Mataram (Global FM Lombok)-Fluktuasi harga benih bening lobster terjadi sejak pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (Permen KP) No 12 Tahun 2020 tetang pengaturan menangkap, membudidaya dan mengekspor benih lobster.
Fluktuasi harga ini bahkan mengakibatkan harga terendah benih lobster, Rp3.500 seekor. Karena itu, Lombok Lobster Association (LLA), atau Asosiasi Lobster Lombok meminta pemerintah tegas, mengatur harga tetap benih bening lobster.
“Karena harganya diatur perusahaan. masing-masing perusahaan membeli dengan harga yang berbeda,” kata Muhanan,SH, Ketua LLA di Mataram, Selasa (6/10) kemarin.
Dua pekan lalu harga lobster berada pada level terendah. Dibawah standar harga minimal yang ditetapkan KKP. Walaupun sudah berangsur-angsur membaik harga ini, namun fluktuasi harga ini dikhawatirkan terus terjadi.
Fluktuasi harga ini juga membuat nelayan penangkap benih lobster menjual hasil-hasil tangkapannya. Terjadi persaingan harga yang tidak sehat,dimana pembeli dengan tawaran tertinggi yang diserbu oleh para penangkap benih lobster.
“Nelayan kebingungan juga di lapangan. Mau jual kemana. Karena masing-masing perusahaan menawarkan harga yang berbeda-beda,” jelas Muhanan.
Pemerintah sebagai regulator diharapkannya lebih tegas mengatur tata niaga benih bening lobster agar tidak merugikan salah satu pihak. Pemerintah menurutnya harus berani menetapkan harga minimal yang menjadi acuan perusahaan dan penangkap benih lobster.
“Masak iya harga diatur perusahaan dan pemerintah tidak bisa berbuat apa – apa. Mestinya pemerintah harus tegas,” ujarnya.
Selain itu, LLA juga menyorot soal tak transparansinya proses penerbitan Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten. SKAB adalah salah satu syarat bagi perusahaan untuk melakukan pengiriman benih lobster keluar NTB.
Sorotan terhadap penerbitan SKAB ini karena indikasi kecolongan pemerintah daerah. Pengusaha menyebut jumlah benih lobster yang akan dikirim. Ternyata ada indikasi data yang disampaikan pengusahanya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
“Misalnya, pengusaha menyebutkan jumlah pengiriman sebanyak 10.000 ekor. Ternyata isinya 20.000 ekor. Diterbitkan SKAB untuk 10.000 ekor,” paparnya. Pemerintah diharapkan tak teledor dan harus melakukan pengecekan secara seksama sebelum diterbitkannya SKAB. Selain kerugian PAD, pemerintah daerah juga disayangkan tidak memiliki data yang valid jumlah potensi penangkapan dan ekspor benih lobster. Akibatnya, kebijakan pemerintah menjadi tidak terarah. Karena indikasi permainan volume dalam penerbitan SKAB ini, Muhanan menyebut 11 perusahaan pernah mendapatkan teguran dari KKP.(bul)
No Comments