Mataram (Global FM Lombok)- Isu pembangunan dengan mengedepankan konsep rendah karbon dan ketahanan iklim semakin banyak mengemuka. Banyak kalangan yang semakin sadar terhadap pentingnya pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Terkait dengan hal itu, KONSEPSI bersama Yayasan Relief Islami Indonesia dengan dukungan ForumCiv-Islamic Relief Swedia melalui Proyek DECCAP (Deepening Climate Change Adaptation for Prosperity) melaksanakan Kegiatan “Seri Pelatihan Untuk Peningkatan Kapasitas dan Memperkuat Forum Mitigasi/Adaptasi Perubahan Iklim Lintas Sektor Pemerintah Dalam Advokasi yang Efektif Untuk Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim Dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan di Tingkat Provinsi NTB.
Program manager DECCAP Eko Krismantono mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas Kelompok Kerja Adaptasi Perubahan Iklim Provinsi NTB, khususnya untuk rencana mentransformasikan Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim menuju Rencana Aksi Daerah Pembangunan Rendah Karbon dan ketahanan iklim di provinsi NTB.
“Dengan harapan dapat diimplementasikan diprovinsi NTB untuk mendukung pembangunan dan meminimalkan kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat dampak perubahan iklim,” ujarnya.
Pada pertemuan yang berlangsung di Mataram, Kamis (28/7) kemarin, pembicara yang dihadirkan yaitu Kasubid Perencanaan Wilayah, Bidang Perencanaan Wilayah dan Pengembangan Infrastruktur (PWPI) Bappeda Provinsi NTB Dr. Lalu Adi Gunawan dan Guru Besar Universitas Mataram Prof. Surya Hadi.
Lalu Adi Gunawan dalam pemaparannya mengatakan, secara umum implementasi pembangunan rendah karbon di Provinsi NTB diwujudkan dalam tiga program besar yaitu NTB Zero Waste, NTB Hijau, serta NTB Net Zero Emission. Di sektor Zero Waste, Kebijakan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstrada) sedang dilaksanakan.
“Dimana tahun 2023 mendatang, target pengelolaan sampah di NTB sebesar 84 persen. Adapun tahun 2021 pengelolaannya tercapai 69 persen dan di tahun 2022 ditargetkan 77 persen pengelolan sampah,” kata Lalu Adi Gunawan.
Namun upaya untuk menciptakan NTB bebas buangan ini bukannya tanpa tantangan atau kendala. Ada sejumlah tantangan yang dihadapi seperti belum optimalnya penanganan sampah karena jumlah sarana angkutan sampah di Kabupaten/Kota masih minim yaitu 17% dari kebutuhan. Tersedia TPS3R, namun sebagian besar tidak aktif. Selain itu data primer persampahan sangat terbatas sehingga menyulitkan dalam menyusun rencana
“Dan kebijakan serta sejumlah tantangan lainnya termasuk masih minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah khususnya 3R serta kesulitan pemasaran hasil daur ulang sampah tersebut,” terangnya.
Adapun tindaklanjut Pemprov NTB terhadap persoalan tersebut diantaranya penguatan koordinasi dan komitmen dengan Dinas LHK Kabupaten/Kota dan para pihak lainnya seperti Kementrian LHK, Kementrian PUPR, OPD lain, NGO, Komunitas, salah satunya dengan membangun perjanjian kerjasama dengan Balai Jalan Nasional untuk NTB Hijau dan Penanganan Sampah di Ruang Milik Jalan Nasional.
Yang tak kalah penting yaitu menjalin komunikasi dengan Pendamping Lokal Desa (PLD) dan tenaga pengaman hutan sebagai salah satu agen Zero Waste di tingkat lapangan dan penguatan komitmen desa/kelurahan sebagai basis pengurangan sampah.
Terkait dengan kebijakan karbon netral atau Net Zero Emission di tahun 2050, Pemprov NTB memiliki sejumlah strategi seperti meningkatkan kewaspadaan untuk beralih dari bahan bakar fosil di dalam sistem energi seperti program mandatory B20 dan B30, Co-firing di PLTU Jeranjang, sepeda listrik, pengembangan EBT serta penyediaan energi bersih berupa biogas.
“Pemprov NTB juga mengoptimalkan penerapan efisiensi energi yang mengarah pada sistem dekarbonisasi energi dengan pembangunan PLTS Atap di Provinsi NTB. Selain itu strategi yang dilakukan yaitu memitigasi perubahan iklim dengan cara meningkatkan kewaspadaan dari urgensi untuk beralih dari bahan bakar fosil di dalam sistem energi,” ujarnya.
Adapun tantangan pembangunan rendah karbon di NTB salah satunya pencapaian target rendah karbon memerlukan kerja kolaborasi antara semua pihak, terutama pelibatan swasta. Sampai saat ini investasi yang berkaitan dengan proyek pembangunan rendah karbon belum ada mekanisme yang jelas.
“Penetapan target-target pembangunan rendah karbon harus mampu diterjemahkan ke dalam tahapan operasional yang realistis untuk bisa diekseskusi, diukur serta dievaluasi secara multisektor,” ujarnya.
Sementara itu peneliti senior Universitas Mataram Prof. Surya Hadi mengatakan, pembangunan rendah karbon adalah pola baru pembangunan politik dan ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, memanfaatkan energi rendah karbon dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim adalah platform nasional untuk mencapai target SDGs, yang menempatkan Goal 13 (perubahan iklim) sebagai sentral. Hal ini didukung oleh berbagai Goal lain yang tersebar di tiga dari empat pilar SDGs: Pilar Sosial, Pilar Ekonomi, dan Pilar Lingkungan.
“Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim sebagai agenda prioritas nasional yang memiliki target dan strategi yang jelas dalam RPJMN 2020-2024,” ujarnya.(ris)
No Comments