Jaklarta(Global FM Lombok)- Antrean penumpang kembali terjadi di Bandara Soekarno Hatta dan juga stasiun Gambir. Hal ini disebabkan adanya peraturan baru berupa Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No.3 tahun 2020 yang menyatakan bahwa bagi orang yang akan melakukan perjalanan menggunakan kendaraan umum wajib menunjukkan hasil swab antigen tiga hari terakhir atau PCR tes dalam 7 hari terakhir.
Sebelumnya hasil rapid test dan PCR test dapat menggunakan hasil dari 14 hari terakhir. Perubahan kebijakan ini terjadi begitu mendadak menjelang libur panjang Natal dan Tahun Baru, yang menyebabkan terjadinya antrean panjang di Bandara dan Stasiun karena banyak calon penumpang yang belum mengetahui adanya aturan baru tersebut.
Anggota Komisi V DPR-RI dari Fraksi PKS Suryadi JP dalam rilis yang diperoleh Global FM Lombok, Rabu 23 Desember 2020 mengatakan, setidaknya terdapat tiga kesimpulan yang dapat ditarik dari adanya kejadian ini, yang pertama perubahan kebijakan penggunaan hasil rapid tes dari 14 hari menjadi 3 hari serta PCR tes dari 14 hari menjadi 7 hari menunjukkan bahwa kebijakan terdahulu yaitu Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 No.9 tahun 2020 memang tidak efektif dalam mengurangi penyebaran wabah Covid-19 ini di Indonesia.
“Kedua, adanya antrean di Bandara dan Stasiun menunjukkan bahwa lagi-lagi Pemerintah gagal dalam melakukan sosialisasi terhadap perubahan kebijakan tersebut. Akibatnya seperti yang terlihat saat ini, jumlah penambahan kasus Covid-19 masih terus meningkat dari hari ke hari, dan adanya antrean yang menyebabkan kerumunan ini bahkan bisa menjadi cluster penyebaran tersendiri,” ujarnya.
Yang Ketiga kata Suryaji JP Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No.3 tahun 2020 yang berlaku hanya sampai tanggal 8 Januari 2021 ini menunjukkan Pemerintah tidak serius dalam menangani wabah Covid-19 ini, sebab setelah tanggal 8 Januari 2021 kebijakan ini dapat berubah kembali.
“Padahal jika kebijakan yang lalu dianggap tidak efektif, maka seharusnya Pemerintah konsisten menerapkan kebijkan ini dan tidak dibatasi hanya semasa liburan Natal dan Tahun Baru ini saja,” tambahnya.
Memang pada dasarnya kebijakan terdahulu yang menyatakan bahwa surat keterangan Rapid Tes berlaku untuk 14 hari memungkinkan adanya orang-orang yang non reaktif berdasarkan Rapid Tes kemudian ditemukan positif pada saat melakukan perjalanan.
Hal ini dapat terjadi karena Rapid Tes baru efektif digunakan pada orang yang terinfeksi Covid-19 pada hari keenam atau ketujuh. Sehingga orang yang baru terkena Covid-19 pada hari pertama tidak akan terdeteksi, padahal bisa saja yang bersangkutan baru melakukan perjalanan pada hari ke-14.
“Namun demikian perubahan kebijakan yang mendadak inilah yang menyebabkan terjadinya antrean. Seandainya Pemerintah konsisten menerapkan aturan masa berlaku rapid tes 3 hari dan PCR tes 7 hari sejak dulu, maka penyebaran Covid-19 akan lebih terkendali dan tidak akan terjadi antrean yang diakibatkan berubahnya peraturan,” katanya.
Oleh sebab itu kata Surjadi JP, Fraksi PKS berpendapat seharusnya kebijakan ini dapat disosialisasikan dengan lebih baik lagi, serta Pemerintah harus memberikan fasilitas dan pelayanan yang prima dengan bekerjasama dengan Rumah Sakit agar mencegah terjadinya komersialisasi rapid tes antigen ini. Selain itu, sebaiknya Pemerintah konsisten dengan tidak mengubah-ubah lagi kebijakannya agar wabah Covid-19 ini menjadi lebih terkendali.
Sementara itu, Sekretaris Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya seperti yang dimuat oleh Kompas.com akhir pekan kemarin mengungkapkan, bahwa banyak pertimbangan mengapa pemerintah kini menggunakan kebijakan rapid test antigen.
Salah satunya, yakni dengan semakin meningkatnya kasus Covid-19, maka rapid test antibodi dipandang tidak sudah sesuai. “Banyak pertimbangannya. Yang jelas dengan semakin meningkatnya kasus maka untuk rapid test antibody dipandang sudah tidak sesuai lagi,” terang Azhar kepada Kompas.com, Sabtu (19/12/2020).(ris)
No Comments