Mataram (Global FM Lombok)- Aparatur Sipil Negara ( ASN) dilarang ikut dalam politik praktis atau terlibat dalam kegiatan dukung mendukung calon kepala daerah. Larangan ASN dalam berpolitik tertuang dalam UU Nomor 5/2014 tentang ASN. Untuk mendorong agar ASN tetap berada di jalurnya yang netral dalam kontestasi politik, Bawaslu NTB menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Membangun Netralitas ASN Dalam Pemilu dan Pilkada” yang digelar di Kantor Bawaslu NTB, Kamis (23/3).
Hadir dalam kesempatan itu Ketua Bawaslu NTB Muhammad Khuwailid, Ketua Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu NTB Bambang Karyono, Anggota KPU NTB Ilyas Sarbini, sejumlah akademisi seperti Dr Kadri, Agus, M.Si, Darmansyah, LSM, KNPI, sejumlah organisasi kepemudaan dan media.
Ketua Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu NTB Bambang Karyono mengatakan, pihaknya memiliki sejumlah program kerja terkait dengan pengawasan pemilu. Salah satunya adalah Tegur Bawaslu yang merupakan akronim dari Tuan Guru dan Bawaslu Mengawal Pemilu. Program ini muncul agar pada tokoh agama di NTB bisa menjadi pengawas pemilu yang bersih dan bermartabat. Selain itu, pengawasan kepada ASN agar tetap netral juga menjadi ranah Bawaslu dan jajarannya.
“Di tingkat pusat ada MoU antara Mendagri, MenPAN RB, KASN, BKN dan Bawaslu terkait dengan netralitas ASN dalam pemilu. Pentingkah ada MoU ditingkat bawah? nanti pengelolaannya seperti apa? Semoga ada masukan” ujarnya.
Sementara itu Ketua Bawaslu NTB Muhammad Khuwailid mengatakan, ASN selalu memberi warna tersendiri dalam pilkada. Keterlibatan ASN yang diatur oleh UU ASN tidak memberikan efek yang cukup untuk tidak terjadinya kegiatan politik praktis oleh ASN, karena tetap saja ditemukan kasus dukungan birokrasi ke calon tertentu.
“Di pilkada tahun 2015 lalu di tujuh kabupaten kota, sebagai sebuah gambaran, pelanggaran yang dilakukan ASN ada sejumlah tipe dari keterlibatan politik praktis dalam bentuk dukungan, mengkampanyekan, bahkan ada perbuatan dengan menggunakan kewenangannya dalam rangka mendukung salah satu pasangan calon” kata Khuwailid.
Menurutnya, hal ini menjadi kegelisahan dalam demokrasi. Misalnya di Pilkada 2015 lalu di KSB, ada sejumlah ASN yang diberikan sanksi oleh PLT Bupati KSB lantaran terbukti secara hukum terlibat dalam politik praktis. “ Sanksinya adalah penundaan kenaikan pangkat sampai pada penurunan pangkat dan golongannya,” tambahnya.
Sementara itu Anggota KPU NTB Ilyas Sarbini mengatakan, setidaknya ada beberapa kegiatan yang dilarang oleh ASN dalam pemilu seperti larangan terlibat dalam kampanye calon tertentu, menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, membuat keputusan yang mempengaruhi calon tertentu serta membuat kegiatan yang mengarah pada dukungan calon.
Meski ASN dilarang terlibat dalam politik praktis, namun faktanya banyak modus yang bisa dimodifikasi oleh ASN untuk mendukung calon dalam Pemilukada. Adapun sankai jika ASN yang terlibat dalam politik yaitu mereka bisa dikenakan pidana sesuai dengan UU ASN No 5/2014.
Untuk mencegah praktek keberpihakan ASN dalam Pemilukada, sebaiknya MoU penyelenggara pemilu dengan KemenPAN dan RB tentang pencegahan ASN berpolitik sebaiknya ditindaklanjuti di daerah. Seperti diketahui, NTB akan menggelar pemilukada serentak bulan Juni tahun 2018 mendatang. Pilkada NTB bersamaan dengan Pilkada kabupaten Lotim, Lobar dan Kota Bima. (ris)
No Comments