Melihat Potensi Wisata Hingga Produk Gula Aren Desa Pusuk Lestari

Global FM
17 Nov 2019 20:35
3 minutes reading

 

Salah seorang perajin gula aren Desa Pusuk Lestari tengah mengambil air nira dari pohonnya. (Ekbis NTB/her)

Giri Menang (Global FM Lombok)- Potensi Desa Pusuk Lestari Lombok Barat (Lobar) sedang bersiap menuju desa wisata berbasis industri lokal.  Selain memiliki pemandangan alam dan satwa monyet yang ada di daerah yang berbatasan dengan KLU tersebut, desa ini juga memiliki potensi gula aren yang melimpah.

Industri pengolahan gula aren ini pun dipadukan menjadi salah satu daya pikat wisata di desa itu ke depan. Lebih – lebih dalam waktu dekat, desa itu akan mengadakan festival minum tuak manis.  Menurut Kepala Desa (Kades) Pusuk Lestari, Junaidi desanya bukan desa wisata biasa, namun disebutnya the real desa wisata yang mampu mengundang wisatawan lokal, domestik, dan mancanegara.

Junaidi melirik potensi desanya sebagai penghasil air nira dan memiliki banyak satwa monyet. Menurutnya, 90 persen dari sekitar 800 KK warga Pusuk Lestari adalah petani. Sekitar 400 KK di antaranya bekerja mengambil air nira atau tuak manis (nyadap). Aktivitas nyadap tersebut akan dijadikan sebagai salah satu dari aktivitas pariwisata Desa Pusuk Lestari. “Bagaimana supaya terkemas menjadi wisata berbasis industri aren, yaitu cara memproses air nira menjadi gula batok, gula semut, gula meriket, termasuk gula cair,” ujarnya belum lama ini.

Untuk aktivitas pengolahan air nira menjadi bermacam bentuk ini, selain oleh sebagian besar masyarakat menggunakan cara tradisional, Desa Pusuk Lestari juga dibantu oleh salah seorang warganya melalui UD Karya Mandiri dengan brand King Aren yang diketuai Muhammad Rizani. Aktivitas ini dilakukan agar wisatawan tidak hanya merasakan nikmatnya minum tuak manis, tapi juga mengikuti bagaimana proses nyadep.

“Sudah disiapkan tempatnya sebagai aktivitas masyarakat yang tinggal di perbatasan Lombok Barat dan KLU,” ujar Junaidi.

Junaidi mengatakan, terkait dengan keberadaan monyet, pihaknya akan berupaya mengubah cara memberikan makanan buat monyet dari di pinggir jalan yang berisiko mengganggu lalu lintas ke satu lokasi khusus. “Kami sudah menyiapkan tempat untuk memberi makan monyet itu”.

Tempat yang disiapkan, sambung Junaidi, berada dua atau tiga ratus meter dari pinggir jalan yaitu masuk ke wilayah hutan.  Selain itu, Pusuk Lestari juga telah menyediakan jalur sepeda gunung sepanjang sekitar 1.400 meter di sekitar hutan Pusuk.“Dan itu akan kami jual untuk mendukung paket desa di wilayah desa perbatasan,” ujar Junaidi.

Dengan cara demikian, wisatawan tidak hanya sekedar menikmati kopi, tapi juga bagaimana menikmati proses pembuatan kopi, pembuatan gula baik yang tradisional maupun dengan mesin, dan cara nyadep. “Cara unik masyarakat kami untuk membikin gula, (juga) cara modern masyarakat kami membikin gula itu, sudah kami siapkan,” ujar Junaidi.

Samsuddin (38) salah seorang pengrajin gula aren di Dusun Kedongdong Atas menerangkan proses produksi gula aren tersebut, mulai dari pergi menyadap hingga jadi gula aren. “Pertama-tama, sebelum mengambil air dari pohon aren (enau) selama dua minggu atau bahkan sampai sebulan dilakukan proses pemukulan. Setelah dipukul, dilanjutkan dengan dipotong lengan bunga aren, didiamkan minimal selama dua hari. Hal itu kita lakukan untuk melihat apakah air pohon aren (enau) itu banyak atau tidak,” ceritanya.

Untuk mengambil air aren, ia menggunakan jerigen atau bisa juga menggunakan wadah yang terbuat dari bambu. Setiap harinya Samsuddin biasanya berangkat sekitar pukul delapan pagi dan sore hari sekitar jam empat sore untuk mengambil air aren (nyadap). “Saya nyadap setiap hari di delapan pohon aren dengan menghasilkan 30 liter per hari dan diolah menjadi gula aren mendapatkan empat bongkah gula aren dengan varian harga antara Rp 25 sampai 35 ribu, sehingga menghasilkan kisaran 280-300 ribu per hari,” akunya.(her)

 

 

No Comments

Leave a Reply