Kesulitan Mengairi Tanaman, Petani Beli Air 200 Ribu per Dump

Global FM
18 Jun 2014 17:10
2 minutes reading
Petani Tembakau ( tempo.co)

Petani Tembakau ( tempo.co)

Mataram (Global FM Lombok)-Hasil sadapan dan pantaun langsung Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB ke sejumlah daerah yang dilanda kekeringan di Pulau Lombok menunjukkan bahwa para petani kesulitan air untuk mengairi tanamannya. Dikatakan pelayanan dari petugas irigasi yang membagikan air ke areal sawah-sawah para petani ditemukan adanya pelanggaran.

“Ada pelanggaran oleh petugas irigasi sendiri. Bukan jadwalnya, karena hal-hal tertentu dia bisa mneyalurkan ke tempat lain. Ini hasil sadapan di lapangan dan kemarin kami turun ke tempat-tempat atau daerah-daerah kering. Ditempat penanaman tembakau itu, justru bukan pakai tangki air lagi itu, tetapi pakai mobil dump truck dihargakan Rp 200-250 ribu per dum truck,” kata Kepala Bakesbangpoldagri NTB, Ir. H. Abdul Hakim, MM saat rapat koordinasi antisipasi siaga darurat kekeringan di Mataram, belum lama ini.

Dikatakan, petani rela merogoh kocek lebih dalam karena mereka sulit mendapatkan giliran mendapatkan air irigasi dari petugas sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Daripada tanaman mereka akan mengalami gagal panen, katanya, mereka kemudian membeli air.

Informasi yang diperoleh, dalam satu hektar tanaman jumlah air yang dibutuhkan sekitar 4 -5 mobil dum truck atau sekitar Rp 1 juta. Hasil identifikasi dari Dinas PU menyebutkan ribuan hektar lahan tanaman terindikasi melanggar pola tanam. Terhadap petani yang melanggar pola tanam ini, pemerintah kabupaten perlu bersikap tegas supaya pelanggaran pola tanam itu tidak dianjutkan.

“Kalau baru nanam, daripada gagal berikutnya akan rugi lebih banyak lebih baik menggantinya dengan palawija,”sarannya.

Untuk jangka menengah dan pendek, perlu dilakukan pengerukan terhadap sedimentasi-sedimentasi pada sejumlah bendungan yang ada di NTB. Ia melihat, ada bendungan yang sudah tujuh tahun belum dilakukan pengerukan sedimentasi. Akibatnya, bendungan itu tak mampu menanpung air sesuai dengan kapasitas tampungannya karena terllau banyak sedimentasi. “Artinya, ada volume daya tampung air yang sudah tujuh tahun tak tertangani. Ini sampai sekarang tidak ditindaklanjuti,”pungkasnya.(ris/nas)

 

No Comments

Leave a Reply