Mataram (Global FM Lombok)- Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB sudah mengeluarkan fatwa sesat terhadap Rumah Mengenal Al Qur’an yang dipimpin oleh SA. MUI NTB menganggap SA ingkar hadist dan sunnah nabi karena hanya percaya terhadap Al Qur’an. Padahal keduanya merupakan inti dari ajaran Islam. SA bahkan tidak ahli di dalam membaca Al Qur’an lantaran hanya membaca terjemahannya saja.
Hal itu dikatakan Ketua MUI NTB, Prof H. Saiful Muslim usai pertemuan dengan SA di Mapolda NTB, Senin (30/1) siang. MUI telah berupaya meyakinkan SA untuk kembali ke ajaran Islam yang benar. Namun, yang bersangkutan bersikukuh tidak menerima hadist dan sunnah nabi Muhammad SAW. Karenanya, MUI mendesak aparat kepolisian untuk menangani hal tersebut sesuai dengan UU yang berlaku. Apalagi, kasus ini juga dinilai masuk kategori penistaan agama.
“Kita mendorong dia supaya dia kembali kepada Islam yang benar. Tidak mau dia. Oleh karena itu kita mohon kepada polisi untuk mengurusnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Negara kita. Majelis Ulama sudah menganggap dia sesat. Dia tidak percaya hadis, itu sudah inti dari persoalan akidah. Dan dia ternyata tidak ahli baca Qur’an karena hanya baca terjemah. Kalau dia sudah tidak percaya nabi, sunnah nabi, berarti sudah ingkar sunnah. Itu inti pokoknya”,terangnya.
Senada dengan itu, ketua komisi Fatwa MUI NTB, Mustami’udin Ibrahim mengatakan, yang bersangkutan telah berada di luar ajaran Islam yang benar. Karena itu, jika ingin kembali ke ajaran Islam yang benar maka yang bersangkutan harus mengucapkan dua kalimat sahadat serta memperbaiki keyakinannya. Ia mengatakan, yang bersangkutan hanya mempercayai ajaran Al Qur’an namun dia sendiri tidak memahami ajaran Al Qur’an karena hanya membaca terjemahannya saja.
“Dia tidak mengakui hadits rasul. Fahamnya ini sesat karena dia tidak mengakui hadits-hadist Nabi Muhammad SAW. Dia tidak menerima cara-cara kita shalat itu. Gerak-gerik rukuk sujud itu tidak ada di Al Qur’an katanya”,ujarnya.
MUI baru mengetahui persoalan ini baru sekarang dari pengetahuan yang bersangkutan. Namun, sebelumnya pada tanggal 25 Januari lalu, dia sudah berkirim surat kepada MUI untuk memberitahu terkait aktifitasnya. MUI meminta aparat penegak hukum untuk mengamankan pelaku untuk mencegah amukan massa.
Diperiksa
Sementara itu, Kepolisian Daerah (Polda) NTB akan memeriksa pelaku dugaan penyebar ajaran sesat, SA. Sementara ini, Polda NTB baru melakukan mediasi terhadap yang bersangkutan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Senin (30/1) di Mapolda NTB. Dalam kesempatan itu, MUI telah menganggap SA sebagai pelaku penyebaran ajaran sesat karena telah ingkar terhadap sunnah dan hadist Nabi.
Hal itu dikatakan Direktur Bina Masyarakat (Dirbinmas) Polda NTB, Benny Basir Warmansyah usai pertemuan dengan MUI dan SA. Ia mengatakan, sementara ini pelaku diamankan di Mapolda untuk didalami lebih lanjut. Pasalnya, masyarakat sudah mulai resah atas perilaku yang bersangkutan. Sejauh ini, sudah ada dampak dari tindakan pelaku. Salah satunya dikeluarkan dari lingkungan dan dilakukan pencopotan plang kantor Rumah Mengenal Al Qur’an yang berada di Jalan Bung Karno Mataram.
“Tadi sudah kita dengar MUI, selanjutnya memang diserahkan kepada kami untuk menindaklanjuti kita introgasi kembali yang bersangkutan. Kita amankan dulu. Kasian juga kan yang bersangkutan di sana juga sudah dikeluarkan dari tempatnya oleh camat, lurah juga dikeluarkan. Sudah dilepas juga plang. Kita belum tanya kegiatannya. Karena ini baru kita hanya memediasi saja. Tadi kita sudah dengar pernyataan dari ketua MUI, itulah yang nanti kita jadikan saksi ahli”,katanya.
Ditambahkan, sejauh ini pihaknya masih meminta keterangan dari yang bersangkutan. Sehingga belum bisa dipastikan apakah penyebaran ajaran sesat ini dilakukan sediri oleh pelaku atau ada ada pihak lain di balik itu. Begitu pula dengan tujuan pelaku menyebarkan ajaran sesatnya.
Berdasarkan keterangan sementara yang bersangkutan, dia berasal dari Jawa Timur dan tinggal di Kabupaten Sumbawa. Di Sumbawa, yang bersangkutan juga pernah membuka rumah mengenal Al Qur’an. Dia membuka kantor di Lombok baru tiga bulan dan hanya berdua dengan putranya. Adapun masyarakat hanya datang belajar kemudian pergi lagi. Artinya tidak ada warga yang tinggal langsung di lembaga tersebut.(dha)-
No Comments