Kasus TKW Diduga Hilang Ginjal, Sirra Prayuna Siapkan Langkah Hukum

Global FM
26 Feb 2017 23:40
2 minutes reading

 

Sirra Prayuna

Kasus dugaan hilangnya ginjal Sri Rabitah (22), TKW asal Lombok Utara mengundang keprihatinan aktivis buruh migran dan para advokat. Salah satunya Sirra Prayuna, SH.,MH mengaku sudah menurunkan tim ke KLU untuk mengecek fakta yang bisa dijadikan bahan menempuh upaya hukum dan “menggedor” Kementerian Luar (Kemlu) agar menjadikan atensi pelaku yang diduga majikan korban di Doha, Qatar.

“Kasus ini tidak bisa dibiarkan. Ini masalah kemanusiaan,” tegas Sirra Prayuna kepada Suara NTB, Minggu (26/2). Lawyer yang tercatat sebagai Sekretaris Bidang Hukum dan HAM DPP PDI Perjuangan ini mengaku sedang menyiapkan advokasi gratis bagi  IRT asal Dusun Lokok Ara, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan tersebut.

Tapi sebelum itu, dia menurunkan tim ke tempat tinggal Sri Rabitah untuk menghimpun informasi lengkap, terutama soal prosedur keberangkatannya. Akan dicek, apakah yang bersangkutan berangkat melalui proses legal atau non prosedural. Dengan dasar itu, akan jadi pertimbangan langkah hukum yang akan diajukannya, melalui Kedutaan Indonesia di Qatar.

Sirra yang sebelumnya mendapat informasi dari media soal kasus ini, juga akan menggedor BNP2TKI, sebagai pihak yang turut bertanggungjawab karena harus mengetahui TKI atau TKW yang berangkat ke luar negeri.

Jika TKW ini resmi, ada kewajiban diperkuat juga dengan pembekalan , jenis job order, izin pengerahan, kemudian aspek perlindungannya. Juga harus disiapkan pada pra pemberangkatan, seperti keterampilan, bahasa dan budaya. Termasuk pendidikan teknis pekerjaan. “Nah apakah ini sudah dilakukan oleh perushaaan itu. Kemudian setelah ada masalah ini, negara harus hadir ditengah problem ini. Sehingga instrumen negara ini bekerja, untuk proteksi dan perlindungan teaga kerja di lua negeri,” tegasnya.

Pada akhirnya nanti, jika ada unsur dugaan tindak pidana, akan dilaporkan ke pihak berwenang untuk diproses hukum. Menurut lawyer alumnus Fakultas Hukum Universitas Mataram ini, proses sebelum operasi dilakukan tidak sembarangan karena beresiko tinggi. Jika itu seorang ibu, maka harus izin dari suaminya, jika anak maka izin dari orang tuanya. Ketika prosedur ini tidak terjadi, maka potensi pengambilan organ tubuh sepihak bisa terjadi.

“Tidak boleh seorang tenaga kerja, dengan alasan apapun diambil organ tubuhnya itu, sudah pidana, apapun alasannya,” tegas Sirra.  (ars)

No Comments

Leave a Reply