar yang dihasilkan setara dengan dexlite.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, pada 2018, Indonesia memproduksi 3,22 juta metrik ton sampah per tahun. Dari jumlah tersebut sebesar 14 persen atau 450.800 ton merupakan sampah plastik per tahun.
Sementara di NTB, jumlah produksi sampah sebanyak 3.388,76 ton per hari. Sebanyak 641,92 ton dibuang ke TPA, dan 51,21 ton per hari didaur ulang di bank sampah. Sehingga sebanyak 2.695,63 ton atau sekitar 80 persen sampah di NTB tidak terkelola atau belum tertangani, berdasarkan data 2018.
Dari 2.695,6 ton sampah yang tidak dikelola, sebesar 14 persen merupakan samppah plastik. Atau sekitar 377 ton sampah plastik yang tidak dikelola atau belum tertangani di NTB.
Andrew mengatakan dirinya terobsesi untuk mencari solusi untuk mengatasi sampah plastik yang ia sebut sudah menjadi monster di laut. Andrew menceritakan awalnya dia bersama salah satu partnernya, berinvestasi membeli kapal wisata pada tahun 2015.
Bisnis penyewaan kapal wisata tersebut dioperasikan di sekitar Thailand dan Malaysia. Selama dua tahun menjalani bisnis tersebut, ia mengalami banyak sekali petualangan hebat dan juga bertemu dengan banyak orang luar biasa termasuk tamu dan masyarakat sekitar.
Kapal wisata yang dimiliki memiliki panjang sekitar 15 meter dengan kapasitas empat penumpang. Dalam perjalanannya, dia menemukan satu masalah besar yang tidak bisa diabaikan.
Ia mengatakan masalah tersebut sering membuat baling-baling dan jangkar terjerat. Dan setiap pantai tertutup keindahannya. Masalah tersebut adalah sampah plastik.
Pada akhirnya, Andrew memutuskan menghentikan bisnis penyewaan kapal wisata. “Dan kami menyadari seperti menjual kebohongan dengan menjual liburan di pulau surga. Karena itu sia-sia akibat sampah plastik,” tuturnya.
Sehingga saat itu ia terobsesi untuk menemukan solusi mengenai masalah sampah plastik. Solusinya harus sederhana namun mengglobal. Berteknologi rendah tapi 100 persen efektif. Terjangkau namun menguntungkan. Dan berorientasi komunitas tetapi melayani jutaan manusia sekaligus.
“Kami menemukan sistem pirolisis yang sudah berfungsi di banyak negara. Namun sayangnya sistem ini ditutup-tutupi dan dirahasiakan oleh perusahaan dan kapitalis,” katanya.
Pada 2019, Andrew diundang oleh teman-temannya di Lombok. Teman-temannya memberitahukan bahwa di NTB ada gerakan zero waste. Dan ia juga dikenalkan dengan Wagub NTB. Sehingga, berawal dari itulah ada kolaborasi untuk mendirikan mesin pengolah sampah plastik menjadi BBM, yang sekarang berada di STIP NTB. (nas)
No Comments