Praya (Global FM Lombok) – Aktivitas pabrik pemecah batu PT. Berkas Batu Pengembur yang berada di kawasan Gunung Tele Dusun Desa Pengembur Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng), Sabtu (4/1) lumpuh usai aksi anarkis yang dilakukan warga desa setempat, sehari sebelumnya. Hal ini menyebabkan sejumlah alat berat milik pabrik rusak parah.
Akibat kejadian tersebut, pihak pengelola pabrik pun mengaku harus menanggung kerugian yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 700 juta. “Hampir semua alat berat yang ada rusak. Bahkan ada yang tidak bisa dihidupkan lagi,” aku L. Antik, pengelola pabrik.
Saat ditemui Global FM Lombokdi lokasi pabrik pemecah batu L. Antik mengaku tidak tahu persis apa yang mendasari warga sampai berbuat anarkis. Padahal, pihaknya sudah mengantongi izin pendirian pabrik hingga izin operasional. “Semua persyaratan terkait izin pabrik sampai izin operasional sudah lengkap. Jadi secara hukum pabrik ini legal,” ujarnya.
Pihaknya mendapat kabar kalau warga menolak keberadaan pabrik pemecah batu tersebut, karena khawatir dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Tapi kalau bicara dampak lingkungan, itu sudah terjawab dengan keluarnya izin pabrik. Karena tidak mungkin izin keluar, kalau tidak ada Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (Amdal)-nya.
Lagi pula, saat ini pihaknya baru mulai tahap awal konstruksi dan belum sampai tahap produksi, sehingga tidak perlu khawatir terhadap dampak lingkungan “Pabrik inikan baru berjalan tiga bulan. Itupun masih tahap konstruksi belum sampai produksi,” ujanya.
Kemudian soal minimnya pelibatan tenaga kerja lokal di pabrik tersebut, Antik menegaskan pada waktunya tenaga lokal pasti akan dipekerjakan. Saat ini masih ada tenaga luar yang dipekerjakan. Tetapi hanya untuk tenaga operator mesin dan alat berat. Sementara untuk tenaga kerja lainnya, itu semua dari tenaga lokal.
Pihaknya memperkerjakan tenaga luar tidak seterusnya. Nantinya, sembari bekerja tenaga luar yang ada akan melatih tenaga lokal yang ada. Kalau sudah mahir, maka tenaga luar tersebut akan keluar, sehingga semua pekerja yang dipekerjakan nantinya ada tenaga lokal dan tidak ada lagi tenaga luar.
Terhadap pengerusakan yang terjadi, Antik menegaskan menyerahkan sepenuhnya ke proses hukum. Biarkan nantinya proses hukum yang menjawab. “Saya sudah melaporkan kasus pengerusakan ke Polres Loteng. Biar polisi yang memprosesnya,” timpalnya.
Terpisah, Kepala Desa Pengembur, Muh. Sultan, S.Pd., mengaku mendapat laporan kalau ada penolakan dari warga terhadap pabrik pemecah batu, karena khawatir bisa memicu potensi bencana. Seperti tanah longsor serta banjir. Mengingat yang dikeruk untuk kemudian diambil batunya untuk dipecah adalah daerah perbukitan.
“Terhadap penolakan tersebut kita sudah sarankan agar melalui prosedur resmi. Dengan menyampaikan pengaduan atau penolakan ke pemerintah kabupaten dan provinsi selaku pihak yang mengeluarkan rekomendasi serta izin pabrik. Karena pabrik ini resmi dan punya izin,” jelasnya.
Kalau pemerintah desa dalam hal ini tidak punya kewenangan, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan.
Sebelumnya, pada Jumat sore kemarin sekitar pukul 16.00 wita, puluhan warga melakukan penutupan paksa pabrik pemecah batu tersebut. Penutupan dilakukan sebagai bentuk protes atas keberadaan pabrik yang dinilai mengganggu warga sekitarnya. Selain itu, keberadaan pabrik dinilai mengancam keberadaan situs bersejarah yang letaknya berada di dekat lokasi pabrik. (kir)
No Comments