Lagi, Warga Jemput Paksa Jenazah Covid-19 di RSUD Kota Mataram

Global FM
27 Jul 2020 23:57
2 minutes reading
Warga saat berupaya menjemput pasien Covid yang meninggal di RSUD Kota Mataram (ist)

Mataram (Global FM Lombok) – Kasus penjemputan paksa jenazah positif Covid-19 kembali terjadi di RSUD Kota Mataram. Kali ini, jenazah pasien dengan inisal M (34) asal Desa Telaga Waru Kabupaten Lombok Barat.

Salah seorang tim negosiasi RSUD Kota Mataram, Dewi Sayu Veronika kepada media Senin (27/7) di Mataram mengatakan, pasien dengan inisal M (34) tersebut memiliki penyakit penyerta yaitu gagal ginjal. Pada saat dirawat di rumah sakit, kondisi pasien sudah cukup parah.

“Meninggalnya dini hari pukul 03.30. Nah sebelumnya pasien ini masuk tanggal 25 Juli 2020 pukul 14.09 WITA. Kemudian itu sudah ada penyakit penyerta yaitu gagal ginjal. Kemudian kondisi juga sudah memburuk, jadi diambillah swab. Keluar hasilnya dua jam kemudian positif,”katanya

Sehingga pihak keluarga diminta untuk membuat surat pernyataan. Jika pasien positif Covid – 19, maka akan dirawat sesuai protokol kesehatan. Namun, setelah pasien dinyatakan positif dan meninggal dunia, keluarga pasien tidak menerima jika jenazah dimakamkan dengan protokol Covid – 19. Sehingga keluarga menjemput paksa jenazah. Padahal, pihak rumah sakit sudah memberikan keringanan agar jenazah Covid – 19 bisa dimandikan dan disalatkan di rumah sakit, namun pihak keluarga menolak saran tersebut.

 “Sebelumnya memang sudah tanda tangan surat pernyataan persetujuan, bahwa pasien siap untuk diisolasi. Namun pada kenyataannya, tadi pada saat warga datang menolak untuk dilakukan penguburan secara Covid. Jadi mengambil paksa jenazah tanpa dilakukan pendampingan atau penguburan secara Covid,”ujarnya

Dengan kasus yang terjadi, pihak rumah sakit meminta agar keluarga menandatangani surat penolakan penerapan protokol Covid – 19. Karena dengan adanya surat penolakan tersebut, maka selanjutnya pihak rumah sakit tidak memiliki tanggung jawab lagi. Penjemputan jenazah dengan menggunakan kendaraan ambulans milik pemerintah desa setempat.

“Ketika dia melakukan penandatangan penolakan, itu sudah diluar tanggung jawab rumah sakit. Jadi sudah dua yang ditandatangani pas masuk persetujuan Covid dan tadi karena pulang paksa jadi surat penolakan Covid,’’katanya

Tindakan yang diambil oleh pihak keluarga lanjut Sayu, bisa membahayakan keluarga dan masyarakat setempat. “Harusnya kalau sesuai protokol Covid itu, dimandikan dan jenazah bisa dibilang steril. Itu baru keluarga bisa ikut serta pada pemakaman. Nanti kalau jenzah dibuka lagi itu akan membahayakan keluarga dan warga,”katanya.(azm)-

No Comments

Leave a Reply